Saat Komandan Kompi Kopassus ini Harus Memangku Jasad Prajurit Terbaiknya di Medan Perang
Tiba-tiba ada teriakan meminta pertolongan medis. Seorang prajurit terkena tembakan di kepala.
Suasana haru, di dalam hati masing-masing terucap doa pada Tuhan, agar prajurit terbaik itu bisa selamat dan kembali ke rumah menemui keluarganya.
Namun, hari itu takdir berkata lain, TNI kehilangan seorang prajuritnya di medan tugas Tanah Saparua.
Tepat di bawah Pohon Ketapang itu, Serda Asrofi gugur di pangkuan Kopral Asep Darma.
Yudi menolak memakamkan Serda Asrofi di desa Muslim atau Kristen.
Yudi lebih memilih untuk membawa pulang jenazah anak buahnya itu.
Kejadian itu menyadarkan warga dua desa, bahwa tak ada keberpihakan YonGab di Ambon.
Bahkan, salah seorang prajuritnya harus gugur karena mendamaikan kelompok yang bertikai.
Kompi C terus berada di Saparua selama tiga minggu lamanya.
Baca: Update CPNS 2018 - Ukuran dan Format Dokumen di sscn.bkn.go.id, Pendaftaran Sisa 3 Hari
Mereka meneruskan tugas untuk merazia senjata api dan mendamaikan konflik SARA yang membuat Ambon berdarah.
Kisah Pilu Operasi Kopassus di Kota Dili
TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal pada 7 Desember 1975
Operasi ini menorehkan pengalaman tersendiri di benak para prajurit yang bertugas saat itu
Dikutip dalam buku Hari "H": 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbikan penerbit Kata.
Operasi tersebut menerjunkan hampir 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus TNI AD) dan 285 prajurit Yonif 501.
Banyak kelemahan dari operasi penyerbuan itu, seperti salah satunya data intelijen yang salah.
Data intelijen menyebutkan bahwa musuh yang menjaga Kota Dili hanya sekelas dengan Hansip dan itu merupakan salah besar.
