Misi RPKAD di Lembah X Hutan Papua, sempat Dipegang Dicolek-colek Tapi Ternyata Suku Bersahabat

Sekira dua bulan kemudian, setelah upaya pencarian, jasad Michael Rockfeller hanya ditemukan dalam rupa sepotong kaki yang masih mengenakan sepatu.

Editor: Duanto AS
Kompas.com
Ilustrasi pasukan TNI terjun payung. 

Misi RPKAD di Lembah X Hutan Papua, Kaget sempat Dikepung Tapi Ternyata Suku Bersahabat

TRIBUNJAMBI.COM - Kondisi hutan pedalaman Papua Nugini sekarang berbeda dengan 58 tahun lalu.

Kala itu hutan di pedalaman Papua Nugini sangat liar.

Michael Rockfeller yang merupakan putra raja minyak AS melakukan ekspedisi ke sana.

Peristiwa ini terjadi pada 1961.

Michael Rockfeller yang melakukan ekspedisi ke pedalaman Papua Nugini dinyatakan hilang.

Sekira dua bulan kemudian, setelah upaya pencarian, jasad Michael Rockfeller hanya ditemukan dalam rupa sepotong kaki yang masih mengenakan sepatu.

Setelah penelitian, sepotong kaki itu kemudian dikenali sebagai jasad mendiang Rockfeller.

Baca Juga

 Hujan Peluru di Atas Kepala Kopassus Denjaka dan Paskhas, Diincar Sniper di Saparua

 Anak dan Mertua Lahir dari Kopassus hingga jadi Jenderal, Aksinya Bikin Kaget Pemberontak

 Peristiwa Penyerbuan Kopassus di Hutan Papua 1962, Pardjo Tidur di Antara Mayat

 Puteri Bungsu Sultan Yogyakarta Ketahuan Naik Becak, Ini Hal Tak Terduga yang Terjadi Kemudian

 Siswi SMA Broken Home di Pekanbaru Jadi ATM Seorang Mami, Sehari Disuruh Layani 5 Lelaki

 Pengakuan Mbak Ita yang Video Joget Diatas Pagar Viral, Dapat Julukan Ukhti Santuy: Autogoyang

Kabar kematian Rockfeller dengan cara yang sangat tragis itu menjadi perhatian dunia internasional.

Saat itu ada rumor bahwa Rockfeller telah dimakan suku terasing yang tinggal di hutan belantara Papua Nugini.

Rumor keberadaan suku pemakan manusia tidak hanya beredar di Papua Nugini, tapi juga menyebar ke kawasan pedalaman Irian Barat (Papua), yang pada 1960-an masih merupakan hutan lebat yang belum terjamah.

Tulisan dalam buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009, menceritakan kisah menarik ini.

Pada 5 Mei 1969, meski rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia di pedalaman Papua masih santer, 7 anggota pasukan baret merah RPKAD (sekarang Kopassus), 5 anggota Kodam XVII Cenderawasih Papua melakukan ekpedisi.

Bersama mereka ada juga 3 warga negara asing yang kru televisi NBC, AS, serta 1 wartawan TVRI, Hendro Subroto.

Tim itu melaksanakan ekspedisi ke Lembah X. Lokasinya di lereng utara Gunung Jayawijaya.

Tim ekspedisi yang berjumlah total 16 orang itu dipimpin personel RPKAD Kapten Feisal Tanjung, sebagai Komandan Tim, dan Lettu Sintong Pandjaitan sebagai Perwira Operasi.

Lokasi ekspedisi disebut sebagai Lembah X, berada di lereng utara Gunung Jayawijaya.

Tempat itu berpemandangan indah, sekaligus merupakan tempat yang belum pernah dijamah manusia dari luar.

Suku setempat masih dikenal sebagai suku yang sangat terasing. Dimungkinkan, itu merupakan suku yang disebut-sebut memakan manusia seperti yang dialami Rockfeller, tapi itu belum ada bukti.

Dengan risiko tinggi, pengendali ekspedisi Pangdam XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo, berpesan agar tim siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Dalam menjalankan ekspedisi, semua anggota militer mengenakan seragam militer lengkap, bersenjata senapan serbu AK-47 dan pistol, parang, tali-temali dan lainnya.

Sebelum tim ekspedisi Lembah X diterjunkan melalui udara, Lettu Sintong terlebih dahulu melakukan orientasi medan melalui udara.

Sintong melakukan itu dengan cara menumpang pesawat misionaris jenis Cesna.

Pasukan RPKAD-PGT yang diterjunkan di Irian Barat  (Angkasa)
Pasukan RPKAD-PGT yang diterjunkan di Irian Barat (Angkasa) ()

Lalu, sesuai rencana, tim akan diterjunkan pada lokasi padang ilalang yang berdekatan dengan perkampungan yang diduga masih dihuni oleh suku terasing pemakan manusia.

Salah lokasi pendaratan

Pada 2 Oktober 1969, semua tim bersama keperluan logistik diterjunkan sesuai rencana meski dengan perasaan tak karuan.
Pasalnya, mereka harus mendarat di daerah sangat terpencil yang konon didiami suku terasing yang masih suka memakan manusia.

Dengan perhitungan seperti itu, aksi penerjunan itu termasuk misi nekat.

Meski bersenjata lengkap, para personel RPKAD dan Kodam Cenderawasih dilarang melepaskan tembakan, kecuali dalam kondisi sangat terpaksa. Itu pun merupakan tembakan yang dilepaskan ke atas untuk tujuan menakut-nakuti.

Semua tim akhirnya bisa melakukan penerjunan dengan selamat.

Tapi, Lettu Sintong yang seharusnya mendarat di padang ilalang yang jauh dari perkampungan suku terasing, justru mendarat di tengah kampung.

Dia langsung dikepung warga yang hanya mengenakan koteka.
Mereka mengacungkan tombak, panah dan kapak batu mengepung Feisal Tanjung.

Sadar sedang menghadapi bahaya dan masih terbayang suku ganas pemakan manusia, secara refleks Sintong siaga.

Sintong memindahkan posisi senapan AK-47 di bahu ke posisi di depan dada, serta mengokangnya.

Tapi Sintong terkejut, karena melihat senapan AK-47-nya ternyata tanpa magazin. Magazin itu terjatuh saat melakukan penerjunan.

Kondisi senapan AK-47 tanpa peluru, jelas sama sekali tidak berguna jika harus menghadapi warga suku terasing yang terus memandanginya secara curiga sambil mengacungkan semua senjata tradisional.

Tiba-tiba, Sintong melihat magazin tempat peluru yang jatuh itu berada di antara warga suku.

Magazin itu sedang ditendang-tendang seorang pemuda yang mungkin merasa bingung dengan benda asing itu.

Di luar dugaan, pemuda itu mengambil magazin dan memberikannya kepada Sintong. Itu sebuah pertanda bahwa warga suku itu ingin bersahabat.

Sintong akhirnya membiarkan saja ketika sejumlah warga suku menyentuhnya, lalu memeganginya.

Warga suku melakukan itu untuk memastikan bahwa ‘manusia burung’ yang jatuh dari langit itu masih hidup dan merupakan manusia seperti mereka.

Waswas kanibal

Meski diliputi perasaan waswas dan awalnya merasa akan diserang dan ‘dimakan’, semua tim ekspedisi ternyata diperlakukan secara bersahabat. Mereka bisa berinteraksi secara normal dengan suku terasing itu.

Sebagai suku terasing dan menggunakan bahasa yang saat itu tidak bisa dipahami, semua anggota tim ekspedisi pun harus belajar keras memahami bahasa setempat dengan cara mencatatnya.

Seperti diduga, meski bukan merupakan suku kanibal, suku terasing di Lembah X masih sangat primitif dan sama sekali. Suku itu belum mengenal korek api, cermin, pisau, pakaian, apalagi kamera televisi yang bisa merekam mereka.

Warga suku Lembah X juga masih lari tunggang langgang setiap ada pesawat lewat atau sedang melaksanakan dropping logistik. Mereka mengira sebagai burung raksasa yang akan menyambarnya.

Semua warga suku juga takut air dan tidak pernah mandi dan untuk minum. Mereka mengandalkan tanaman tebu liar.

Kebiasaan memakan tebu itu secara tidak sengaja sekaligus berfungsi sebagai sikat gigi, sehingga semua warga suku giginya tampak putih bersih.

Perahu karet terbalik

Meski sempat mengalami musibah ketika sejumlah perahu karet yang ditumpanginya terbalik di jeram dan tim NBC kehilangan rekaman film yang sangat berharga, semua tim ekspedisi bisa pulang selamat pada akhir Desember 1969.

Bagi anggota RPKAD dan Kodam Cenderawasih ekspedisi Lembah X terbilang sukses, karena menginspirasi ekspedisi berikutnya yang kemudian dikenal sebagai Ekspedisi Nusantara Jaya.

Tapi bagi kru NBC, ekspedisi itu gagal total karena telah kehilangan semua rekaman yang bernilai jutaan dollar.

Kisah-kisah Kopassus dan pasukan elite TNI dapat dibaca di Tribunjambi.com.

 Peristiwa Penyerbuan Kopassus di Hutan Papua 1962, Pardjo Tidur di Antara Mayat

 Rahasia Pisau Komando Kopassus, Bila Menusuk Tubuh Akibatkan Kerusakan Sangat Parah

 Hujan Peluru di Atas Kepala Kopassus Denjaka dan Paskhas, Diincar Sniper di Saparua

 Ajudan Akhirnya Buka Mulut, Aktivitas Sehari-hari Prabowo Subianto yang Tak Diketahui Orang

 Siapa Sebenarnya Veronica Koman? Tersangka Kasus Kerusuhan di Asrama Mahasiswa Papua

 Puteri Bungsu Sultan Yogyakarta Ketahuan Naik Becak, Ini Hal Tak Terduga yang Terjadi Kemudian

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved