Kisah Pilot TNI AU yang Ngamuk ke Para Jenderal yang Makan Enak, Sedangkan Prajuritnya Makan Tempe
Leo berjasa besar membangun kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di era 1950 dan 1960an.
Sebutan 'orang gila', 'pilot handal', 'jenius', 'G-Maniac' disematkan pada Leo saat dia beraksi di udara. Demikian dikutip dari Dinas Penerangan TNI AU.
Pria kelahiran Singkawang, Kalimantan Barat 3 Juli 1927 itu kemudian dikirim berlatih menjadi pilot tempur pesawat 'pancar gas' di inggris tahun 1954.
Baca Juga:
Melihat Peruntungan Capres Lewat Shio Babi Tanah di Tahun 2019, Apakah Jokowi atau Prabowo Tahun ini
Sarung Jadi Pilihan Jokowi Untuk Dikenakan Jelang Tahun Baru 2019, Ternyata Ada Filosofinya
Cantik-cantik, Berikut Penampakan Istri dari 5 Personel Band Slank yang Jarang Diketahui Publik
Indonesia membeli de Havilland DH-115 Vampire yang merupakan pesawat tempur bermesin jet pertama AURI. Lagi-lagi Leo jadi yang paling jago.
Dua tahun kemudian dia kembali dikirim ke Rusia untuk mempelajari jet tempur MiG 15 dan 17.
Pesawat terbaik pada masa itu. Lalu dia ke Mesir untuk mempelajari aneka teknik pertempuran.
Karir Leo melesat secepat pesawat jet yang dikemudikannya.
Mulai dari komandan skadron pesawat pancar gas hingga menjadi Panglima Angkatan Udara Mandala dengan pangkat Komodor Udara tahun 1962.
Usianya saat itu baru 35 tahun dan sudah menjadi jenderal bintang satu.
Komodor Leo Wattimena juga dikenal egaliter dan selalu memperhatikan para prajuritnya lebih dulu.
Saat mempersiapkan misi penyerbuan Irian Barat,

Leo melihat para prajurit cuma diberi makan tempe.
Padahal mereka akan diterjunkan di belantara Irian dan belum tentu pulang dengan selamat.
Sementara itu, Leo melihat para jenderal yang cuma duduk-duduk di belakang meja enak-enak makan daging ayam.
Leo marah besar.
Dibuangnya jatah makanannya sebagai bentuk protes untuk anak buah yang mau bertempur.
Itulah Leo, pilot dan komandan jagoan yang sangat peduli pada prajurit rendahan.