Wawancara Eksklusif
WAWANCARA EKSKLUSIF Ratumas Siti Aminah Curu Raden Mattaher: Teladani Mulai dari Diri Sendiri
10 November 2020 lalu, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada pejuang asal Jambi, Raden Mattaher.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM - 10 November 2020 lalu, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada pejuang asal Jambi, Raden Mattaher.
Gelar itu diterima melalui ahli waris sang pahlawan, Ratumas Siti Aminah yang juga cucu dari Raden Mattaher.
Beberapa waktu lalu, Tribun Jambi berkesempatan mewawancarainya di makam pahlawan berjulukan Singo Kumpeh itu. Berikut petikan wawancaranya.
Tribun: Ada makam siapa saja yang berada di sekitar makam Raden Mattaher?
Ratu: Di sini ada makam, mulai dari datuknya datuk Raden Mattaher, Sultan Machmud Fachruddin atau Sultan Keramat.
Baca juga: Wawancara Eksklusif: Jambi Greeneration Komunitas Peduli Lingkungan Ajak Terapkan Hidup Minim Sampah
Baca juga: Wawancara Eksklusif Bersama Ketua IDI Jambi Deri Mulyadi: Bicara Pandemi Tidak Mungkin One Man Show
Baca juga: EKSKLUSIF: Kemenhub Siapkan Jakarta & Surabaya Jadi Hub Pendistribusian Vaksin Covid-19
Sultan Keramat punya anak namanya Pangeran Adi Tuo. Pangeran Adi punya anak namanya Pangeran Kusen.
Pangeran Kusen itu yang punya area yang ada di sini. Selain itu juga ada saudara-saudaranya, keluarganya juga. Makanya di sini dibikinlah Taman Rajo-rajo.
Tribun: Kenapa Raden Mattaher yang diketahui meninggal di Muara Sebo, tapi dimakamkan di Jambi?

Ratu: Karena ini adalah Taman Rajo-rajo yang dibikin bapaknya Raden Mattaher. Itu ada dalam sejarah.
Tribun: 10 November kemarin pejuang asal Jambi, Raden Mattaher dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Siapa sebenarnya Raden Mattaher ini?
Ratu: Raden Mattaher ini panglima perang kakeknya, Sultan Thaha. Sultan Thaha itu adik dari datuknya Raden Mattaher.
Tribun: Apa saja perjuangan Raden Mattaher yang dilakukan sang pahlawan semasa hidupnya?
Ratu: Dia panglima perang ketika datuknya, Sultan Thaha masih ada. Ketika datuknya wafat, dia melanjutkan perjuangan. Beliau menenggelamkan kapal.
Beliau tidak pernah mau lari, tapi tidak bisa ditemukan. Sebetulnya beliau tidak bisa ditemukan, tapi karena ada pengkhianatan dari keluarga sendiri, makanya persembunyiannya bisa ditemukan. Dia meninggalnya bukan ditembak, tapi dipukul.
Tribun: Sang pahlawan begitu sulit dikalahkan. Apa yang kemudian menjadi titik lemah Raden Mattaher sehingga gugur saat itu?