Berita Internasional

USAI Xi Jinping Ancam Benturkan Kepala Musuh ke Baja Bila Ganggu China, Australia Justru Menantang

Diketahui, Presiden China Xi Jinping keluarkan ancamannya kala berpidato di depan 70.000 orang di Lapangan Tiananmen pada saat memulai perayaan

Editor: Andreas Eko Prasetyo
US Navy via Reuters
ILUSTRASI. Kapal perang rudal berpemandu Angkatan Laut Australia HMAS Parramatta (FFH 154) (kiri) berlayar dengan kapal serbu amfibi Angkatan Laut AS USS America (LHA 6), kapal penjelajah peluru kendali kelas Ticonderoga USS Bunker Hill (CG 52) dan Penghancur rudal 

TRIBUNJAMBI.COM - Nampaknya ancaman Presiden China, Xi Jinping soal akan membenturkan kepala musuhnya ke tembok baja bila mengganggu Tiongkok, tidak terlalu dianggap serius Australia.

Pasalnya, Australia tampak bersiap untuk konfrontasi mematikan dengan China di Laut China Selatan.

Diketahui, Presiden China Xi Jinping keluarkan ancamannya kala berpidato di depan 70.000 orang di Lapangan Tiananmen pada saat memulai perayaan seratus tahun Partai Komunis Tiongkok.

Itu merupakan peristiwa penting dan spektakuler, sehingga dia tidak dalam mood untuk kontradiksi.

Pada saat itu, Xi Jinping dengan lantang juga memperingatkan "pengganggu" internasional yang mengusik mereka.

"Kepala mereka (akan) dibenturkan ke Tembok Baja Besar yang ditempa oleh lebih dari 1,4 miliar orang China," ancam Presiden China itu.

“Kami tidak akan pernah membiarkan siapa pun mengintimidasi, menindas, atau menaklukkan China. Tidak ada yang boleh meremehkan tekad, kemauan, dan kemampuan orang-orang Tiongkok untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial mereka,” ujarnya.

Pidato itu pun disambut pula dengan tepuk tangan meriah oleh kerumunan besar.

Presiden China Xi Jinping
Presiden China Xi Jinping (CGTN)

Tetapi meski diancam, Australia pun tampaknya tetap berniat untuk "mengganggu" China.

Seperti yang dikutip Sosok.ID dari news.com.au, Senin (5/6/2021), Australia juga telah mengirim Angkatan Laut Australia (RAN) lima kali dalam enam bulan terakhir untuk menantang pernyataan kepemilikan sepihak Beijing atas Laut China Selatan.

Negara yang ber-ibukota di Canberra itu berencana untuk melakukan beberapa misi serupa dalam beberapa minggu mendatang.

Upaya yang akan dilakukan Australia itu untuk memerangi klaim China menjadi hampir dua kali lipat dibanding tahun lalu.

Disampaikan Direktur studi pertahanan UWA Profesor Peter Deanm, Australia juga akan melibatkan diri dalam mencegah klaim Beijing atas Laut China Selatan.

“Fokus baru ini sebenarnya membawa kami kembali ke bisnis inti, yaitu Pasifik Selatan dan Asia Tenggara," ujar dia.

Direktur eksekutif LaTrobe Asia, Dr Bec Strating, turut mengatakan Canberra ingin dunia lebih terlibat di Asia Tenggara.

Australia juga menyebut mereka telah memimpin dengan memberi contoh.

Baca juga: Jepang yang Mendadak Sebut Akan Bernasib Sama dengan Pearl Harbour hingga Singgung China dan Rusia

Baca juga: Imigrasi Ngaku Tidak Tahu 20 TKA dari China Masuk Indonesia Saat PPKM Darurat Jawa Bali Diberlakukan

Baca juga: Puluhan TKA China Masuk Makassar Saat PPKM Darurat, Asrul Sani: Tutup Dulu!

“Australia telah menjadi semacam kenari di tambang batu bara,” ujarnya.

“Kami telah menjadi sasaran sanksi ekonomi Beijing sejak 2012. Jadi dunia duduk dan bertanya, 'bagaimana Australia akan menanggapi ini?'”

Terkait ancaman dari Xi Jinping itu menyebut akan membenturkan pengganggu ke "Tembok Baja Besar", Australia mungkin memiliki jawaban, yakni dengan "Armada Besi Bekas".

Itu merupakan penghinaan yang dilontarkan oleh Menteri Propaganda Nazi Joseph Goebbels pada koleksi lima kapal perusak RAN ​​tua yang telah dikirim untuk bertugas di Mediterania selama tahun-tahun pembukaan Perang Dunia II.

Pelaut Australia menerima label itu dengan bangga.

RAN modern itu tidak secara signifikan lebih besar dari saat itu.

Tapi masih sibuk di garis depan melawan otoritarianisme.

Seperti pada bulan Maret, fregat HMAS Anzac dan kapal pendukung HMAS Sirius melanggar "Nine Dash Line" China.

Anzac melanjutkan latihan dengan kapal perusak Jepang JS Akebono.

