DAUN Ini 10X Lebih Berbahaya dari Kokain, BNN Usul Sebagai Narkotika Kelas 1: Ratusan Pernah Tewas
TRIBUNJAMBI.COM - Belum lama ini Badan Narkotika Nasional (BNN) mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan agar
TRIBUNJAMBI.COM - Belum lama ini Badan Narkotika Nasional (BNN) mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan agar menetapkan daun kratom (Mitragyna speciosa) sebagai narkotika golongan I.
Apalagi, menurut BNN, daun ini juga dianggap 10 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan dengan kokain dan ganja.
Kratom sendiri meruoakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara alami di Indonesia.
Menurut Dailymail pada Jumat (8/2/2019), tanaman ini diklaim berasal dari Kalimantan.
Baca: 28 Warga Kerinci di Wamena Tiba di Kampung Halaman di Sungai Penuh, Dsambut Wako AJB
Baca: PENDIDIKAN Anggota DPR RI Mulan Jameela Hanya SMA jadi Sorotan, Bandingkan dengan Artis Lainnya
Baca: Sinopsis Film Fast & Furious, Dibintangi Paul Walker, Tayang di GTV Minggu Malam Pukul 21.00 WIB
Sebuah tanaman yang dielu-elukan oleh beberapa orang sebagai obat ajaib.
Menurut keyakinan setempat, daun dari tanaman ini telah digunakan selama berabad-abad di Asia Tenggara dan Papua Nugini.
Dan digunakan untuk efek penghilang rasa sakit dan perangsang.
Kini, daunnya telah dijual dalam bentuk bubuk dan diekspor ke seluruh dunia, namun beberapa regulator kesehatan khawatir tentang kelayakan konsumsi daun ini.
Baca: Daftar Nama Pimpinan DPRD Bungo Periode 2019-2024, Akan Segera Dilantik
Baca: OKNUM Polisi Lepaskan 3 Tembakan, 2 Untuk Istri & 1 Untuk Dirinya:Tetangga Ungkap Kondisi Korban
Baca: Data Mulan Jameela di DPR Bikin Publik Bertanya-tanya, Kok Beda dari Rachel Maryam & Desy Ratnasari
Menurut Dailymail, Kratom menstimulus reseptor otak sama dengan morfin, meskipun ia menghasilkan efek lebih ringan.
"Aku mengambil Kratom dan tidak punya masalah."
"Karena memiliki beberapa manfaat yang
membantu Anda rileks, serta dapat mengobati insomnia atau mengobati kecanduan narkoba," ucap Faisal Perdana pada AFP.
Kabar mengenai dampak negatif ini, juga ditepis oleh petani bernama Gusti Prabu, yang mengekspor 10 ton obat per bulan.
Baca: Sepak Terjang Kapolres Lutfi Berantas PETI di Merangin, 18 Orang Pelaku Diamankan Polisi
Baca: Kesaksian Tetangga, Polisi Tembak Mati Istri Lalu Bunuh Diri Pasangan Harmonis, Anaknya Saksi Hidup
Baca: Indonesian Hotel General Manager (IHGM) DPD Jambi, Jambi Fashion Festival 2019
Teh kratom
Ia mengatakan, "nenek moyang kita menggunakan Kratom, dan tidak ada efek samping negatif. Ini dapat membantu orang kecanduan narkoba dan membantu detoksifikasi."
Namun, karena popularitasnya, obat ini sampai tidak diregulasi dan hanya memiliki sedikit uji klinis untuk menilai keamanan dari efek sampingnya.
Kratom sendiri sudah dilarang untuk dikonsumsi di Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Baca: Jor-joran Nikita Mirzani Untuk Rayakan Ultah Azka, Nyai: Masih Bocah Sudah Tahu Barang Mahal
Baca: VIRAL Kisah Perjuangan Siswa Kelas 5 SD Jualan Sayur Demi Kesembuhan Adik yang Idap Penyakit Langka
Baca: Penemuan Spesies Katak Baru, Bertanduk, Ditemukan di Indonesia, Tepat Disini, Berikut Ciri-cirinya
Sedangkan Otoritas Kesehatan Amerika Serikat, melarang importir obat-obatan ini karena dikaitkan dengan puluhan kematian.
Serta memperingatkan hal itu dapat memperburuk epidemi opioid yang mematikan.
Opioid adalah senyawa yang ditemukan di Kratom, yang membuat pengguna kecanduan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.
Meski demikian, bagi para petani di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, produksi dan permintaan Kratom naik.
Baca: FAKTA Terbaru Mayat Dalam Karung, Istri Siri Oknum Anggota TNI Itu Ternyata Sedang Hamil
Baca: WOW Barbie Kumalasari Mengaku Perawatan Tubuhnya Satu Kali Suntik, Satu Menit Rp 200 Juta, Percaya?
