Bepanau dan Nukik, Meretas Jalan Emansipasi Perempuan di Kelompok Orang Rimba Jambi

Dua orang gadis muda rimba, Bepanau (13) dan Nukik (14), yang terdaftar sebagai murid SDN 191 Air Panas

Editor: Suang Sitanggang
KKI WARSI UNTUK TRIBUN JAMBI
Bepanau (13) dan Nukik (14), dua gadis rimba sedang mengikuti ujian kenaikan kelas 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Dua orang gadis muda rimba, Bepanau (13) dan Nukik (14),  yang terdaftar sebagai murid SDN 191 Air Panas Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Provinsi Jambi akhirnya mengisi lembaran ujian kenaikan kelas.

Bepanau saat ini kelas dua sedangkan Nukik kelas satu. Masa Ujian Sekolah yang berlangsung di tengah pandemi ini dilangsungkan ‘di rumah” masing-masing, sesuai kebijakan pemerintah.

Berbeda dengan anak rimba laki-laki yang sudah sekolah formal selama pandemi masih setia belajar dengan fasilitator KKI Warsi di kantor lapangan Warsidi pinggir Taman Nasional Bukit Dua Belas, tepatnya di Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Sarolangun.

Selama masa ujianpun anak laki-laki mengikuti ujian sesuai dengan jadwal yang diberikan sekolah.

Sedangkan kedua anak perempuan ini masuk ke dalam rimba, mengikuti orang tuanya di KedudungMuda, Taman Nasional Bukit Duabelas.

Di massa pandemi ini Orang Rimba giat menanam tanaman pangan. Bepanau dan Nukik yang merupakan anak Tumenggung Ngripikut bersama orang tuanya menanam ubi di dalam rimba.

Fasilitator pendidikan KKI Warsi, Yohana yang bertanggung jawab untuk anak-anak rimba yang sekolah untuk mengikuti ujian sempat berencana untuk menyusul mereka masuk ke dalam rimba untuk mengantarkan soal ujian.

“Aku targetnya selesai dulu dampingi semua anak yang sudah ada di kantor lapangan mengerjakan soal, sementara untuk anak-anak yang masih di dalam akan ku susul. Tapi sebelum aku menyusul anak-anak ini sempat juga aku pesankan ke orang rimba yang masuk ke dalam untuk bisa Bepanau dan Nukikkeluar dulu. Untungnya Kamis (18/6) mereka sudah keluar dan langsung bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan pihak sekolah,” kata Yohana Marpaung.

Yohana Marpaung merupakan fasilitator pendidikan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Selama ini KKI Warsi mendampingi pendidikan Orang Rimba, baik sekolah formal atapun sekolah alternatif yang digelar di dalam rimba.

Begitu anak-anak perempuan ini keluar, Yohana langsung memberi tahu mereka soal ujian. Butuh waktu untuk menyegarkan kembali ingatan mereka pada pelajaran.

“Ada beberapa istilah dalam soal yang mereka tidak mengerti jadi dijelaskan dulu baru mereka mengerjakan soalnya,” kata Yohana.

Kedua anak perempuan yang sekolah di SD ini sejatinya merupakan kebanggaan tersendiri. Sebelumnya anak perempuan terutama di Orang Rimba Taman Nasional Bukit Duabelassangat terlarang untuk sekolah di luar.

Butuh perjuangan panjang untuk meyakinkan Orang Rimba untuk pendidikan.

Awalnya tahun 1998 mereka hanya mau sekolah di dalam rimba dan itu hanya ditujukan untuk yang sudah remaja dan dewasa, tidak izinkan anak-anak.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved