WAWANCARA EKSKLUSIF
WAWANCARA EKSKLUSIF Yenny Wahid Soal Garuda Indonesia, Saya Tanya Malaikat Dulu ya
Ketika masuk ke lingkaran dalam PT Garuda Indonesia Tbk sebagai Komisaris Independen, apakah Anda menemukan sesuatu yang sebelumnya nggak dilihat
Langkah koordinasi dengan penegak hukum apa saja yang sudah dilakukan?
Ada dua tujuannya internal dan eksternal. Tujuan internal memberikan pesan yang kuat bahwa tidak boleh ada lagi hengki pengki di dalam Garuda. Semua harus transparan, menegakkan GCG. Semua jelas tidak ada aneh-aneh. Nggak boleh lagi tuh menyelundupkan Brompton. Secara internal itu nggak boleh main kargo lagi.
Kalau ke eksternal kita memberikan pesan ke lessor bahwa pesawat yang disewakan ke kami punya muatan KKN.
Kalau kita teruskan kamu juga bisa kena ada konsekuensi hukumnya juga ke kalian. Untuk masalah Rolls Royce itu masuk ke ranah Kementerian Kehakiman United Kingdom. Kemudian pemerintah Inggris bertindak juga dan didenda.
Dalam catatan, ada 36 lessor yang berhubungan dengan Garuda. Sebagian diantaranya adalah lessor bermasalah karena mematok harga terlalu tinggi lalu ada unsur kickback. Kickback atau praktek yang tidak bagus ini dimulai sejak kapan?
Waduh sudah lama ya. Sudah lama sekali.
Jadi ini warisan dari masa lalu ya? Bukan karena direksi yang sekarang?
Ya betul. Karena misalnya kita punya beberapa pesawat namanya CRJ Bombardier. Pesawat ini nggak cocok sama landscape Indonesia. Bahasa mudahnya kalau diterbangkan kita rugi, apalagi diparkir lebih rugi lagi.
Diterbangkan saja, full capacity itu rugi. Apalagi diparkir, sudah bayar sewa, maintenance, bayar parkir lah macam-macam, nah kita mau mengembalikan kan susah. Nah kita ada beberapa pesawat yang seperti ini, dan sampai sekarang masih jadi beban. Ibaratnya punya perusahaan mikrolet, tapi mobilnya Lexus dan harus dicicil tiap bulan.
Menurut pengetahuan Anda, ngapain sih beli sesuatu yang nggak cocok? Apa ada pressure dari pihak lain supaya dapat sesuatu?
Itu saya tanya malaikat dulu ya, karena saya juga nggak tahu jawabannya kenapa itu. Tapi kan itu problemnya Indonesia, pengadaan barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Terjadinya memang sudah lama, bertahun-tahun sebelum saya masuk Garuda tapi bayangkan dampaknya sampai sekarang, bagaimana coba.
Ada analisa bahwa inefisiensi di Garuda karena banyak jenis pesawat yang dipakai, sehingga tidak efisien, pilotnya harus khusus, tidak mungkin diganti-ganti. Apa betul?
Pilot bukan seperti pengemudi mobil yang bisa pakai mobil sedan juga bisa pakai mobil merek lainnya. Kalau pilot sudah pegang Boeing, ya punya spesialisasi. Kalau harus pegang ATR itu beda lagi, harus training lagi dan nggak sebentar trainingnya.
Nah begitu pesawatnya nggak ada, dan problem Garuda saat ini adalah human resources. Jumlah pegawai yang banyak sekali dan ketika pesawatnya nggak ada karena sebagian dikembalikan, pilotnya masih ada dan ratusan juga. Jadi problem-problem macam ini kan harus dituntaskan semua. Jadi strategi human resourcesnya itu harus jelas mereka mau dialihkan untuk apa. (tribun network/Vincentius Jyestha)
Baca juga: WAWANCARA EKSKLUSIF Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan, Demokrasi Indonesia dan Cebong-Kampret
Baca juga: WAWANCARA EKSKLUSIF Dirut Garuda Irfan Setiaputra Soal Rp70 T dan Amanah Utang Menggunung
Baca juga: WAWANCARA EKSKLUSIF Akidi Tio Bukan Konglomerat Indonesia, Kepala PPATK Blak-blakan (Bagian II)