Baca: Bupati Pamer Slip Gaji, Budhi Sarwono : Kalau Seperti Itu Ngajari Mencuri, Habis Bupati Se-Indonesia
Sehingga mereka mulai pindah dari komoditas tradisional seperti karet dan minyak kelapa sawit ke Kratom.
Sekitar 90% pengiriman dari Kalimantan Barat adalah Kratom yang dijual ke Amerika Serikat.
Sebabkan 152 orang meninggal, seorang bayi terlahir menjadi 'pecandu'
Di balik beragam manfaat yang diklaim dapat dihadirkannya, Kratom menyimpan bahaya, layaknya narkoba.
Baca: 8 Fakta-fakta Debut SuperM di Amerika Serikat, Heboh Gara-gara Bahasa Inggris, Jadi Trending Topic
Baca: Suami Tembak Kepala Istri Ternyata Seorang Polisi, Diduga Cekcok Masalah Keluarga, Ini Kronologinya
Baca: MIRIS Diajak Main Bola, Siswa 12 Tahun Ini Malah Dibully Hingga Mesti Cium Kaki Temannya
Dilansir dari Health.com, sebanyak 91 orang di Amerika Serikat dikabarkan meninggal, karena overdoses teh kratom.
Tak hanya itu, sepanjang 2017-2018 dilaporkan jika 152 orang meninggal, karena tumbuhan ini.
Sementara itu, seorang ibu melahirkan seorang putra yang
memunculkan gejala putus obat: gelisah, menjerit, dan membutuhkan suntikan morfin agar tetap hidup.
Sang bayi sangat kelaparan akan obat, seperti orang yang sakau.
Baca: VIDEO: Army Bingung! Kolaborasi Raja Kpop BTS dan Tokopedia Jadi Trending Topic Mulai Aja Dulu
Baca: Ditreskrimum Polda Jambi Adakan Apel Cipkon
Baca: FENOMENA Buzzer Dibayar Rp 1 Juta Hingga Rp 50 Juta, Moeldoko Pastikan Buzzer Jokowi Tak Dikomandoi
Meski ada ketergantungan, dokter anak itu tidak menyalahkan heroin, fentanil, atau zat terlarang lainnya.
Sebaliknya, bayi itu dinyatakan tumbuh bergantung pada suplemen herbal kontroversial, yaitu daun kratom.
'Rasa aman yang salah'
Menurut sebuah laporan kasus yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics, baik wanita dan bayinya yang tidak disebutkan namanya, menjalani pemeriksaan urine yang secara khusus ditujukan untuk mencari oxycodone dan opioid lainnya.
Baca: Jadwal Link Live Streaming MotoGP Thailand 2019 Siang Hari Mulai 12.00 WIB Siaran Langsung Trans 7
Baca: 3.000 Penonton Padati Konser Tegar 2.0 di Tennis Indoor Senayan, Rossa: Satu Malam yang Luar Biasa
Tetapi tes-tes itu tidak mencari kratom, obat legal yang memiliki efek opioid pada dosis tinggi.
Tanaman asal Asia Tenggara tersebut biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit dan mengekang keinginan seseorang untuk menggunakan narkoba.
Bertindak pada reseptor otak yang sama seperti morfin dan obat-obatan sejenis, kratom dipuji oleh beberapa orang sebagai solusi terhadap kecanduan narkoba,
Tetapi kratom justru diejek oleh Food and Drug Administration AS sebagai obat psikoaktif yang berpotensi berbahaya.
Sang ibu membantah menggunakan zat apa pun selama kehamilannya - legal atau tidak - tetapi suaminya mengatakan kepada dokter bahwa dia minum teh kratom setiap hari untuk mengobati gejala putus obat dan membantu tidurnya.
"Saya khawatir bahwa perempuan yang membuat komitmen tulus untuk mengatasi ketergantungan mereka dapat mengembangkan rasa aman yang salah dengan menggunakan zat yang diiklankan sebagai alternatif narkoba," kata Dr Whitney Eldridge, ahli neonatologi untuk BayCare Health System di Florida.
Baca: Gagal ke Senayan, Faldo Maldini Loncat Pagar, Didukung PSI Maju di Pilkada Sumbar, Rekam Jejaknya
Baca: PERJUANGAN Seorang Ayah Ditinggal Pergi Istri yang Derita Kanker, Rawat 7 Anak, 3 Idap Lumpuh Otak
Sang ibu mungkin memiliki niat baik, tetapi karena tes tidak menunjukkan obat lain dalam dirinya atau bayi.
Dokternya mengatakan kratom mungkin menjadi satu-satunya penyebab kondisi putranya, yang dikenal secara klinis sebagai neonatal abstinence syndrome (NAS).
NAS adalah sebuah istilah untuk sekelompok masalah bayi yang disebabkan oleh pengaruh penggunaan narkoba yang digunakan si ibu bayi
Pada hari kedelapan hidupnya, setelah dia ‘dibersihkan’ dari opioid dan diamati tanpa obat apa pun, bocah itu dipulangkan ke orang tuanya.