Kemudian pada bulan April, Anzac dan Sirius juga bekerja sama dengan kapal serbu amfibi Prancis FS Tonnerre dan fregat FS Surcouf di Laut China Selatan dan Samudra Hindia.

Pada bulan Mei, Anzac dan Sirius pun bergabung dengan fregat HMAS Ballarat dan HMAS Parramatta.

Kemudian, di bulan Juli, Ballarat menghabiskan seminggu di perairan yang diperebutkan dengan kapal perusak USS Curtis Wilbur.

Ini termasuk game perang meriam tembakan langsung.

Lewat Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan Australia dan China harus "melakukan hal-hal yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional, daripada melenturkan otot mereka."

Tetapi Australia nampaknya menilai China sendiri sibuk melenturkan ototnya di Kepulauan Spratly dan di sekitar Taiwan.

Sementara itu Profesor Dean mengatakan Canberra juga tidak terlalu tertarik dengan gonggongan prajurit serigala.

"Mereka akan menyebut kita antek atau apalah," ujarnya.

“Akan ada banyak retorika berlebihan seperti yang biasa kita dengar. Yang benar-benar penting adalah bagaimana PLAN (Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat) memahami gerakan ini dan meresponsnya.”

Tapi Laut China Selatan pun dengan cepat berubah menjadi kuali.

Di mana kapal perang Australia berada di tengah-tengahnya.

Baca juga: Polda Jambi Catat 57 Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan hingga Awal Juli 2021 & Data Daerah Rawan

Baca juga: Unja Mendapat Bantuan Satu Unit Ambulance

Baca juga: Perjuangan Pebalap Indonesia Mario di CEV Algarve Terhenti di Lap Empat

Beijing diketahui telah memilih kapal perang Australia dalam ancaman agresif terhadap negaranya.

Pada bulan Desember, kantor berita pemerintah China Global Times telah mengungkapkan kemarahan atas campur tangan Australia yang “jahat”.

China juga menyebut Australia sebagai anjing pemburu Amerika.

“Sebagai anjing pemburu AS, Australia harus menahan arogansinya. Khususnya, kapal perangnya tidak boleh datang ke wilayah pesisir China untuk melenturkan otot, atau (mereka) akan menelan pil pahit,” seperti dalam editorial Global Times memperingatkan.

Dr Straton mengatakan Australia sejauh ini berhati-hati dalam menyeimbangkan persamaan risiko versus imbalan. Tetapi ancaman berulang-ulang dari China bisa jadi menipis.

“Beijing sangat bersedia menggunakan taktik pemaksaan ekonomi terhadap Australia, dan itu belum secara signifikan merusak ekonomi Australia – setidaknya belum. Jadi mungkin perhitungannya telah bergeser. Tapi tentu saja, ketakutan lainnya adalah membahayakan personel dan kapal."

“Ada risiko signifikan yang terlibat dalam melakukan sesuatu yang baru dan melakukan sesuatu yang provokatif,” tambahnya.

Risiko-risiko itu pun tampaknya terus meningkat.

“Anda mendapatkan lebih banyak kapal perang, lebih banyak pesawat di sana,” Profesor Dean menjelaskan.

“Dan tentu saja, kami juga memiliki lebih banyak kapal penangkap ikan, dan kami memiliki lebih banyak kapal kontainer. Sehingga menjadi lingkungan yang lebih padat. Dan itu sendiri dapat meningkatkan risiko.”

Dia juga mengatakan Australia telah menghindari bahwa secara langsung menantang batas-batas kedaulatan, sah atau tidak.

Tapi dia menegaskan, Australia tidak mundur.

Baca juga: Begini Skenario VLH Bunuh Suaminya Sang Juragan Emas hingga MM Kekasihnya Jadi Eksekutor Pembunuhan

Baca juga: Tips Mengunggah Dokumen Persyaratan CPNS 2021, Perhatikan Tipe dan Ukuran File

Baca juga: Keutamaan Doa Tengah Malam, Lengkap dengan Waktu dan Penjelasannya

“Kami sudah berada di Laut China Selatan selama 100 tahun. Sejak Angkatan Laut Australia didirikan, itu telah menjadi bagian dari wilayah kami. Kami tidak pernah tidak ke sana. Yang baru adalah sikap agresif orang-orang China dalam menolak kehadiran kami.”

Hal itulah yang sampai membuatnya percaya bahwa Canberra harus tetap "normal".

Tak perlu merasa terintimidasi meski diusir dari Laut China Selatan.

“Saya salah satu orang yang berpikir Pemerintah Australia berturut-turut – baik Koalisi maupun Buruh – memiliki keseimbangan yang tepat. Pada dasarnya, sikap Australia adalah bahwa kami tidak akan berhenti melakukan apa yang telah kami lakukan. Tapi apa yang tidak akan kami lakukan adalah secara sepihak memprovokasi peningkatan ketegangan.”

(*)

Berita lainnya seputar China

Berita lainnya seputar Australia

SUMBER: SOSOK.ID

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved