WAWANCARA EKSKLUSIF
Keliling Indonesia Camper Van Tanpa Ban Serep, Kisah Pasutri Faisal dan Indri
Begitu pula dengan pasangan suami-istri, Faisal (63 tahun) dan Indri (59 tahun) di usia senjanya. Mereka melakukan perjalanan keliling Indonesia dan
Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
KETIKA bicara tentang cara menikmati hidup, setiap orang memiliki cara masing-masing. Begitu pula dengan pasangan suami-istri, Faisal (63 tahun) dan Indri (59 tahun) di usia senjanya.
Pasangan Faisal dan Indri melakukan perjalanan keliling Indonesia berdua. Menggunakan mobil camper van, mereka memulai perjalanan ke daerah-daerah di Nusantara, bahkan keliling dunia.
Meski berusia tak muda lagi, pasangan ini tetap memiliki impian tersendiri. Bagi mereka, kehidupan merupakan sebuah perjalanan.
Bagaimana mereka melakukan perjalanan unik itu?
Berikut petikan wawancara Faisal dan Indri bersama Jurnalis Tribun Jambi, M Ferry Fadly dan Tomy Kurniawan.
Kapan awal mulanya memulai perjalanan keliling Indonesia dan negara-negara luar?
Dahulu saya petugas di Bank Indonesia Jakarta. Pada 2018, kita pensiun kembali ke Sidempuan (Sumatra Utara), balik kampung. Saya asal Aceh, orangtua Aceh, kebetulan.
Penempatan pertama saya di Bank Indonesia Sidempuan jadi dari 1986-2000.
Ketika 2019, Covid, mau ke Jakarta enggak bisa, ke Medan enggak bisa.
Ya, buka-buka YouTube, weh kok asyik ada mobil yang bisa ada tempat tidur, ada dapur.
Nah, kita coba, ayo kita coba uji coba.
Mungkin kalau teman-teman mau lihat bisa lihat di YouTube RAU 105 FM di part 21 itu ada kelihatan bentuk mobilnya.
Bentuk mobil kita di dalam bisa kita tidur di dalam mobil.
Itu mobilnya beli baru?
Alhamdulillah.
Tapi mengapa ada niatan untuk jalan-jalan, kan sudah pensiun, kan duit sudah banyak, kenapa enggak di rumah?
Kalau kita di rumah saja, tambah pikun. Jadi harus jalan-jalan biar nggak tambah pikun.
Solusinya kita jalan-jalan, kita lihat Indonesia itu indah, pemandangan bagus, mungkin dari situ lebih fresh.
Pertama kali diajak Bapak jalan, di benak ibu bagaimana ?
Awalnya saya masih takut, ya.
Karena kan kita belum tahu situasi.
Terus juga pada dasarnya belum pernah kemping-kemping gitu. Jadi itu benar-benar pertama.
Tetapi si bapak meyakinkan kalau enggak apa-apa gitu.
Kita coba, ya.
Apakah memang sifat Bapak dari awal pacaran dulu pemberani, atau pas sudah pensiun berubah tiba-tiba gitu?
Enggak, dia memang suka sesuatu yang baru. Memang sifat bapaknya dari suka petualang.
Berangkat pertama kali tahun berapa, Pak?
Kita di tanggal 6 Februari 2022.
Pertama kali berangkat itu, ya, unitnya kita ambil dari Jakarta, terus kita turun ke Sumatra dahulu. Kita start dari Sabang, Kilometer 0, baru kita keliling Sumatra.
Masuk Jawa, masuk Bali, ya, kita lanjut ke NTT. Dari NTT kita masuk ke Sulawesi.
Dari Sulawesi kita baru menyeberang ke Maluku.
Dari Maluku kita baru menyebrang ke Papua.
Dari Papua, karena itu bulan puasa lebaran, ya, kita kembali ke Jakarta dahulu.
Setelah lebaran, kita lanjut ke dari Surabaya kita lanjut ke Balikpapan.
Dari Balikpapan, masuklah kita lihat ke IKN.
Mungkin bisa dilihat di YouTube RAU FM 105 itu ada perjalanan kami ke IKN.
Kemudian dari IKN kita terus sampai ke Kaltara.
Kaltara, kita turun lagi bawah, Banjarmasin, Palangkaraya, masuk Sampit, Pangkalan Bun, Pontianak.
Dari Pontianak kita menyeberang tipis-tipislah Entikong.
Jadi Entikong itu kan masih satu daratan tuh masuk Malaysia.
Jadi di Malaysia masuk ke Brunei, dari Brunei ke Kinabalu, dari Kinabalu baru kita balik lagi ke Pontianak.
Itu pakai paspor, ya?
Pakai paspor. Jadi paspor mobil itu ada namanya karnet. Karnet itu supaya mobil kita bisa bebas akses.
Sebelum jauh menceritakan perjalanan keliling Indonesia, kan punya tiga anak. Nah, bagaimana reaksi anak-anak ketika bapak ibu mau jalan-jalan keliling Indonesia?
Reaksi mereka, ya, ini saja, yang penting hati-hati support lah.
Mereka awalnya juga takut.
Tapi, ya, karena kita keras mau jalan juga, ya, sudahah, anak-anak bilang. Karena anak-anak kan sudah punya kehidupan masing-masing.
Indonesia itu indah betul.
Indonesia itu aman, sepanjang kita jalan dari pagi sampai sore saja.
Malam jangan. Jangan, karena kalau malam itu kan risikonya terlalu besar.
Ada lubang, kita enggak lihat, pencahayaan atau apa gitu kan.
Berarti kalau sore istirahat ya, Pak?
Biasanya jam sore, kita sudah cari tempat rekreasi.
Apakah itu pantai atau pegunungan atau apa danau.
Kita bermalam di situ.
Sponsornya apa, pribadi atau ada sponsor?
Alhamdulillah kita jalan sendiri, pribadi semua.
Sepanjang kita bermalamnya di mobil.
Masak di mobil itu, kita cukup mengirit Rp500.000.
Karena hotel Rp300 ribuan, makan Rp200 ribuan.
Jadi kita bisa gunakan untuk BBM.
Bisa ke mana-mana ratusan kilometer kan.
Nah, kalau untuk keliling Indonesia saja, budgetnya habis berapa.
Kalau saya hanya bisa memperhitungkan BBM.
Bensinnya berapa itu?
BBM untuk per harinya cuman hampir Rp70 ribu per hari, total.
Saya berjalan dua tahun dengan 50.000 Km, dikalilah itu, ya dikalikan.
Itu yang bisa saya ukur.
Tapi kalau yang lainnya, susah kita ngukurnya kan, karena kita bermalamnya di mobil.
Kita makannya masak.
Setiap tempat seperti ini kita sudah dijamu sama teman-teman camper van.
Jadi kalau puas batin itu dapat, silaturahmi dapat dan enggak bisa diukur dengan apa pun.
Bapak sendirian bawa mobil atau ganti-gantian?
Saya sendirian.
Alhamdulillah sanggup.
Kecepatan rata-rata kita enggak ngebut-ngebut lah, santai.
Kita biasanya jalan pukul 08.00 pagi, pukul 17.00 sore kita sudah cari tempat rekreasi, istirahat.
Nah, Bu, selama perjalanan ada tidak timbul tiba-tiba penyesalan ikut gitu?
Kita kan dua tahun itu kan ada juga pulang.
Waktu kebetulan ponakan menikah, jadi mobil kita tinggal di Lombok, kita pulang ke Jakarta pakai pesawat.
Habis itu jadi enggak sempat jenuh.
Karena kebetulan, ya, itulah ada teknologi.
Sekarang kan ada bisa video call, jadi kita itu sebagai pengobat ngantuk, kalau saya bilang.
Jadi kalau kita sudah mulai ngantuk, telepon anak kita, video call, jadi hilang ngantuknya.
Ibu basic-nya dokter. Apa bapaknya pernah kenapa-kenapa, pernah sakit tidak?
Biasa saja, sakit-sakit dikit saja, misalnya masuk angin.
Kendala yang ditemukan selama jalan di Indonesia?
Sebetulnya yang sedikit menegangkan gitu, ya, kan karena ban serep saya tidak ada.
Jadi kebetulan ban serep di bawah, ketutup sama boks.
Pas kita jalan, baru tahu.
Waduh, ban serep di dalam. Dibongkar kan enggak mungkin lagi.
