Apa Itu Pemakzulan Presiden yang Sedang Ramai Dibahas? Bagaimana Syarat, Dasar Hukum dan Prosesnya?

Publik belakangan diramaikan dengan isu atau wacana pelengseran atau pemakzulan Presiden Jokowi.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Ist
Publik belakangan diramaikan dengan isu atau wacana pelengseran atau pemakzulan Presiden Jokowi. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan pemakzulan berarti berhenti memegang jabatan atau turun tahta dan dasar hukum pemakzulan Presiden tercantum dalam Pasal 7A undang-undang Dasar 1945.

TRIBUNJAMBI.COM - Publik belakangan diramaikan dengan isu atau wacana pelengseran atau pemakzulan Presiden Jokowi.

Wacana itu muncul setelah sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri sebagai petisi 100 mendatangi Menkopol hukam Mahfud MD pada Selasa (9/1/)2024

Mereka melaporkan adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.

Para tokoh yang mengajukan petisi tersebut di antaranya seperti Faisal Assegaf Marwan batubara dan Letnan Jenderal TNI Marsekal purna Wirawan Soeharto

Namun terkait adanya petisi 100 itu, Mahfud MD mengaku tak bisa menindak lanjuti laporan tersebut.

Sebab masalah tersebut bukanlah kewenangannya

Menurut Mahfud MD, laporan tersebut seharusnya disampaikan ke Bawaslu KPU dan dewan kehormatan penyelenggara Pemilu

Lalu apa itu pemakzulan Presiden dan bagaimana aturannya serta dasar hukum dalam undang-undang Dasar 1945?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemakzulan berarti berhenti memegang jabatan atau turun tahta.

Baca juga: Respon Jusuf Kalla Soal Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi

Baca juga: Dewan Pengawaas Ungkap Modus Pungli di Rutan KPK Hingga 93 Pegawai Diduga Terlibat

Baca juga: Gibran Diminta Mundur Jadi Wali Kota Solo: Imbas Cuti 3 Hari dalam Seminggu Jadi Polemik

Dasar hukum pemakzulan Presiden tercantum dalam Pasal 7A undang-undang Dasar 1945

Bunyi pasal tersebut yakni "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakayat atas usul dewan perwakilan rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden."

Adapun pemakzulan Presiden tidak terikat oleh waktu tertentu dan dapat terjadi kapan saja Kendati demikian pemaksulan presiden tak dapat dilakukan oleh kelompok tertentu dan harus diusulkan oleh DPR

Hal ini diungkapkan oleh dosen hukum tata negara Universitas Central Sudirman Purwokerto, Manunggal Kusuma wardaya pada senin 15 Januari 2024

"Jadi mau namanya forum gerakan apapun, kalau bisa menggalang dukungan dari DPR dan disetujui lalu memenuhi syarat, maka DPR dapat mengajukan usul ini ke Mahkamah Konstitusi (MK),"

Kendati demikian, mekanisme pemakzulan yang diatur dalam UUD 1945 proses waktunya cukup lama dan rumit.

Pasalnya usulan pemakzulan harus diajukan DPR dan diserahkan ke mahkamah konstitusi

Dibutuhkan waktu paling lambat 90 hari untuk mempertimbangkan usulan itu

Jika MK menyetujui maka berkas akan dikirim ke MPR untuk dipertimbangkan kembali.

Barulah saat MPR menyetujui maka presiden secara resmi dapat dimaksulkan atau turun dari jabatannya.

Hal ini disebut check and balance yang artinya saat ada lembaga yang mengusulkan lembaga lain dapat mengimbangi dan mempertimbangkan usulan.

Baca juga: Jokowi Disebut Salahgunakan Wewenang untuk Kepentingan Gibran, Bukti Pemakzulan?

Aturan dan Tahap Pemakzulan Presiden dari Pasal 7A undang-undang dasar 1945 syarat pemaksulan presiden yakni ketika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagai berikut:

-Pengkhianatan terhadap negara

- Korupsi

- Penyuapan

- Tindak Pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela

- Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden

Usulan awal pemakzulan presiden dapat diusulkan DPR yang tercantum dalam pasal 7b ayat 1 UUD NRI 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Usulan pemakzulan presiden oleh DPR dinyatakan sah apabila memenuhi syarat yang tercantum dalam pasal 7b ayat 3 UUD NRI 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Baca juga: Benarkah Presiden Jokowi Janji Angkat Jutaan PNS Jika Gibran Menang Pilpres? Ini Penjelasan Istana

Jika sudah memenuhi syarat, selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) akan meninjau kembali usulan pemakzulan presiden, tercantum dalam pasal 7b ayat 4 UUD NRI 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, selanjutnya DPR melakukan usul pemberhentian, seperti yang dalam pasal 7b ayat 5 UUD NRI 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Selanjutnya, MPR menggelar sidang untuk memutuskan usul DPR, seperti tercantum dalam pasal 7b ayat 6 UUD NRI 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

Usulan tersebut menjadi sebuah putusan apabial memenuhi persyaratan sepeti yang tercantum dalam pasal 7b ayat 7 UUD NRI 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Kunci Jawaban PAI Kelas 10 Halaman 142, Penyebaran Agama Islam

Baca juga: Saipul Jamil Didoakan Berjodoh dengan Nikita Mirzani karena Rela Batal Wudhu saat Bertemu

Baca juga: Bawa Sembako, Mobil Rescue Kemensos Dinsos Jambi Kecelakaan Tunggal di Tengah Jembatan Aur Duri II

Baca juga: Dikeroyok Orang Tak Dikenal, Lima Jari Tangan Pemuda di Bangka Belitung Putus

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved