Sidang Ferdy Sambo

Saksi Meringankan Arif Rahman Arifin Ditegur Hakim Saat Sidang: Paling Tidak Jangan Goyangkan Kaki

Hakim tegur saksi ahli yang meringan Arif Rahman Arif Arifin, terdakwa obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Capture Kompas TV
Arif Rahman Arifin, terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice 

TRIBUNJAMBI.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gelar sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Sidang tersebut dengan terdakwa Arif Rahman Arifin yang menghadirkan saksi yang meringankan atau saksi a de charge.

Dalam sidang tersebut hakim sempat menegur Setyadi Yazid, Saksi Ahli Computer Forensik dan Cryptography.

Dia ditegur lantaran duduk menyamping saat saksi ahli digital forensik, Hermansyah memberikan penjelasan.

Duduk Setyadi saat ditegur mengikuti posisi monitor yang digunakan Hermansyah.

Posisi duduknya sedikit membelakangi majelis hakim.

Melihat posisi duduk saksi itu pun membuat hakim bereaksi dan langsung menegurnya.

"Sebentar sebentar, ini pak ahli Setiyadi tolong duduknya ya," ujar Hakim Ketua, Ahmad Suhel di dalam persidangan pada Jumat (20/1/2023).

Baca juga: Kubu Ferdy Sambo Diduga Jalankan Gerakan Bawah Tanah, Mahfud MD Pastikan Jaksa Tetap Independen

"Paling tidak jangan goyang kaki dengan mengangkat kaki seperti itu tadi," lanjut Suhel.

Kemudian Setyadi meminta maaf kepada Majelis Hakim dan memperbaiki posisi duduknya.

Saat ditemui awak media di luar persidangan, Setyadi mengungkapkan tak ada niat apapun duduk dengan posisi demikian.

Menurutnya, dia hanya tak terbiasa hadir di dalam persidangan.

"Maaf pak hakim, karena tempatnya (monitor) di belakang. Jadi posisi yang enak itu begitu. Saya juga jarang-jarang ke pengadilan," ujarnya usai persidangan.

Sebagai informasi, dalam persidangan hari ini Setyadi hadir memberikan kesaksian sebagai ahli.

Dirinya menjelaskan adanya ketidak sesuaian perlakukan barang bukti dengan standar prosedur yang semestinya.

Barang bukti yang dimaksud yaitu DVR CCTV di sekitar Rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Saya lihat kalau dari 337 itu memang ada yang kurang," ujar Computer Forensik dan Cryptography, Setyadi Yazid dalam persidangan pada Jumat (20/1/2023).

Semestinya DVR CCTV sebagai barang bukti yang menyimpan data-data digital, diberikan perlakukan khusus.

Begitu diambil dari tempat kejadian perkara (TKP), DVR CCTV itu seharusnya diletakan di wadah anti-magnetik.

"Namanya sangkar faraday," kata Setyadi.

Penempatan di wadah khusus itu dimaksudkan agar menghindari gangguan petir atau listrik statis lainnya yang bisa mengurangi kualitas baran bukti.

Baca juga: Ibunda Yosua Ingin Putri Candrawati Dihukum Berat, Ronny Talapessy: Logis, Bahasa Kalbu Seorang Ibu

"Kalau ada petir dari jauh pun enggak terganggu," katanya.

Sementara kenyataannya, DVR CCTV tersebut hanya diwadahi kardus kotak dan kantong plastik hitam.

"Yang saya lihat kemarin tuh semua barang aslinya masih dipakai terus dan dibungkusnya dengan bungkus biasa," ujar Setyadi.

Ferdy Sambo Diduga Lakukan Gerakan Bawah Tanah

Kubu mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo diduga jalankan gerakan bawah tanah dalam rangka pembebasannya dari perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Dugaan tersebut disampaikan Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

Mahfud menyebutkan bahwa gerakan bawah tanah tersebut meminta terdakwa Ferdy Sambo untuk dibebaskan.

Bahkan dari kabar yang diperoleh Mahfud MD, gerakan tersebut dengan sengaja bergerilya untuk mempengaruhi vonis Ferdy Sambo.

Meski demikian, Mahfud MD menjamin Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap independen dan tak akan terpengaruh akan hal itu.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta memesan putusan Ferdy Sambo itu agar dengan huruf, tapi ada juga yang minta dengan angka," kata Mahfud MD dikutip dari Tribunnews.com

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Ferdy Sambo dibebaskan dan ada yang ingin Sambo dihukum."

"Tapi kita bisa amankan itu di Kejaksaan. Saya pastikan Kejaksaan independen, tidak berpengaruh dalam gerakan-gerakan bawah tanah itu," tegas Mahfud MD.

Jika ada yang mengatakan pelaku adalah seorang aparat hukum berpangkat Brigjen, Mahfud siap membantuu menghadapinya.

"Ada bilang, ada katanya (yang meminta Ferdy Sambo dibebaskan) seorang Brigjen dan ia mendekati si A, si B."

Baca juga: Respon Reza Hutabarat, Adik Brigadir Yosua Atas Tuntutan Putri dan Bharada E: Mendidih Darahku Bang

"Saya bilang Brigjennya siapa, suruh sebut ke saya nanti di sini saya punya Mayjen banyak kok."

"Kalau ada yang bilang dia seorang Mayjen yang mau menekan pengadilan atau Kejaksaan, di sini Saya punya Letjen, jadi pokoknya (Kejaksaan) independen," jelas Mahfud.

Mahfud mengatakan, hal ini sangat mungin terjadi.

Pasalnya banyak orang tertarik pada kasusnya Ferdy Sambo.

"Pasti ada orang yang lalu bergerak ketemu, karena orang sangat tertarik pada kasusnya Sambo," ujar Mahfud.

Soal tuntutan Jaksa kemarin, kata Mahfud, Kejaksaan Agung sudah independen.

"Saya melihat kalau Kejaksaan Agung sudah independen dan saya kawal terus jadi independen," kata Mahfud.

Rekaman CCTV Rumah Ferdy Sambo Aman

Rekaman CCTV di rumah mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan dipastikan aman meski laptop dirusak.

Rekaman tersebut dipastikan Setyadi Yazid, Saksi Ahli Computer Forensik pada sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut untuk terdakwa Arif Rahman Arifin, Jumat (20/1/2023).

Dalam ruang sidang tersebut yang kembali menjadi sorotan yakni rekaman CCTV di TKP penembakan Brigadir Yosua.

Disana saksi menjelaskan ada barang bukti yang telah dirusak berupa laptop.

Barang bukti tersebut merupakan milik Baiwuni Wibowo yang juga terdakwa dalam perkara tersebut.

Meski laptop tersebut dirusak, ahli Computer Forensik dan Cryptography, Setyadi Yazid memastikan bahwa hardisk ataupun flashdisk yang menempel pada laptop tersebut tidak rusak.

"Kalau dia dalam keadaan mati dan dipatahkan laptopnya, maka hardisknya tidak akan berubah," ujarnya dalam sidang agenda pemeriksaan saksi a de charge atau meringankan bagi terdakwa pada Jumat (20/1/2023).

Hal itu disebut Setyadi karena hardisk ataupun flashdisk memiliki case atau penutup yang melindungi.

"Kan ada case-nya yg di luar, sehinga semestinya dia bisa tahan," katanya.

Baca juga: JPU: Ricky Melucuti Senjata Brigadir Yosua Atas Kehendak Putri Candrawati

Kemudian data-data yang ada di dalamnya dapat diakses menggunakan komputer lain.

"Itu dikeluarkan dan dibaca dengan komputer lain," kata Setyadi.

Oleh sebab itu, tim penyidik mesti mengamankan hardisk atau flashdisk yang menempel pada laptop.

Selanjutnya, dilakukan analisa terhadap data-data yang tersimpan di dalamnya.

"Kalau ini (laptop) off, hardisknya langsung kita ambil, langsung kita buat image-nya dulu. Lalu hardisknya kita simpan dalam kantong tadi. Kita akan menganalisa image-nya."

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Jelang Imlek, Jumlah Penumpang di Bandara Sultan Thaha Jambi Bertambah

Baca juga: KPU Sebut Alokasi Kursi DPRD Dapil Kota Jambi dan Kerinci-Sungai Penuh Bergeser ke Daerah Ini

Baca juga: Milan Skriniar Ogah Teken Kontrak Baru di Inter Milan, Bakal Hengkang?

Baca juga: Komisi IV Minta Dinsos Jambi Tingkatkan Kegiatan Urusan Disabiltas dan Orang Telantar di Tahun 2023

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved