WAWANCARA EKSKLUSIF

Keliling Indonesia Camper Van Tanpa Ban Serep, Kisah Pasutri Faisal dan Indri

Begitu pula dengan pasangan suami-istri, Faisal (63 tahun) dan Indri (59 tahun) di usia senjanya. Mereka melakukan perjalanan keliling Indonesia dan

|
Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
TRIBUN JAMBI
Pasangan suami istri, Faisal dan Indri, saat podcast bersama Jurnalis Tribun Jambi, M Ferry Fadly dan Tomy Kurniawan di Studio Tribunjambi.com. 

Mereka awalnya juga takut.

Tapi, ya, karena kita keras mau jalan juga, ya, sudahah, anak-anak bilang. Karena anak-anak kan sudah punya kehidupan masing-masing.

Indonesia itu indah betul.

Indonesia itu aman, sepanjang kita jalan dari pagi sampai sore saja.

Malam jangan. Jangan, karena kalau malam itu kan risikonya terlalu besar.

Ada lubang, kita enggak lihat, pencahayaan atau apa gitu kan.

Berarti kalau sore istirahat ya, Pak?

Biasanya jam sore, kita sudah cari tempat rekreasi.

Apakah itu pantai atau pegunungan atau apa danau.

Kita bermalam di situ.

Sponsornya apa, pribadi atau ada sponsor?

Alhamdulillah kita jalan sendiri, pribadi semua.

Sepanjang kita bermalamnya di mobil.

Masak di mobil itu, kita cukup mengirit Rp500.000.

Karena hotel Rp300 ribuan, makan Rp200 ribuan.

Jadi kita bisa gunakan untuk BBM.

Bisa ke mana-mana ratusan kilometer kan.

Nah, kalau untuk keliling Indonesia saja, budgetnya habis berapa.

Kalau saya hanya bisa memperhitungkan BBM.

Bensinnya berapa itu?

BBM untuk per harinya cuman hampir Rp70 ribu per hari, total.

Saya berjalan dua tahun dengan 50.000 Km, dikalilah itu, ya dikalikan.

Itu yang bisa saya ukur.

Tapi kalau yang lainnya, susah kita ngukurnya kan, karena kita bermalamnya di mobil.

Kita makannya masak.

Setiap tempat seperti ini kita sudah dijamu sama teman-teman camper van.

Jadi kalau puas batin itu dapat, silaturahmi dapat dan enggak bisa diukur dengan apa pun.

Bapak sendirian bawa mobil atau ganti-gantian?

Saya sendirian.

Alhamdulillah sanggup.

Kecepatan rata-rata kita enggak ngebut-ngebut lah, santai.

Kita biasanya jalan pukul 08.00 pagi, pukul 17.00 sore kita sudah cari tempat rekreasi, istirahat.

Nah, Bu, selama perjalanan ada tidak timbul tiba-tiba penyesalan ikut gitu?

Kita kan dua tahun itu kan ada juga pulang.

Waktu kebetulan ponakan menikah, jadi mobil kita tinggal di Lombok, kita pulang ke Jakarta pakai pesawat.

Habis itu jadi enggak sempat jenuh.

Karena kebetulan, ya, itulah ada teknologi.

Sekarang kan ada bisa video call, jadi kita itu sebagai pengobat ngantuk, kalau saya bilang.

Jadi kalau kita sudah mulai ngantuk, telepon anak kita, video call, jadi hilang ngantuknya.

Ibu basic-nya dokter. Apa bapaknya pernah kenapa-kenapa, pernah sakit tidak?

Biasa saja, sakit-sakit dikit saja, misalnya masuk angin.

Kendala yang ditemukan selama jalan di Indonesia?

Sebetulnya yang sedikit menegangkan gitu, ya, kan karena ban serep saya tidak ada.

Jadi kebetulan ban serep di bawah, ketutup sama boks.

Pas kita jalan, baru tahu.

Waduh, ban serep di dalam. Dibongkar kan enggak mungkin lagi.

Ya, kita pasrah aja.

Alhamdulillah aman-aman saja dengan alat monitor ban.

Kalau dia sudah mulai turun (angin ban), kita sudah bisa cepat-cepat atau cari ganti, dan kita ada juga alat untuk pompa.

Satu kali yang menegangkan, dari belakang kita ditabrak orang.

Kita sudah hati-hati mau masuk mau Banjarmasin, kebetulan sudah mau magrib, kita lagi cari-cari masjid.

Kita pelan padahal, sudah cukup pelan, ada lubang rupanya, di yang belakang ngantuk kali, ya.

Malah terus ditabrak. Itu yang kita takut kalau jalan malam itu.

Terus kondisi mobil bagaimana waktu itu?

Alhamdulillah, punya kita enggak masalah, yang dia punya.

Salah, ya, salah dia kan yang nabrak dari belakang.

Tapi cukup mendebarkan karena suasana malam ya, magrib ya.

Kalau misalkan untuk mobil sendiri, apakah setiap kota berhenti untuk pengecekan mesin segala macam?

Biasanya kita 10.000 kilometer kita mampir di Toyota.

Setiap Toyota welcome untuk mengecek.

Tapi kan 10.000 Km itu memang servis rutin ya.

Kalau kendala-kendala kendaraan yang berat, enggak sampai sekarang, alhamdulillah lancar-lancar.

Pengalaman pas ini kan kita sudah bicara Indonesia nih, Pak.

Waktu ke tiga negara ini, bagaimana pengalamannya?

Memang kita masuk ke Malaysia, Brunei, Timor Leste.

Kalau saya lihat, suasana baru, ya.

Dan mobil kita bisa ke negara tetangga itu, ya, luar biasa, sepanjang teman-teman mengurus karnet paspor mobil yang dikeluarkan sama IMI (Ikatan Motor Indonesia).

Jadi, pengalaman kita berdua di Malaysia Brunei itu silaturahminya luar biasa, ya, welcome mereka, mereka itu betul-betul, tamu adalah raja.

Di negara luar seperti itu, ya?

Di sana itu, Malaysia, kita 21 hari, rasanya sedikit.

Kalau bisa perpanjang sebulan lagi.

Karena cucu kelima kita mau lahir, kita terpaksa kejar-kejaran waktu pulang.

Mereka itu tahu bapak melakukan perjalanan cinta Istilahnya, ya? Kan berdua, kan romantis sekali loh.

Jadi teman-teman dari di Malaysia-Brunei maupun yang di Indonesia sendiri, itu kita sudah tergabung di grup-grup di Facebook, komunitas WA.

Jadi setiap tempat itu, tiap hari kita dapat saudara baru. Setiap hari dapat saudara baru, keluarga baru.

Dari tiga negara itu, mana yang paling jauh perjalanannya?

Paling jauh kita di Kinabalu itu, ke gunung tertinggi Indonesia Malaysia.

Sampai ke sana itu kayak Puncak, Jakarta, lah.

Tapi puncaknya Kinabalu itu jalannya cukup lebar. (rara khushshoh azzahro)

Baca juga: Saling Curi Kursi Legislatif di Jambi, Komposisi Kursi DPRD Provinsi Geser, Dominasi di Kabupaten

Baca juga: Kepala Seperti Ular Kobra, Harga Ikan Chana Puluhan Ribu hingga Jutaan Rupiah

Baca juga: Dari Kisah Mistis hingga Mancanegara, Kisah Sukses Yuda Kharsana, Guide Profesional dari Kerinci

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved