Kasus Pipanisasi, Mantan Kadis PU Tanjabbar dan PPK Beri Keterangan, Ini Kata Mereka
"Karena berkas dokumen di atas meja saya itu banyak. Jadi saya tinggal bismillah, tanda tangan," kata Hendri Sastra.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Teguh Suprayitno
Laporan Wartawan Tribunjambi.com, Mareza Sutan A J
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sidang lanjutan perkara pembangunan saluran air bersih (pipanisasi) atas terdakwa Sabar Barus, Eri Dahlan, Hendy Kusuma, dan Wendi Leo Heriawan akan kembali digelar, Senin (7/1/2019) mendatang. Sidang tersebut masih beragendakan mendengarkan keterangan saksi.
Sebelumnya, telah diperiksa dua dari empat saksi. Mereka adalah Mantan Kadis PU Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Hendri Sastra, dan PPK pembangunan proyek pipanisasi itu, Arif Sambudi. Sementara dua saksi lain, Sugito dan Khairul Saleh akan diperiksa dalam sidang yang akan datang.
Dalam keterangannya, Hendri Sastra selaku Kadis PU mengaku, tidak membaca semua kontrak yang harus dia tandatangani.
"Karena berkas dokumen di atas meja saya itu banyak. Jadi saya tinggal bismillah, tanda tangan," katanya.
Hendri mengatakan, SPM pembangunan pipanisasi itu dibayarkan ke PT Batur Artha Mandiri (BAM).
Dalam sidang terdakwa Sabar Barus, Eri Dahlan, Hendy Kusuma, dan Wendi Leo Heriawan itu, Hendri tidak memberikan banyak keterangan. Dia lebih banyak mengaku lupa dan tidak tahu terkait proyek pipanisasi itu.
Hendri sempat mengingatkan Sabar Barus selaku Plh Kadis PU Tanjabbar terkait proyek pipanisasi tersebut.
"Saya juga bingung, soalnya saya ganti-gantian sama Pak Barus. Pernah saya ingatkan Pak Barus, hati-hati dengan pipanisasi ini," katanya.
Baca: Amankan Natal dan Tahun Baru 2019, Polres Muarojambi Kerahkan 170 Personel
Baca: Syarifah Nyaris Terkena Peluru Nyasar yang Menembus Atap Rumahnya
Baca: Gara-gara Palsukan Surat, Empat Terdakwa Ini Berujung di Bui
Baca: Tower Tersambar Petir, Jaringan Internet di Rantau Rasau Lumpuh
Baca: Ayah Dylan Sahara Sempat Cegah Putrinya Susul Ifan Seventeen, Takdir Berkata Lain
Itu dia lakukan lantaran kecewa dan mengetahui ada yang bermain di belakang pembangunan proyek tersebut. Dia mengaku kecewa, lantaran ada pejabat daerah yang turut bermain dalam proyek itu.
"Ternyata ada komitmen yang tidak dipenuhi. Saya baru tahu ini tahun 2010. Kontrak tidak bisa direvisi lagi, tidak bisa dibatalkan," katanya.
Sementara itu, Arif Sambudi dalam keterangannya mengaku tidak mengetahui seluruhnya mengenai tupoksi sebagai PPK. Dia mengaku, hanya melakukan tugasnya sebatas yang dia mampu.
"Nilai pagunya Rp 154 miliar. Kontrak keseluruhan Rp 151 miliar," terangnya.
Dia membenarkan pertanyaan jaksa mengenai konsultan hukum yang diminta untuk memberi tanggapan mengenai proyek itu.
"Kami menemui Embong untuk minta pendapat hukum. Waktu itu memang konsepnya masih kosong, dan untuk proyek dengan jumlah tertentu memang butuh konsultan hukum," terangnya.
Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan hanya menjadi PPK sejak 2007-2009. Dia hanya menandatangani kontrak anak I.
"Kontrak anak I, saya yang tanda tangani. Selanjutnya, almarhum Burlian Dahrim," terangnya.
Baca: Viral di Medsos Pak Polisi Pindahkan Tiang Listrik di Tengah Jalan, Begini Cerita Sebenarnya
Baca: VIDEO: Pengunjung Bandara Sultan Thaha Jambi Dikejutkan Kehadiran Santa Claus
Baca: Ini Daftar Lapas dan Jumlah Napi yang Terima Remisi di Hari Natal di Jambi
Baca: Ternyata Anak Krakatau Terus Tumbuh Membesar, Mengulang Peristiwa 1883? Ini Prediksi Para Ahli
Dapat diinformasikan, keempatnya didakwa karena diduga terlibat dalam proyek pipanisasi Tebing Tinggi-Kuala Tungkal dengan anggaran sekitar Rp 151 miliar.
Berdasarkan laporan hasil audit, telah terjadi kerugian Keuangan Negara dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan sarana air bersih Tebing Tinggi-Kuala Tungkal senilai Rp.18.426.498.370,53.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan stas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider, perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan itu, tim penasehat hukum tidak mengajukan eksepsi. Selanjutnya, majelis hakim akan memulai agenda pembuktian pada Rabu (12/12/2018) dengan pemeriksaan saksi-saksi.