Ya, kita pasrah aja.
Alhamdulillah aman-aman saja dengan alat monitor ban.
Kalau dia sudah mulai turun (angin ban), kita sudah bisa cepat-cepat atau cari ganti, dan kita ada juga alat untuk pompa.
Satu kali yang menegangkan, dari belakang kita ditabrak orang.
Kita sudah hati-hati mau masuk mau Banjarmasin, kebetulan sudah mau magrib, kita lagi cari-cari masjid.
Kita pelan padahal, sudah cukup pelan, ada lubang rupanya, di yang belakang ngantuk kali, ya.
Malah terus ditabrak. Itu yang kita takut kalau jalan malam itu.
Terus kondisi mobil bagaimana waktu itu?
Alhamdulillah, punya kita enggak masalah, yang dia punya.
Salah, ya, salah dia kan yang nabrak dari belakang.
Tapi cukup mendebarkan karena suasana malam ya, magrib ya.
Kalau misalkan untuk mobil sendiri, apakah setiap kota berhenti untuk pengecekan mesin segala macam?
Biasanya kita 10.000 kilometer kita mampir di Toyota.
Setiap Toyota welcome untuk mengecek.
Tapi kan 10.000 Km itu memang servis rutin ya.
Kalau kendala-kendala kendaraan yang berat, enggak sampai sekarang, alhamdulillah lancar-lancar.
Pengalaman pas ini kan kita sudah bicara Indonesia nih, Pak.
Waktu ke tiga negara ini, bagaimana pengalamannya?
Memang kita masuk ke Malaysia, Brunei, Timor Leste.
Kalau saya lihat, suasana baru, ya.
Dan mobil kita bisa ke negara tetangga itu, ya, luar biasa, sepanjang teman-teman mengurus karnet paspor mobil yang dikeluarkan sama IMI (Ikatan Motor Indonesia).
Jadi, pengalaman kita berdua di Malaysia Brunei itu silaturahminya luar biasa, ya, welcome mereka, mereka itu betul-betul, tamu adalah raja.
Di negara luar seperti itu, ya?
Di sana itu, Malaysia, kita 21 hari, rasanya sedikit.
Kalau bisa perpanjang sebulan lagi.
Karena cucu kelima kita mau lahir, kita terpaksa kejar-kejaran waktu pulang.
Mereka itu tahu bapak melakukan perjalanan cinta Istilahnya, ya? Kan berdua, kan romantis sekali loh.
Jadi teman-teman dari di Malaysia-Brunei maupun yang di Indonesia sendiri, itu kita sudah tergabung di grup-grup di Facebook, komunitas WA.
Jadi setiap tempat itu, tiap hari kita dapat saudara baru. Setiap hari dapat saudara baru, keluarga baru.
Dari tiga negara itu, mana yang paling jauh perjalanannya?
Paling jauh kita di Kinabalu itu, ke gunung tertinggi Indonesia Malaysia.
Sampai ke sana itu kayak Puncak, Jakarta, lah.
Tapi puncaknya Kinabalu itu jalannya cukup lebar. (rara khushshoh azzahro)
Baca juga: Saling Curi Kursi Legislatif di Jambi, Komposisi Kursi DPRD Provinsi Geser, Dominasi di Kabupaten
Baca juga: Kepala Seperti Ular Kobra, Harga Ikan Chana Puluhan Ribu hingga Jutaan Rupiah
Baca juga: Dari Kisah Mistis hingga Mancanegara, Kisah Sukses Yuda Kharsana, Guide Profesional dari Kerinci
Saksi Kata, Anggota HMI Dikeroyok di UIN STS Jambi hingga Kepala Bocor |
![]() |
---|
Saksi Kata: Sesepuh Kenali Asam Atas Kota Jambi Siap Mati, Heran Zona Merah Pertamina |
![]() |
---|
SAKSI KATA Pasien Somasi RSUD Kota Jambi, Pengacara: Anak 4 Tahun Meninggal |
![]() |
---|
Juliana Wanita SAD Jambi Pertama yang Kuliah, Menyalakan Harapan dari Dalam Rimba |
![]() |
---|
SAKSI KATA: Pengakuan Rosdewi Ojol Jambi yang Akunnya Di-suspend karena Ribut vs Pelanggan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.