Kisah Pengamen Puisi, Rangkaian Kata Jadi Wadah Menampung Rezeki
Pria yang sering disapa Petrus itu selalu mondar-mandir di sekitaran pantai Parangtritis dengan menenteng satu bendel kertas putih.
Saat itu perempuan yang menikmati bait-bait syair puisinya sampai meneteskan air mata.
Inti puisi yang ia bacakan kala itu berkisah tentang aborsi yang marak dilakukan oleh perempuan Indonesia.
"Jadi saya bacakan puisi itu yang intinya perempuan Indonesia kadang-kadang hamil begitu lahir diaborsi. Sedangkan di Kalimantan anak babi saja disusui. Saya ceritakan dalam puisi seperti itu," terang Petrus.
Rupanya perempuan yang sedang menikmati puisinya itu, lanjut Petrus adalah satu dari sekian pelaku aborsi.
"Saat itu juga perempuan itu menangis, karena ia sudah menikah umur 40 tahun dan sudah tidak hamil, tidak punya anak," jelas dia.
Karena karyanya itu mampu mejamah perasaan perempuan asal Bali itu, Petrus diberikan uang sebesar Rp 3 juta atas karya terbaiknya itu.
"Selesai baca puisi, saya langsung dikasih uang Rp3 juta. Saya bacakan itu di Taman Suropati, Jakarta," ujarnya.
Ia mengaku bahwa puisi tak ubahnya sebagai pisau bermata dua.
Karena menurutnya, ketika seseorang menyiratkan nasehat lewat puisi namun orang tersebut tidak melaksanakan apa yang diucapkan, maka keburukan akan kembali pada diri sendiri.
"Menurut saya puisi adalah pisau bermata dua. Ketika saya menasehati orang, tapi saya tidak melaksanakan nasehat itu, puisi itu akan balik kepada kita," ungkap Petrus.
Berdasarkan penelusuran reporter Tribun Jogja, Petrus juga aktif menulis di beberapa platform digital.
Namun sebelum aktif di media sosial, lika liku hidupnya cukup keras, hingga dirinya memutuskan untuk berpuisi di sisa usianya kini.
Keputusannya untuk menulis puisi dan melukis bermula ketika dirinya memutuskan untuk resign dari statusnya sebagai karyawan di salah satu kantor swasta di Jakarta.
"Bermula dari kondisi Deadlock (jalan buntu) dompet saya dicuri padahal baru dapat gaji. Lalu saya memutuskan lebih baik keluar saja dari perusahaan, karena betul-betul buntu. Target pekerjaan yang berat membuat saya keluar, dan mencari uang lewat puisi," jelas pria yang gemar mengenakan rosario di lehernya itu.
Sebagai penutup, Petrus pun meninggalkan syairnya kepada pembaca dengan judul Senja.