Berita Jambi
Wawancara Eksklusif: Jambi Greeneration Komunitas Peduli Lingkungan Ajak Terapkan Hidup Minim Sampah
Komunitas ini bergerak untuk memperhatikan lingkungan, terutama sampah. Saat ini, mereka tengah gencar mengajak masyarakat
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Melihat kondisi lingkungan di Kota Jambi membuat hati Suci Wulandari (23) tergerak. Bersama teman-temannya, dia membentuk komunitas Jambi Greenatarion.
Komunitas ini bergerak untuk memperhatikan lingkungan, terutama sampah. Saat ini, mereka tengah gencar mengajak masyarakat untuk menerapkan gaya hidup minim sampah.
Berikut obrolan Tribun Jambi bersama Suci Wulandari, Ketua Jambi Greenatarion.
Tribun: Jambi Greeneration itu apa sih?
Suci: Jambi Greeneration itu komunitas yang peduli terhadap lingkungan, khususnya sampah. Jadi, saat ini kami fokus untuk mengajak masyarakat untuk menerapkan gaya hidup minim sampah.
Tribun: Sejak kapan terbentuknya, dan kenapa terpikir membentuk itu?
Suci: Akhir 2018, tepatnya 12 Desember. Awalnya belum terpikir sih. Percaya enggak percaya, saya kan waktu itu baru lulus, lagi gabut. Lihat-lihat media sosial, instagram. Rupanya ada gaya hidup minim sampah. Nah, dari situ saya pikir, kenapa enggak saya terapkan saja.
Baca juga: Horeee! 5 Zodiak Ini Diramal Bakal Sukses dan Kaya Raya di Akhir Tahun 2020
Baca juga: Aksi Kamisan Pertama di Jambi Dilakukan di Simpang BI, Usung Jargon Jegal Omnibus Law Sampai Gagal
Baca juga: Chord Gitar dan Lirik lagu Titip Rindu Buat Ayah Dari Ebiet G Ade, Di Matamu Masih Tersimpan
Tribun: Anggotanya sudah berapa, dan siapa saja?
Suci: Sekitar 30 orang, dari berbagai latar belakang, sih. Ada yang dari akuntansi, ada yang dari kehutanan, dan latar pendidikan lainnya. Tapi rata-rata, mereka di Kota Jambi.
Tribun: Apa yang melatarbelakangi kamu untuk membentuk Jambi Greeneration?
Suci: Saya merasa perlu untuk mengajak kita semua, khususnya masyarakat Kota Jambi, untuk menerapkan gaya hidup minim sampah. Kita tidak mungkin membiarkan sampah terus menumpuk, atau dibuang sembarangan.
Tribun: Omong-omong, apa ini berkaitan dengan latar pendidikan?
Suci: Bisa dibilang, iya. Kebetulan S1 saya Teknik Lingkungan di Universitas Andalas. Alhamdulillah, saat ini juga melanjutkan untuk kuliah di jurusan yang sama, di kampus yang sama, untuk S2. Saya berpikirnya, saya ini teknik lingkungan, lho. Apa yang kira-kira bisa saya lakukan untuk Jambi, untuk tempat tinggal saya? Makanya, saya ajak kawan-kawan, supaya saling mendukung untuk sama-sama mengajak masyarakat untuk lebih peduli lagi ke lingkungan. Salah satunya dengan menerapkan gaya hidup minim sampah ini.
Tribun: Lingkup kegiatan Jambi Greeneration di mana saja?
Suci: Saat ini kita fokus di Kota Jambi dulu.
Tribun: Kamu pernah ikut program pertukaran mahasiswa ke Jepang. Apa kamu punya perbandingan mengenai pengelolaan sampah di Jepang dengan di Jambi?
Suci: Perbandingannya ya, beda banget. Jadi di sana itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, khsusnya dari sampah rumah tangga, itu sudah cukup tinggi. Mereka harus bisa mengatur kapan membuang sampah.
Tribun: Bagaimana perspektif masyarakat di Jepang terhadap sampah? Apa ada aturan-aturan yang harus dipatuhi?
Suci: Jadi mereka itu, ada waktu-waktu tertentu untuk buang sampah. Sampah basah dan sampah kering itu beda, dipisah, dan jadwal penjemputan sampahnya juga beda. Jadi ya, mereka harus pikir-pikir lagi kalau mau menghasilkan sampah. Terus untuk buang sampah itu, mereka punya plastik khusus. Mereka buang sampah saja butuh modal. Makanya, sampah di Jepang itu, minim banget.
Tribun: Kamu pernah lalai enggak, dalam mengikuti aturan kebersihan di Jepang?
Suci: Ha-ha-ha ... pernah, ada dua kali kalau enggak salah. Waktu itu kelewatan waktunya. Jadi misalnya nih ya, penjemputan sampah itu ada yang sekali seminggu. Dijemputnya misalnya jam 7.00 pagi. Kalau lewat jadwalnya ya, habis yang hari itu. Tunggu jadwal selanjutnya, minggu depannya. Ada juga yang berapa hari sekali dijemput sampahnya. Ya, tergantung. Tapi kalau lewat, ya sudah. Tunggu jadwal selanjutnya.
Tribun: Apa ada pengalaman lain selama di Jepang, yang berkesan banget buat kamu?
Suci: Jepang itu dikenal dengan disiplin banget. Jadi waktu itu saya pernah mau pulang. Aturannya kan bus ke tempat penginapan saya itu ada tiga, dilihat dari warna sama nomor busnya, tapi saya cuma ingat satu. Ya, saya tunggu satu itu. Pas saya naik, saya kan terus, cuma di pengumumannya sudah mau masuk ke pemberhentian terakhir. Duh, ini berarti kelewatan. Malah itu bus terakhir kayaknya, karena sudah habis jam operasional. Sampai pas berhenti, sopirnya tanya pakai bahasa Jepang. Karena kurang paham, saya sebut nama kota tempat saya tinggal. Terus dia bilang, oh, sudah lewat. Untungnya dia bersedia antar saya. Pas di tengah jalan kan, ada bus lain. Dia antarkan saya ke bus itu, jadi saya pindah bus. Kan sebelum turun saya bayar, tapi dia tolak. Dia bilang, jam operasionalnya sudah habis juga. Itu saya hampir banget tersesat di negeri orang.
Baca juga: Chord Kunci Gitar dan Lirik Semangat Baru - Ello Ipang Berry dan Lala: Bukalah bukalah semangat baru
Baca juga: Chord Gitar dan Lirik lagu Titip Rindu Buat Ayah Dari Ebiet G Ade, Di Matamu Masih Tersimpan
Baca juga: Rekomendasi Beli HP Android di Sarolangun, AK Phone Buka Cabang di Pasar Atas
Tribun: Di Jambi, apa saja kegiatan Jambi Greeneration?
Suci: Kegiatannya itu banyak, ya. Kita terus sosialisasi, mengampanyekan pengurangan penggunaan sampah plastik. Terus juga kita ada kegiatan kayak pembersihan enceng gondok di Danau Sipin. Banyak sih. Kita juga menggandeng SKPD untuk sama-sama menjaga lingkungan, misalnya kayak Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi. Kita sering kolaborasi. Sama sekolah-sekolah juga ada kita buat kegiatan, sama anak-anak. Kita pengin menanamkan kebiasaan menjaga lingkungan, termasuk gaya hidup minim sampah, sejak dini.
Tribun: Kenapa sampah plastik menjadi perhatian khusus?
Suci: Sampah plastik ini kan susah diolah, ya. Kemudian juga kadang secara tidak sadar, kita sudah membuang sampah plastik, walaupun itu kecil. Misalnya, pipet. Kita coba ajak dan mulai dari diri sendiri untuk tidak menggunakan pipet. Kadang orang pikirnya, alah, cuma saya sendiri doang. Bayangkan kalau seribu orang pakai pipet, sejuta orang pakai pipet, kan jadi banyak. Apa salahnya kita pikir, ini saya tidak pakai pipet plastik, bayangkan sejuta orang tidak pakai pipet.