Wawancara Eksklusif
WAWANCARA EKSKLUSIF Ratumas Siti Aminah Curu Raden Mattaher: Teladani Mulai dari Diri Sendiri
10 November 2020 lalu, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada pejuang asal Jambi, Raden Mattaher.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
Ratu: Kelemahan datuk (Raden Mattaher) itu, juga kekuatannya, ada di kelingking. Makanya dipisahlah kelingkingnya.
Makamnya (kelingking) ada di Muara Sebo, tapi makam datuk ada di sini. Tapi kuasa Allah, ketika jasad datuk mau dikuburkan, semuanya (sudah ditemukan) lengkap.
Tribun: Apa taktik yang dilakukan Raden Mattaher, sehingga begitu sulit dikalahkan?
Ratu: Beliau dikenal dengan taktik gerilya. Punya pasukan siluman. Beliau digelar Singo Kumpeh saking ganasnya.
Tribun: Kenapa digelari Singo Kumpeh? Siapa yang menyematkan gelar itu pertama kali?
Ratu: Penyematan gelar Singo Kumpeh itu dari Belanda, bukan kita yang kasih gelar. Jadi ada koran-koran Belanda, itu diklipin. Kita dapat dari koran Belanda, tulisan-tulisan Belanda, dari sanalah diketahui beliau ini berjulukan Singo Kumpeh.
Raden Mattaher ini licik, licin, dan cerdas. Kadang dia bisa berubah menjadi apa saja. Ada yang bilang dia bisa berjalan di atas air.
Padahal kalau menurut kami, kemungkinan itu ikan tapah. Makanya kami keturunannya tidak boleh makan ikan tapah.
Tribun: Wilayah mana saja yang dijelajahi Raden Mattaher pada masa lalu?
Ratu: Hampir semua wilayah di Jambi ini, Raden Mattaher berperang. Mulai Sarolangun, Tebo, Bungo, Tembesi, termasuk sampai ke Pulau Berhala. Dia tidak hanya ikut berperang, tapi juga memimpin peperangan.
Tribun: Apa yang membuat ahli waris memperjuangkan gelar pahlawan nasional untuk Raden Mattaher?
Ratu: Kami masih kecil dulu sering dibawa ke sini. Terus jalan sama bak (bapak). Bak cerita tentang datuk. Namanya anak kecil pengin tau, datuk itu orangnya seperti apa. Setelah saya bisa baca, bak kasihkan dokumen-dokumen.
Ketika Sultan Thaha diangkat jadi pahlawan nasional, sebetulnya Raden Mattaher juga diusulkan, tapi bapak saya tidak bisa apa-apa. Jadi bapak saya kasihkan dokumen itu.
"Coba, Nak. Kalau kau sudah besak, kau baco-baco ini. Macam mano datuk kau biso jugo biso dihargoi seperti Sultan Thaha. Perjuangkan Nak yo, datuk kau." Kira-kira begitulah kata bapak saya dulu.
Tribun: Kapan mulai mempersiapkan persyaratan yang dibutuhkan untuk pengajuan Raden Mattaher sebagai pahlawan nasional?