Kisah Yohana Marpaung Fasilitator Pendidikan Orang Rimba, Bergelut dengan Alam dan Budaya Baru

Menjadi fasilitator pendidikan bagi anak-anak Orang Rimba di pedalaman Provinsi Jambi memberi pengalaman tak ternilai bagi Yohana Marpaung

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI/MAREZA/SUANG
Jurnalis Tribun Jambi saat wawancara dengan Yohana Marpaung, di perpustakaan KKI Warsi, Jumat (6/11/2020) 

Masih sangat tradisional. Sampai sekarang pun, kata dia, setiap masuk ke rombongan baru itu selalu ada hal baru yang dia temui.

Saat awal masuk rimba, dia mulai belajar memahami bahasa Suku Rimba.

Menurutnya, bahasa rimba susah-susah gampang. Bahasa perempuan dan bahasa laki-laki itu berbeda.

Bahasa yang belum menikah dan sudah menikah juga berbeda.

Beruntungnya, Yohana ditempatkan sebagai fasilitator pendidikan yang mengajar anak-anak. Ketika dia salah bicara, anak-anak rimba akan mengajari bahasa yang laik digunakan.

Butuh sekitar tiga bulan untuk perempuan Batak ini fasih melafalkan bahasa rimba, mengingat logat dan aksen bahasanya yang jauh berbeda.

Pengalaman itu kemudian menjadi keseruan bagi Yohana. Setiap anak dan setiap rombongan punya perbedaan, yang jadi tempat dia belajar.

Namun, mengajar di rimba bukan tidak punya tantangan.

Lokasi antarrombongan yang jauh dan medan yang sulit, cukup menguras tenaga. Apa lagi ketika harus menggendong carier yang berisi persediaan makanan, buku-buku, dan peralatan lainnya.

Masyarakat Suku Rimba juga hidup seminomaden. Tingkat mobilitas mereka tinggi. Jika bulan ini mereka hidup di suatu lokasi, belum tentu mereka tetap di sana bulan depan.

Yohana menuturkan, mereka punya rasa ingin tahu yang luar biasa. Ambil contoh, misalnya, ketika Yohana mengetik di laptopnya, membuatkan akta lahir untuk anak-anak rimba.

Mereka penasaran dan bertanya, siapa yang memindahkan huruf-huruf di keyboard ke layar. Hal sama juga terjadi ketika Yohana mencetak akta lahir tersebut. Mereka bertanya, "siapo nang bewo huruf-huruf ko kemari?"

Pengalaman Yohana saat bersama anak Rimba di ibu kota juga menggelitik.
Kata Yohana, mereka sampai berkali-kali keluar-masuk mal, hanya karena pintu mal bisa terbuka otomatis.

Mereka sampai tanya, "siapo nang bukak pintu ake ni?" Aih, sederhana sekali kebahagiaan mereka.

Rasa ingin tahu itu juga yang menjadikan semangat belajar anak-anak rimba sangat tinggi.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved