Kisah Pilot TNI AU yang Ngamuk ke Para Jenderal yang Makan Enak, Sedangkan Prajuritnya Makan Tempe
Leo berjasa besar membangun kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di era 1950 dan 1960an.
Setelah Presiden Soeharto berkuasa, satu per satu Jenderal yang dianggap sebagai saingan atau membahayakan dikirim sebagai Duta Besar. Istilah Orde Barunya Didubeskan.
Baca Juga:
Dipuji SBY Soal Freeport, Ini Tanggapan Said Didu tentang Kebenaran dan Pembenaran
Percaya atau Tidak, 4 Zodiak ini Jadi yang Paling Bahagia di Tahun 2019, Kamu kah itu?
Ini Rencana Jahat Dedi dan Sikin Usai Jambret Nenek 70 Tahun
Mayjen Hartono, komandan Kko TNI AL (kini Marinir), dikirim sebagai Duta Besar di Korea Utara.
Sementara Marsekal Muda Leo Wattimena menjadi Duta Besar di Italia.
Mayjen Sarwo Edhie Wibowo awalnya juga hendak dibuang ke Moscow, namun tidak jadi.
Belakangan Sarwo didubeskan di Korea Selatan.
Semangat Leo langsung hilang. Menjadi Dubes berarti harus berpisah dengan pesawat tempur kesayangannya.
Seumur hidup yang dicita-citakan Leo hanya menjadi pilot tempur bukan diplomat berdasi.
Setelah masa dinasnya habis, Leo kembali ke Indonesia.
Kondisi kesehatannya terus memburuk.
Baca Juga:
Bersihkan Mejanya saat di Pesawat Kepresidenan, Pramugari Kaget Lihat Tingkah Jokowi
Ini Rencana Jahat Dedi dan Sikin Usai Jambret Nenek 70 Tahun
Ketika Kekuasaan Soeharto Tumbang Karena Tak Dengarkan Teguran Sosok yang Ia Kagumi ini dan Menyesal
Dia meninggal dunia dalam usia 47 tahun.
Jenazah Marsekal Muda yang berani itu dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Nama Leo Wattimena diabadikan sebagai nama Lapangan Udara di Moro.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: