Kisah Yohana Marpaung Fasilitator Pendidikan Orang Rimba, Bergelut dengan Alam dan Budaya Baru
Menjadi fasilitator pendidikan bagi anak-anak Orang Rimba di pedalaman Provinsi Jambi memberi pengalaman tak ternilai bagi Yohana Marpaung
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Suang Sitanggang
Ketika sedang semangat, sesulit apa diberikan, walau mereka tidak bisa, mereka pasti minta lagi. Buat lagi sampai bisa.
Sayangnya, ketika malas, sebaik apa pun cara membujuknya, mereka tetap menolak.
"Kalau lagi mood, mood banget. Kalau lagi enggak, enggak banget. Mereka belajarnya kayak begitu," ujar Yohana.
Anak-anak rimba biasanya belajar di sudung, sebutan untuk rumah mereka yang terbuat dari kayu dan ditutupi terpal.
Dahulu, sudung terbuat dari tiang-tiang kayu yang dindingnya kulit-kulit kayu dan atapnya dari daun-daun. Sudung menjadi rumah mereka, menjadi tempat untuk sehari atau beberapa hari.
Belajar di rimba sama seperti belajar di alam. Pernah sekali waktu akhir tahun saat awal bergabung di Warsi, sekitar rimba sedang musim buah.
Saat mengajar, tiba-tiba ada durian jatuh, anak-anak sontak kabur semua.
Namun itu tidak bikin Yohana memarahi mereka. Dia menjadikan durian sebagai alat belajar. Misalnya, kata dia, dua biji durian ditambah dua biji durian, hasilnya empat biji.
"Segala sesuatunya bisa kita jadikan untuk pembelajaran. Apa yang ada itu harus bisa jadi bahan ajarnya," ungkapnya.
Satu lagi, anak-anak rimba tidak ada jadwal belajar. Bahkan, ketika tengah malam ingin belajar, mereka akan membangunkan fasilitator. Awalnya memang sulit, tapi lama-kelamaan Yohana terbiasa.
Pendidikan untuk anak-anak rimba pada dasarnya untuk baca tulis hitung, agar mereka tidak diloloi atau ditipu oleh orang luar.
Namun belakangan, KKI Warsi juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, sehingga anak-anak rimba sudah belajar di sekolah formal.
Ada ratusan anak rimba yang masuk ke sekolah formal, mulai dari SD, SMP, hingga SMK. Ada juga yang masuk jenjang kuliah, meski jumlahnya belum banyak.
Tahun lalu juga sudah didirikan yayasan pendidikan baru, PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat). Itu menjadi wadah buat orang rimba. Bukan sekadar baca tulis hitung, tapi juga bagaimana peningkatan kemampuan ekonominya.
Di situ menjadi tempat menampung hasil hutan dari orang rimba, yang kemudian dibantu jual.
Meski ada kesulitan yang dihadapi, Yohana mengaku, dirinya tidak mengeluh. Dia menganggap itu tantangan yang harus dia taklukkan.