WAWANCARA EKSKLUSIF

Prof Gayus Lumbuun: Prabowo Silakan Dilantik, Gibran Tidak, Seri I

Gayus menilai masih ada lembaga-lembaga di luar MK yang bisa mengadili dari proses tahapan Pemilu. Hal itu disampaikannya saat sesi wawancara khusus

Editor: Duanto AS
Tribunnews.com/Reynas Abdila
Ketua Tim Hukum PDIP Prof Gayus Lumbuun (kanan) dan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra (kiri), di Gedung Tribun, Palmerah, Jakarta, Senin (6/5). 

Jadi KPU itu harusnya tidak memberlakukan putusan MK nomor 90 tahun 2023 itu begitu saja tapi harus lewat satu prosedur kemudian berlakunya di pemilu kemudian?

Itu pun kalau dibahas ke DPR.

Jadi bahkan tidak dibahas ke DPR, kalaupun dibahas ke DPR dan Presiden ikut serta di situ, kalaupun tidak anggap benar ini juga harus diberlakukan perspektif.

Lalu selain kesalahan itu KPU, kesalahan apa lagi yang dilakukan KPU terkait dengan proses pemilihan presiden ini?

Saya menemukan surat-surat KPU kepada parpol-parpol, kepada KPUD-KPUD untuk melaksanakan yang salah ini. Isi putusan nomor 90 itu, ya.

Itu yang prinsip.

Nanti pasti banyak lagi tentu akan saya buka di pengadilan selanjutnya di PTUN.

Prof, kalau boleh saya tahu, apakah langkah di PTUN ini juga disetujui atau Bu Mega ikut memberikan masukan?

Ketika kami anggota PDI Perjuangan yang fokus pada perkara-perkara yang berjalan, kami menghadap ke beliau, dan beliau memberi persetujuan untuk partai memberikan surat kuasa.

Prof, kalau boleh saya tahu, ide itu berasal dari Bu Mega lebih dulu atau dari teman-teman kuasa hukum, dari orang-orang yang mendalami hukum di PTUN?

Dari kami-kami. Dari kami, anggota-anggota.

Prof, dulu diajukan ke Bu Mega. Bu Mega oke, gitu, ya? Kalau boleh saya tahu juga, Prof, apakah ada pesan-pesan tertentu dari Bu Mega terkait dengan perkembangan di PTUN ini?

Sebagai ketua umum, dalam pertemuan kami yang pertama kali, untuk masalah ini beliau hanya mewanti-wanti untuk betulnya hukum mengatur seperti yang kami sampaikan.

Prof, bisa diceritakan awalnya kan petitum yang diajukan tim hukum dari PDI Perjuangan itu adalah membatalkan pendaftaran Gibran Rakabuming di KPU, padahal waktu itu PKPU-nya belum diubah. Lalu kemudian petitum itu diubah, itu gimana ceritanya, Prof, kok bisa berubah ini?

Karena ketika kami cuatkan bentuk yang akan kami capai dan kami harapkan, itu muncul kemudian belum berjalan atau belum dipahami oleh KPU mungkin dari respons KPU yang lain berjalan terus hingga penatapan.

Jadi isi penetapan itu hasil dari putusan MK yang tidak bisa diubah oleh siapa pun, maka kami mengubah menjadi mundur dari harapan kami itu pada pelantikan.

Karena pelantikan ini pun harus dibatasi kepada orang yang melanggar hukum.

Yang melanggar ini bukan pasangan, setengah pasangan.

Yaitu cawapres ketika itu yang sekarang menjadi wapres itu berindikasi kami temukan pelanggaran-pelanggaran yang fatal tadi bukan oleh bersangkutan tapi oleh rakan-rakan yang bernama KPU.

Tapi beliau biasa saja juga tidak memahami sehingga terus berlaku putusan MK.

Jadi yang dihendaki nanti, yang tidak dilantik itu hanya wapresnya saja atau dua-duanya?

Hanya wapres saja.

Oh, jadi wapres saja. Jadi presiden boleh?

Karena presiden terpilih tidak diindikasikan ada pelanggaran hukum.

Kami tidak mendapatkan indikasi adanya pelanggaran hukum oleh KPU menetapkan.

Jadi Pak Prabowo silakan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia 2024-2029, Gibran tidak bisa. Karena itu tadi ada proses catat hukum dalam prosedur ketika dia menjadi cawapres.

Tapi memang di dalam aturan main atau dalam fatsunnya hukum tentang negara mungkin ya, Pak?

Di negara lain terjadi berkali-kali di negara lain. Di Afrika misalnya itu ada satu negara yang membatalkan dan mengulang karena ditemukan catat hukum.

Tidak adil kalau sesuatu ini berlaku.

Saya kaitkan satu saja dari pelantikan.

Di pelantikan itu ada sumpah.

Apa bisa disumpah terhadap perkara yang ada catat hukumnya.

Lalu sumpahnya bagaimana isinya. Kalau sudah sumpah habis itu lantik.

Itu aturan-aturan tahapan-tahapan dari hukum yang logik. Proses hukum yang logika itu adalah, ya, kalau pelantikan tentu diawali kelengkapan disumpah.

Ada di situ pakta integritas dan sebagainya. Kalau ini tidak dilakukan otomatis pelantikan juga tidak bisa dilakukan.

Prof, kalau begitu Republik ini kan membutuhkan wapres juga kan. Lalu bagaimana nanti kalau memang kemudian ternyata memang tidak dilantik menurut pengetahuan wapresnya, wapresnya yang milih apa? Apakah itu di forum MPR atau bagaimana?

Oleh karena itu, kami menunjuk atau menyebut MPR. Lembaga Musyawarah Rakyat yang tertinggi dalam paripurnanya.

Nah, kami mengspil tapi jangan disikapi dulu oleh anggota-anggota MPR termasuk pimpinan, jangan. Ini bukan personal sebagai wakil ketua atau ketua atau anggota. Tapi ini forum.

Maka forum gagas adalah membuat surat yang nanti disikapi secara ketentuan yang ada.

Ada sembilan rapat paripurna, ada sembilan rapat MPR yang diatur di undang-undang.

Ya, itu terserah yang mana.

Apakah rapat bersama antara MPR, DPR, DPD termasuk BI dan DPKP. Itu rapat lengkapnya begitu. Nah, terserah.
Itu kan organ lembaga tinggi negara.

Apa dikusertakan atau seperti apa itu mereka ada di MPR. Tapi sebagai kumpulan rakyat, masyarakat. Kami mengajukan kepada musyawarah ini.

Prof, kalau boleh saya tahu. Ini berandai tapi putusannya antara diterima dan ditolak, ya. Kalau ditolak, apakah PDIP, tim kuasa hukum akan mengajukan upaya hukum lainnya?

Saya dapat membuat pandangan bahwa kami tidak akan upaya hukum lain.

Jadi ini yang terakhir gitu, ya?

Semestinya ada banding dan kesempatan kasasi. Itu kan kita akan lihat nanti.

Tapi dalam konsep berpikir saya, saya hanya ingin mendapatkan satu pertimbangan hukum. Tidak vonisnya.

Kalau pertimbangan hukum itu mulai ditemukan, diakui. Bahwa ini KPU telah onrechtmatige daad, Jadi itu tujuan kami. Sehingga kalau kita bicara hukum itu ada petita dan petitum.

Tapi kalau posita kami itu dianggap sesuai.

Tapi harus kami jelas sekarang.

Ketika ujian disemisal atau ketika sidang di semisal. Itu kami diterima sehingga lanjut untuk dilakukan pokok perkara.

Artinya apa? Tidak semua perkara masuk di PTUN itu diterima untuk dilanjutkan.

Sangat banyak ditolak. PDIP saya perhatikan ada beberapa kali juga di semisal.

Tidak layak untuk dilanjutkan.

Nah, ini layak.

Kalau kelayakan ini berkaitan dengan memang benar nantinya ada pengadilan.

Ditemukan.

Dua hal yang saya sampaikan tadi.

Memang itu pelanggaran oleh penyelenggara negara yang bernama KPU. Cukup itu bagi saya.

Jadi sebenarnya yang diperlukan oleh tim PDIP, tim hukum PDI Perjuangan itu adalah apa nanti pertimbangan-pertimbangan hukum yang disampaikan oleh KPU?

Itu di utama. Kita tidak mau kalah menang atau tidak mungkin membatalkan keputusan MK.

Tapi ada pandangan lain bagi masyarakat ini. Bahwa terjadi beberapa dan banyak pelanggaran oleh KPU.

Sebagai penjara negara dengan kekuasaannya. Jadi negara itu tidak boleh sewenang-wenang.

Prof, saya ingin tahu pandangan Profesor Gayus mengenai keputusan MK, yang konon ini, konon ini, tidak pernah terjadi dalam keputusan sengketa PHPU pilpres itu ada dissenting opinion tiga hakim?

Bukan tidak pernah terjadi di beberapa perkara.

Dissenting bahkan sampai empat, dan empat ketika sembilan hakimnya memimpin itu.

Tetapi yang ini, saya harus mengatakan yang dissenting itu orang yang kredibel di masyarakat terhadap keputusan MK.

Hakim yang belum terlalu lama, ya. Sebut saja beberapa hakim yang kita kenal memang pandangannya kredibel.

Itu kan sebenarnya yang menjadi persoalan. Kenapa yang hakim-hakim, tiga hakim seperti ini, itu memiliki pikiran-pikiran yang dapat dipahami oleh masyarakat di dalam dissenting-nya.

Ini tinggi, tiga banding lima ini. Akhirnya cuma delapan. Jadi cukup tinggi. Tidak ada bidang satu suara saja sehingga ini bisa seimbang.

Maksud saya menjelaskan bahwa dissenting opinion keputusan tentang hasil proses pemilu ini. Ini kan cuma hasil proses. Saya tidak mengakui proses pemilu, selesai bagi saya.

Hitungan suara dari hasilnya, yes. Tapi dari pelajaran lain kan belum, termasuk pelajaran aparaturnya.

Tahapan-tahapan pemilunya. Ada dua lembaga itu diatur undang-undang masing-masing. Merujuk ke PTUN. Nah itu dissenting tempuh. Oleh karena dissenting menjadi penting. Menjadi perhatian masyarakat. Ya, saya katakan kredibel kan, ini tidak subjektif, ya.

Tapi mengatakan seorang Saldi Isa kan satu tokoh masyarakat memang yang berpikir jernih. Yang berpikir independen, bagi saya.

Prof, ini ada pendapat mengatakan ini, PDI Perjuangan ini ngisruh saja, berusaha untuk menghalang-halangi proses kenegaraan. Lalu dengan cara mengugat PTUN. Mempersoalkan Gibran Rakabuming. Jadi seolah-olah itu gak move on. Lalu ingin menghalang-halangi proses itu. Padahal Pak Prabowo setelah dinyatakan pemenang, sudah melakukan berbagai safari-safari. Bagaimana, Pak?

Tentu pandangan masyarakat bisa bermacam-macam. Kecuali kami bisa dipersalahkan, tidak mau kalah.

Kalau sudah kalah. Kalau kami tidak mendasarkan hukum yang berlaku. Melakukan tindakan-tindakan tidak berhukum yang berlaku.

Kami berdasarkan undang-undang. Yang mengatur kalau terjadi tahapan yang salah. Kalau terjadi perbuatan yang salah oleh penyelenggara.

Ini diatur undang-undang. Jadi bagi saya, jangan disorbis, harus negatif. Tunggu hasilnya dan tunggulah opini kami yang lengkap di PTUN. (tribun network/yuda)

Baca juga: Nasib Jokowi Setelah Prabowo Jadi Presiden, Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo Seri I

Baca juga: WANSIF Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Ungkap Mengapa PKS Tidak Terikat dengan Anies Baswedan

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved