Wawancara Eksklusif Tribun Jambi
Transkrip Lengkap Pandangan Walhi Jambi Atas UU Cipta Kerja: Proses Tertutup & Isu Kerusakan LH
Pengesahan RUU Cipta Lapangan Kerja atau juga dikenal dengan Omnibus Law pada Senin (5/10/2020) lalu memantik reaksi dari berbagai kalangan.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
Tribun: Sejauh ini, apa ada catatan Walhi terkait permasalahan terkait Amdal, sebelum pengesahan RUU Cipta Kerja?
Rudiansyah: Kami mencatat dari sisi bencana ekologisnya. Dari catatan Walhi, setiap tahun permasalahan dari segi ekologis ini terus meningkat 10-15 persen.
Kalau kita lihat, proses awal perusahaan mendapatkan izin dari pemerintah itu tidak dilakukan dengan baik.
Misalnya, usaha apa yang mereka lakukan, dampak apa yang terjadi di masyarakat, termasuk benefit apa yang akan diterima masyarakat.
Sehingga, dampak yang terjadi, Jambi mengalami bencana ekologis.
Tribun: Di Jambi, bencana ekologis yang paling sering terjadi apa saja?
Rudiansyah: Yang setiap tahun terjadi itu karhutla. Artinya, polusi udara di Jambi, itu berdampak pada kesehatan masyarakat.
Kualitas lingkungan hidup, air itu menjadi masalah masyarakat. Kebanyakan itu terjadi di wilayah gambut.
Selain itu, kualitas lingkungan yang tidak baik akibat alih fungsi kawasan dan aktivitas ilegal yang tidak memiliki korelasi dengan upaya pemeliharaan lingkungan juga menjadi problem bagi masyarakat di kawasan lain.
Sehingga, bencana ekologis yang disebabkan kerusakan lingkungam terus terjadi, baik itu banjir, longsor, mau pun kebakaran hutan dan lahan.
Tribun: Apakah aktivitas ilegal akan semakin marak terjadi?
Rudiansyah: Yang kami khawatirkan, justru aktivitas yang sebelumnya ilegal, justru memperoleh izin.
Alasannya, karena dengan adanya omnibus law, proses perizinan dipermudah.
Tribun: Kondisi tutupan hutan di Provinsi Jambi terus berkurang.
Apakah UU Cipta Kerja akan mempercepat rencana pembukaan sejumlah jalan, termasuk di kawasan taman nasional, sehingga mengurangi tutupan hutan?
Rudiansyah: Batasan 30 persen dalam undang-undang nomor 41 tahun 1999 jelas ada, namun dalam omnibus law ini tidak ada lagi.
Yang menjadi celakanya di sini.
Artinya, upaya mempertahankan fungsi hutan sebelumnya, kini tidak ada lagi.
Bisa saja taman nasional dialihfungsikan, walaupun persyaratan di taman nasional cukup tinggi.
Tribun: Bagaimana gejolak yang terjadi di internal Walhi atas keluarnya UU Ciptaker ini?
Bagaimana penolakan yang dilakukan semasa RUU, dan apa rencana selanjutnya?
Rudiansyah: Sikap Walhi secara organisasi dari 28 provinsi dan satu Walhi Nasional, sepakat menolak.
Kami mengecam pengesahan RUU Cipta Kerja ini, karena proses pengesahan merupakan proses yang inkonsistusional dan tidak demokratis, karena proses yang dilalui tidak pernah melibatkan partisipasi publik.
Padahal, konstitusi mengatakan, setiap undang-undang yang dibuat harus bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
Tribun: Analisis Walhi, siapa yang paling diuntungkan dalam RUU Cipta Kerja ini?
Rudiansyah: Jelas, ini karpet merah bagi invetasi.
Yang paling diuntungkan di sini adalah para investor, karena syarat-syarat ketat di dalam aspek lingkungan hidup, aspek partisipasi publik, diturunkan kualitasnya.
Bahkan, ada beberapa pasal itu dikaburkan dan dihilangkan seakan-akan investor tidak memiliki hambatan lagi dalam melakukan usaha.
(Tribunjambi.com/ Mareza Sutan A J)