Siapa Sebenarnya Ayah dari Djaduk Ferianto? Bukan Orang 'Sembarangan' di Yogyakarta dan Keraton
Walaupun lahir dari keluarga ningrat, keluarga tersebut harus menghadapi kenyataan hidup yang sulit akibat dari hukuman Kuranthil
Ayahnya, Bagong Kussudiardjo mengganti namanya dengan Djaduk yang artinya unggul.
Ia selalu ditemani radio yang sering menyiarkan pertunjukan wayang. Tidak lupa juga buku cerita wayang yang selalu ada di sampingnya.
Kemudian ia bercita-cita menjadi dalang, bahkan pernah belajar mendalang. Lingkungan masa kecilnya di Tedjakusuman, Yogyakarta yang dekat dengan kesenian sangat mendukung kariernya di bidang musik, juga teater.

Djaduk pernah mendirikan Kelompok Rheze yang pada 1978 pernah dinobatkan sebagai Juara I Musik Humor tingkat Nasional, mendirikan Kelompok Musik Kreatif Wathathitha.
Pada 1995, bersama dengan kakaknya, Butet Kertaradjasa dan Purwanto, mendirikan Kelompok Kesenian Kua Etnika, yang merupakan penggalian atas musik etnik dengan pendekatan modern.
Pada 1997, Djaduk mengolah musik keroncong dengan mendirikan Orkes Sinten Remen.
Salah satu hal yang pernah mengganjal Djaduk adalah label lokal dan nasional. Ia mengalami diskriminasi itu sejak 1979.
Djaduk baru bisa masuk industri (nasional) tahun 1996, setelah muncul di acara Dua Warna RCTI. Maka ketika Djaduk banyak menerima job tingkat nasional, ia tetap bertahan sebagai orang lokal. Tak akan menetap atau berdomisili Jakarta, meski frekuensi tampil di ibu kota sangat tinggi. Djaduk dan kelompoknya tetap berada di Yogya.
Siapa sebenarnya Bagong Kussudiardja
Bagong Kussudiardja lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928 – meninggal di Yogyakarta, 15 Juni 2004.
bagong merupakan seorang penari, koreografer, pelukis dan aktor Indonesia.
Dia telah melahirkan banyak karya berupa sketsa, lukisan, dan berbagai macam tarian.
Bagong Kussurdiardja lahir pada hari Selasa Kliwon, 9 Oktober 1928. Beliau lahir dari ayah yang bernama Raden Bekel Atma Tjondro Sentono dan ibu yang bernama Siti Aminah. Bagong sendiri merupakan anak kedua. Saudara kandung lainnya adalah Kus Sumarbirah, Handung Kussudyarsana, dan Lilut Kussudyarto. Latar belakang keluarga Bagong Kussurdiardja memiliki garis lingkaran kebangsawanan Keraton Yogyakarta.
Ayahnya adalah putra dari G.P.H. Djuminah yang merupakan kakak Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.
Walaupun lahir dari keluarga ningrat, keluarga tersebut harus menghadapi kenyataan hidup yang sulit akibat dari hukuman Kuranthil yakni sejenis hukuman pengasingan atau kurungan rumah.