Jenderal Sudirman, Kisah Hidup Pengorbanan Total Hingga Dimanfaatkan Para Presiden
Jelang Pemilu, partai-partai politik biasanya berlomba menebar pesona. Para "pemimpin" dadakan pun bermunculan ini.
Dalam buku karya Paul Stange, Kejawen Modern (2009), disebutkan Sudirman menghadiri pertemuan kebatinan Sumarah. Pada masa revolusi kelompok ini cukup banyak pengikutnya di kalangan tentara, yang dipercayai dapat memberi ilmu kebal atau tidak kelihatan oleh musuh.
Selama ini Sudirman dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah dan kepanduan Hizbul Wathan, namun apakah ia juga mengikuti ajaran kebatinan Sumarah? Sampai kini masih menjadi tanda tanya.
la menderita sakit TBC dan dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Sebagai tanda terima kasih ia sempat menulis puisi "Rumah nan Bahagia" yang kemudian diabadikan pada salah satu ruangan tempat ia dirawat.
Sebelah paru-parunya "diistirahatkan" dan ketika bergerilya setelah Agresi Militer II Desember 1948, ia ditandu dengan hanya sebelah paru-paru.
Baca: Deflasi Karena Penurunan Indeks Harga Kelompok Bahan Makanan
Ketika itu streptomisin baru ditemukan dan pemerintah berupaya mendapatkannya di Jakarta yang sudah dikuasai Belanda, untuk mengobati Sudirman.
Namun karena uang rupiah tidak diakui Belanda, maka obat itu diperoleh secara susah payah dengan barter batik tulis halus dari Yogyakarta. Sudirman sendiri membawa perhiasan istrinya agar dapat digunakan sebagai biaya hidup ketika bergerilya.
Harta, jiwa, dan raga dikorbankannya demi republik tercinta.
Sebulan sebelum Sudirman meninggal, Bung Karno pernah menulis surat meminta maaf karena tidak sempat pamit kepada Sudirman di Yogyakarta, ketika pemerintahan pindah ke Jakarta setelah penyerahan kedaulatan.
Dalam surat lain, Sukarno menuturkan bahwa saing ikan duyung (konon lebih bagus dari gading gajah) yang merupakan hadiah dari Sultan Kotawaringin sudah dimasukkan ke dalam peti dan dikirim tadi pagi ke Jakarta.
Bila barang itu sampai, ia akan langsung membawanya kepada tukang pembuat pipa rokok terbaik di ibukota untuk selanjutnya dihadiahkan kepada Sudirman.
Mungkin pipa itu tidak sempat dikirimkan karena Sudirman sudah berpulang tanggal 29 Januari 1950. la dimakamkan keesokan harinya di Makam Pahlawan Yogyakarta dengan prosesi yang diiringi puluhan ribu rakyat.
Sejak dulu dimanfaatkan para presiden
Ternyata, menurut pengamatan saya, para Presiden Indonesia, mulai Sukarno, Soeharto, sampai Susilo Bambang Yudhoyono memanfaatkan Sudirman untuk kepentingan pencitraan politik mereka.
Ketika Belanda menyerang Yogyakarta 19 Desember 1948, Sukarno-Hatta dan beberapa anggota kabinetnya ditawan Belanda. Sedangkan Sudirman memutuskan bergerilya.
Sudirman kecewa karena Bung Karno sebelumnya sudah berjanji bila perlu akan berjuang masuk hutan.