Suara Transpuan Ikut Menentukan, Tapi Kehadirannya Diabaikan
Banyak transpuan atau waria di Indonesia menanggung berbagai persoalan sepanjang hidup
Penulis: HR Hendro Sandi | Editor: Heri Prihartono
Hingga saat ini, diakui Antoni sudah ada caleg-caleg yang berusaha mendekat dan berharap dukungan dari anggota OPSI, yang juga menaungi PSK. "Ada, tapi kami tidak bisa juga memberikan janji dan menerima sesuatu. Karena OPSI tidak boleh terlibat politik apalagi sampai memihak ke satu calon," katanya.
Kelompok minoritas, khususnya transpuan yang tergabung di OPSI, diakui Antoni banyak yang tidak lagi tertarik dengan politik. Termasuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu. Satu diantara banyak alasan, adalah para transpuan kebanyakan berasal dari luar daerah, dan tidak bisa mencoblos sesuai dengan tempat dia tinggal saat ini.
"Kalau transpuan itu, kebanyakan bukan dari Kota Jambi asli. Mereka mayoritas dari daerah. Misal dari kabupaten-kabupaten yang merantau ke Jambi. Jadi mereka kadang tidak mau pulang kampung kalau cuma untuk nyoblos. Tapi bagaimana pun tidak ada alasan bagi kami pengurus OPSI Jambi menyarankan mereka untuk tetap menggunakan hak suaranya di Pemilu 2024 besok," ungkapnya.
Informasi yang diperoleh dari pemberitaan Kompas.id, pendataan berita media daring menunjukkan sebagian besar tidak berperspektif jender dan tidak melindungi hak kelompok LGBT. Pemberitaan itu berpotensi memperparah persekusi dan kekerasan terhadap LGBT.
Pemantauan dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk), dan Arus Pelangi, organisasi non-pemerintah yang membela hak LGBT, memeriksa 113 berita di media daring berskala lokal dan nasional dengan kata kunci LGBT.
Hasilnya, 100 berita menunjukkan tidak berperspektif jender, lima netral, dan delapan berperspektif jender. Media sering mengutip pernyataan yang diskriminatif dari tokoh organisasi masyarakat sebanyak 35 kali serta komentar anggota DPRD 31 kali.
Media daring itu juga banyak menggunakan diksi yang mengandung stigma, seperti LGBT perilaku menyimpang sebanyak 29 kali, LGBT dilarang oleh agama 28 kali, dan LGBT melanggar norma susila atau budaya 13 kali.
Komnas HAM menyebutkan, kaum minoritas seperti transpuan yang masuk dalam kelompok LGBT, tetap harus mendapat perhatian khusus. Dikutip dari situs resminya, Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, setelah melakukan Pra Pemilu sejak April sampai Mei 2024, mendapati adanya seruan anti-LGBT yang berpotensi untuk menggaet suara.
Bahayanya, para kondidat yang mempolitisasi LGBT tak peduli dampak yang akan didapat oleh kelompok itu. Menurut Komnas HAM, mereka bisa menyebabkan kelompok tersebut mendapat diskriminasi dan persekusi yang lebih parah. Padahal mereka tetap punya hak yang sama.
Politisasi LGBT juga menyebabkan hak-hak mereka terancam, terutama hak politik. Kelompok LGBT merasa malu dan berkecil hati ketika datang ke TPS saat memilih. Komnas HAM berharap, pemerintah dan KPU harus memberikan perhatian khusus terkait hal tersebut.
Ketua Bawaslu Provinsi Jambi, Wein Arifin mengatakan, pihaknya sudah mengadakan ada beberapa sosialisasi di tengah masyarakat, dengan harapan kelompok minoritas secara umum, yang memiliki hak pilih untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2024 ini. Apalagi mereka sesama warga negara Indonesia yang wajib diperhatikan sama dengan yang lain.
"Kita sudah melalukan sosialisasi terkait hal itu. Jadi tidak ada yang dibedakan. Kelompok minoritas seperti Waria juga sudah kita dorong agar ikut memilih nantinya," kata Wein Arifin.
Terkait adanya beberapa pengakuan dari PSK maupun Waria yang mengungkapkan lebih memilih golput, Wein minta agar pada pemilihan tahun 2024 ini, untuk menyampaikan haknya. Karena bisa jadi suara kelompok minoritas dapat menentukan seseorang terpilih menjadi anggota legislatif maupun presiden.
Memasuki tanggal pemilihan yang semakin dekat ini, belum ada laporan yang masuk ke Bawaslu menyangkut diskriminasi atau pun tekanan kepada kelompok minoritas di Jambi.
Menurut Wein, kaum transpuan juga harus diperhatikan dan jangan menjadi bahan politik. Hak mereka juga harus diakomodasi demi meningkatkan partisipasi di Pemilu 2024. Mereka juga dianjurkan menggunakan hak pilihnya sesuai dengan identitas di KTP yang dimiliki.
Wein meminta seluruh lapisan masyarakat mengawal dan menjaga keadilan pemilu, tidak terkecuali kelompok minoritas. Selain itu perlu untuk memberi motivasi mereka yang lain untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
“Peran penting kelompok minoritas seperti Waria dan lainnya dalam pengawasan partisipatif sangat dibutuhkan, sampai hari H pemilihan. Selain itu, saling memotivasi yang lain untuk berperan aktif dalam Pemilu 2024, sehingga jumlah partisipasi kelompok ini dapat meningkat,” katanya.
| PSI Yakin Kekuatan Partai Meningkat Jika Jokowi Bergabung: Apalagi Ada Bapak J, Selesai Ini Barang! |
|
|---|
| Wacana Pemakzulan Wapres Gibran Dianggap Tidak Sejalan dengan Pilihan Demokratis Pemilu 2024 |
|
|---|
| PERANGAI Haji Nurbagang Gelar Kontes Waria Berujung Viral, Kini Minta Maaf: Awalnya Cuma Iseng |
|
|---|
| Berantakan Ekonomi Dede Sunandar Imbas Gagal Nyaleg, Vicky Prasetyo: Saya Cuma Ngajak Kasih Motivasi |
|
|---|
| Bawaslu Jambi Merefleksi Pengawasan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/transpuan-ikut-Pemilu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.