WAWANCARA EKSKLUSIF
Paparkan Soal Prajurit di Daerah Konflik, Pangkostrad, Letjen TNI Muhammad Saleh Mustafa, Seri I
Jadi, saling melindungi. Kadang-kadang, misalnya di hutan itu, nah kita berdua, saya tidur sama prada,” ungkapnya.
Saya tuh ada istri, kebetulan. Coba, kamu tanya ke istrimu tuh, Ma, mau berangkat nggak? Mas, jaga anak dulu lah, Pak. Tapi itu kan kehidupan yang kita harus disampaikan, ya.
Jadi memang mungkin kita para suami, para prajurit ini kan, siap-siap aja, kan petarung gitu, ya. Tapi saya ingatkan juga bahwa memang keluarga itu juga perlu juga dia, apa namanya, mereka bina. Karena anak-anak dan istrinya kan merupakan masa depan, mereka bina.
Pak Panglima kan juga pernah bertugas di Papua kan, ya, Pak, ya?
Saya, alhamdulillah, Papua, Aceh, Timor, saya sudah lengkap. Poso juga. Tapi kebetulan dalam nilai penugasan saya, selalu ditempatkan di daerah-daerah konflik.
Pak Panglima, kalau boleh cerita pengalaman selama bertugas pindah-pindah dari Poso, Aceh, Papua, apa pengalaman yang nggak pernah dilupakan?
Yang pertama, ya, saya merasa bersyukur. Ada beberapa kali ancaman yang mungkin Tuhan masih cinta sama saya, saya diselamatkan. Ya, itulah kejadiannya.
Mungkin ada kontak tembak, ya, ada mungkin kejadian di pos diserang. Biasanya setelah saya pindah, tiba-tiba posnya diserang. Nah, itu yang pertama yang kesannya buat Tuhan ternyata masih melindungi saya.
Yang kedua, saya merasakan bahwa kesan itu saya ingin keselamatan atau keberhasilan saya itu bukan keberhasilan saya pribadi. Sehingga saya mengajak kepada prajurit saya dalam setiap penugasan itu yang pertama kita adalah membangun kebersamaan. Jadi, saling melindungi.
Kadang-kadang, misalnya di hutan itu, nah kita berdua, dua-dua-dua-dua, ya saya tidur sama prada saya. Oh iya, iya. Kamu jaga ya.
Pengalaman kedekatan itu lah. Kedekatan itu yang saya rasakan sekarang, selalu melekat. Selalu melekat. Jadi, ikatan batin itu lah yang merupakan kesan bagi saya. Khususnya kita satuan Kopassus, satuan Kostrad bersama prajurit itu lah. Kita berangkat itu, kita kembali.
Itu prinsipnya. Ya, kesannya. Ya, kalau masalah terjadi kontak tembak musuh, ya itulah. Risiko lah itu. Risiko tugas.
Bapak Panglima, sebagai perwira yang pernah berdinas di Komando Pasukan Khusus di Kopassus, apa yang ingin Bapak sampaikan dalam hal HUT ke-72 Kopasus 30 April 2024 yang lalu?
Ya, memang saya akui bahwa saya hampir 20 tahun lebih di Kopassus. Sampai kolonel baru saya keluar. Dan saya memang dibesarkan di sana bahwa saya berpesan agar satuan Kopassus ini tetap eksis dan tetap menjaga kualitas.
Kualitas dari individunya dulu karena kalau kualitas secara universal itu mungkin ya kata itu hanya nama saja. Tapi nama dari satuan Kopasus ini itu kalau kita lihat sejarahnya ini kan dibangun dari individu-individu yang yang hebat lah, katakan.
Yang punya catatan, yang punya peristiwa-peristiwa heroik sehingga saya berharap satuan Kopassus ini tetap menjadi profesional menjadi ujung tombak dari TNI kita. Nah, seharusnya ini memang kemarin lagi saya akui, contoh misalnya kalau latihan itu kalau dilatih Kopassus itu prajurit yang dari luar itu merasa lebih bangga.
Nah, itu tetap dipertahankan. Jadi jangan sampai sombong gitu, ya. Jangan juga terlalu, apa namanya, berbangga yang berlebihan. Tapi tetap lah rendah hati tetapi, tetap pendukung profesionalitas, karena saya pikir Kopassus itu punya andalan kita.
Tadi Pak Panglima kan sempat mengatakan pernah bertugas di Poso dan pernah meluncurkan buku berjudul Menuai Damai di Tanah Poso. Ini bisa dijelaskan?
Jadi sebenarnya saya tugas di Poso itu jadi ada ceritanya. Jadi saya berangkat tugas ke Poso itu karena ada peristiwanya yang jatuh. Yang jatuh, senior saya waktu itu yang di sana almarhum Saiful Anwar, ketika pemakaman ketemu di lapangan ketemu Panglima TNI, pejabat-pejabat TNI langsung nunjuk, ah ini yang cocok ganti almarhum di Poso.
Waduh, saya waktu itu kaget juga, loh belum ada persiapan, saya hanya berangkat lah. Sampai di sana saya ditugaskan sama Pangdam waktu itu bagus juga mengatakan tugasnya pertama, ya. Kemudian saya datang ke Korem 132 di Palu, Sulawesi Tengah, memulai dengan Brigjen Ilyas. Nah sekarang Kaskostrad saya, dia, sementara menggantikan sementara almarhum itu, kemudian di sanalah kita bagi tugas.
Perintah dari Panglima TNI waktu itu, Pak Ilyas bagian tempurnya, saya bagian teritorialnya. Nah pada saat itulah saya mulai memanfaatkan tugas itu untuk saya mengenal lebih dekat apa yang ada di Poso. Ini persoalan-persoalan Poso kita akui bahwa memang mayoritas Poso itu Nasrani, hampir dari 80 sampai 75 sampai 80 persen itu masyarakat Nasrani. Tapi terjadi konflik di situ mungkin mas juga tahu kan.
Sehingga saya mencoba mendekati, saya dekati yang Nasrani, saya dekati yang Jawa, saya dekati, saya lihat ini masalah komunikasi. Masalah komunikasi, masalah bagaimana dia berinteraksi, sehingga suatu saat saya ketemu lah di satu gereja, saya ketemu sama pendeta gerejanya dibakar. Saya tanya, ini mau dibangun lagi nggak? Mau, Pak, tapi gerejanya ada di umat muslim. Saya tanya umat Muslim, jangan dibangun, Pak, katanya biar saja nanti cukup kita yang menyaksikan bahwa dulu kita pernah berkelahi dan jangan gitu, kita harus hidup damai.
Jadi saya sering menyuarakan kata-kata damai itu, nah disitulah saya terinspirasi bahwa di Poso ini pun bisa damai karena dia punya potensi punya keanekaragaman, punya budaya, punya apa namanya, pariwisata punya, disana ada sekolah agama yang terkenal juga, dia punya danau punya ini, saya ingin angkat mereka semua. Sehingga saya menjadikanlah Poso ini sebagai pusat miniaturnya Indonesia dari kebhinekaan itu menjadi satu dalam ikatan damai saya bikinlah kegiatan namanya Pemuda Poso atau Pemuda Sultan Damai Bersatu di situlah saya luncurkan buku Menuai Damai.
Jadi itu cerita pengalamannya?
Saya angkat dari cerita itu sehingga, kemudian terciptalah kekejaman di situ. Alhamdulillah sudah oke.
Kemudian tim bapak ini juga berhasil mengembang duka betul cari Santoso itu. Alhamdulillah kita dapat, kemudian habis, itu ada lagi namanya Mbak Sri, Mbak Rok ada beberapa tokoh.
Pak, ini saya tertarik ini sebenarnya lead by action?
Kalau orang Jawa bilangnya itu apa ya, ing ngarso sung tulodo tut wuri handayani. Tapi waktu saya dengan waktu saya latihan letnan itu kan kebetulan Komandan Pusat Pendidikan dengan latihan prosesnya Pak Prabowo dia kan sering memenangkan dialect Bahasa Inggris try hard, fight easy. Apabila kamu sudah berpikir kalah, maka sesungguhnya kamu sudah kalah, Bahasa Inggrisnya kan saya cari, karena Inggris saya kurang.
Saya cari yang sederhana saja lead by example, jadi ngomongin dengan contoh. Sampai sekarang saya selalu karena merasa responsif jadi tanggung jawab saya untuk selalu memberikan contoh sehingga salah satunya saya menjaga kualitas kemampuan militer.
Saya harus berada pada standar, ya, kalau seperti saya Pangkostrad, bintang tiga, minimal, saya masih bisa jogging, masih bisa lari, masih bisa nembak, masih bisa bela diri, masih bisa lempar pisau, masih bisa turun tebing, masih bisa. Jadi itulah hal-hal yang ingin saya lakukan. (tribun network/reynas abdila)
Baca juga: Terungkap Penyebab Suara Partai Gelora di Pemlilu 2024 tak Signifikan, Fahri Hamzah, Seri II
Baca juga: Nasib Jokowi Setelah Prabowo Jadi Presiden, Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo Seri I
Saksi Kata, Anggota HMI Dikeroyok di UIN STS Jambi hingga Kepala Bocor |
![]() |
---|
Saksi Kata: Sesepuh Kenali Asam Atas Kota Jambi Siap Mati, Heran Zona Merah Pertamina |
![]() |
---|
SAKSI KATA Pasien Somasi RSUD Kota Jambi, Pengacara: Anak 4 Tahun Meninggal |
![]() |
---|
Juliana Wanita SAD Jambi Pertama yang Kuliah, Menyalakan Harapan dari Dalam Rimba |
![]() |
---|
SAKSI KATA: Pengakuan Rosdewi Ojol Jambi yang Akunnya Di-suspend karena Ribut vs Pelanggan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.