Kabut Asap Kian Pekat di Jambi dan Pekanbaru, Seberapa Besar Bahaya Bagi Kesehatan Manusia?
Di musim kemarau seperti saat ini di sejumlah daerah seperti Jambi dan Pekanbaru rentan terjadi karhutla
TRIBUNJAMBI.COM - Di musim kemarau seperti saat ini di sejumlah daerah seperti Jambi dan Pekanbaru rentan terjadi karhutla.
Dampaknya tentu kabut asap yang kian pekat hingga berbahaya bagi kesehatan.
Untuk mengantisipasi dampak kabut asap pemerintah meliburkan sejumlah sekolah.
Baca: Mengenal Sosok Nurul Gufron, Dekan FH Unej yang Langsung Salat Setelah Terpilih Jadi Pimpinan KPK
Baca: Begini Rahasia Presiden ke-3 RI BJ Habibie Selalu Tampil Aktif dan Segar Bugar!
Baca: Kronologi Lengkap Perseteruan Hotman Paris vs Farhat Abbas, lalu Merembet ke Elza Syarief
Era 90-an tepatnya 1997 silam, Indonesia mangalami bencana kebakaran hutan terparah.
Saat itu badai El Nino yang terjadi di lautan Pasifik berimbas sangat-sangat parah bagi Indonesia.
El Nino membawa cuaca panas dan menghilangkan peluang hujan di Indonesia.
Baca: Terungkap Alasan Thareq Kemal Habibie Menutup Mata Kanan, Benarkah Pernah Lakukan Donor Mata?
Baca: Organ Intim Wanita Mudah Berkeringat, Simak Perawatan yang Tepat Agar Terhindar Dari Bakteri!
Baca: Mengenal Sosok Nawawi Pomolango, Tinggalkan Profesi Hakim dan Terpilih Jadi Pimpinan KPK
Kajian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan jumlah lahan kebakaran hutan yang terdampak akibat kebakaran saat itu mencapai 9,75 juta hektare.
Pada 2015, kembali terjadi kebakaran hutan besar di Indonesia. Kondisinya hampir sama dengan yang terjadi pada 1997.
Jumlah hutan dan lahan yang terbakar luasnya sebesar 2.089.911 hektar.
Kerugian yang timbul mencapai Rp 20 triliun!
Mirisnya kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap parah di Indonesia dan Malaysia juga Singapura, pada 2015 ini diyakini sebagai terparah dalam sejarah.
Memang, meskipun luas area hutan yang terbakar tidak sebesar 1997, namun dampak ekonomi dan jumlah korban jiwa lebih besar pada 2015.
Sekarang 2019, bencana itu kembali datang. Melansir Kompas.com (09/09/2019), sekolah-sekolah di Pekanbaru diliburkan karena semakin pekatnya kabut asap.
Baca: Kasus Dugaan Pelecehan Kades di Batang Masumai Ditangani Lembaga Adat Merangin
Baca: Segera Akhiri Status Janda, Beredar Undangan Pernikahan Jill Gladys dan Billy Soelaiman
Baca: Pelantikan Kasubag TU SMA/SMK di Jambi Terkesan Tertutup
Sementara itu, melansir Tribunpelalawan.com (12/09/2019),di Riau jarak padang juga masih rendah pada angka 1.000 Meter lantaran tertutupi kabut tebal.
Aroma terbakar tetap terasa menyengat dan perih pada mata jika terkena langsung.
Karenanya masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan memakai maskes atau pelindung wajah.
"Jarak pandang kita masih tetap 1.000 Meter. Jarak pandang menurun diakibatkan kekaburan udara akibat partikel kering seperti asap dan haze," ungkap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pelalawan, Hadi Penandio, kepada tribunpelalawan.com, Kamis (12/9/2019).
Penting diketahui, asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya gangguan saluran pernapasan.
Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang menggangu pernapasan seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3).
Material tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada manula, bayi dan pengidap penyakit paru.
Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa mengenai orang sehat.
Mengutip Buku Penanggulangan Krisis Kesehatan untuk Anak Sekolah, Kemenkes RI, berikut ini adalah dampak bencana kabut asap, seperti yang sedang terjadi sekarang ini di Riau dan Kalimantan, bagi kesehatan manusia:
ISPA sejatinya disebabkan oleh infeksi virus, bukan oleh kabut asap.
Akan tapi polusi udara parah karena kebakaran hutan hingga timbul bencana kabut asap di Riau dan Kalimantan, ditambah dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh bisa mengakibatkan gangguan pernafasan alias mempermudah terjadinya ISPA.
Hal ini terjadi karena kemampuan paru dan saluran pernapasan mengatasi infeksi berkurang, sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi.
Selain genetik, penyakit asma juga disebabkan oleh buruknya kualitas udara.
Kabut asap yang saat ini merajalela membawa partikel berukuran kecil yang masuk melalui saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan layaknya asap rokok.
Mereka yang mengidap asma, terutama anak-anak, adalah kelompok paling rentan terhadap ancaman kabut asap.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK menggabungkan berbagai penyakit pernafasan semisal bronkitis.
Menurut Yayasan Paru-paru Kanada, kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan bisa berakibat fatal pada penderita PPOK, karena mengurangi/memperburuk kinerja paru-paru.
Semakin lama pasien terpapar kabut asap, semakin besar juga risiko kematiannya.
Penyakit Jantung
Kabut asap membawa partikel mini bernama PM2.5, yang dapat masuk ke alam tubuh melalui saluran pernapasan.
Sebuah studi oleh California Environmental Protection Agency 2014 membuktikan, pasien yang terpapar kabut asap dalam waktu lama menggandakan risiko terkena serangan jantung atau stroke.
Iritasi
Dalam bentuk yang paling ringan, paparan kabut asap bisa menyebabkan iritasi pada mata, tenggorokan, hidung serta menyebabkan sakit kepala atau alergi.
Asosiasi Paru-paru Kanada mengingatkan, masker wajah tidak melindungi tubuh dari partikel ekstra kecil yang dibawa kabut asap.(*)
