Kisah Yohana Marpaung Fasilitator Pendidikan Orang Rimba, Bergelut dengan Alam dan Budaya Baru
Menjadi fasilitator pendidikan bagi anak-anak Orang Rimba di pedalaman Provinsi Jambi memberi pengalaman tak ternilai bagi Yohana Marpaung
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Suang Sitanggang
Setiap turun ke lapangan, selalu ada pelajaran baru. Meski sempat mengeluh karena kenakalan anak-anak, tapi anak rimba tidak mengenal dendam. Ketika seorang anak dimarahi, dia tahu kita marah, dia akan pergi.
Tapi tidak lama kemudian, dia akan datang lagi ke tanpa ada muka merasa kesal atau menyimpan dendam. Marahnya cepat, baiknya juga cepat. Justu akhirnya Yohana menganggap itu lucu.
Saat memilih jadi fasilitator, timbul pertanyaan di keluarganya. Namun, akhirnya mereka mengerti apa yang Yohana lakukan.
Ayahnya hanya berpesan agar bertanggung jawab dalam tugasnya, sementara ibunya belakangan ikut belajar banyak hal melalui orang rimba.
Di sela-sela aktivitasnya, Yohana acap melakukan panggilan video. Dia menampakkan kehidupan orang rimba melalui layar gawainya.
Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Kata Yohana, ada tradisi yang masih teguh dipegang orang-orang rimba.
Setiap anak lahir, ada pohon yang ditanamkan sebagai akta lahir anak. Secara tidak langsung, apa yang dilakukan masyarakat Suku Rimba merupakan reboisasi hutan.
Ketika banyak orang membalak, mengambil-ambil kayu, mereka sampai sekarang, meski tinggal lagi tinggal di rimba, tetap ada pohon lahirnya.
Bahkan, jika orang rimba belajar dan merantau, saat dia kembali, dia pasti mengenal pohon kelahirannya. (Tribunjambi.com/Mareza Sutan A J)