Niat Beradu Peluru dengan Pasukan Belanda di Irian Barat, Kopassus Temukan Hal yang Mengecewakan ini
Tujuan dari operasi Tjakra II adalah menyusupkan unit pasukan khusus Indonesia ke tiga titik di Irian Barat melalui jalur laut.
TRIBUNJAMBI.COM - Tri Komando Rakyat (Trikora) yang digaungkan oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961, telah membakar emosi masyarakat Indonesia untuk segera mengusir penjajah Belanda yang masih bercokol di Irian Barat.
Awalnya, Presiden Soekarno ingin masalah Irian Barat ini diselesaikan baik-baik di meja perundingan, tanpa adanya kontak fisik dengan kekuatan militer.
Namun, Belanda justru seakan mengulur-ulur waktu demi mempersiapkan negara boneka di irian Barat.
Sadar diplomasi menggunakan meja perundingan tak membuahkan hasil, maka dibentuklah Komando Mandala dengan Mayjen Soeharto sebagai komandannya.
Baca: Saat Tentara Belanda Terkesima dengan Legenda Kopassus ini, Hilang Satu Kaki Namun Tetap Disegani
Baca: Dua Barang Bersubsidi Ini Makin Langka di Kerinci, dan Harganya Melambung, Pedagang Akui Jual Mahal
Baca: Viral! Tak Ingin Anak-anak Menangis, Korban Gempa Lombok Larang Pedagang Es Krim Berjualan. . .
Tujuan Komando Mandala ini sederhana namun susah dijalankan, yakni merebut kembali bumi Cenderawasih dari Belanda menggunakan kekuatan militer.
Maka dibentuklah sub-sub operasi yang terdiri dari unsur-unsur dari AL, AD dan AU.
Salah satu operasi militer merebut Irian Barat ialah Operasi Tjakra II yang digelar 15-26 Agustus 1962.
Dikutip dari buku 'MISSION ACCOMPLISHED, Misi Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa' yang ditulis Atmadji Sumarkidjo, Kata Hasta Pustaka (2010)
Tujuan dari operasi Tjakra II adalah menyusupkan unit pasukan khusus Indonesia ke tiga titik di Irian Barat melalui jalur laut.
Kendaraan untuk mengangkut para pasukan komando tersebut ialah kapal selam kelas Whiskey ALRI, yakni RI Nagarangsang, RI Trisula dan RI Tjandrasa.
Kapal selam pertama yang berangkat adalah RI Trisula yang membawa pasukan RPKAD (Kopassus).
Pasukan RPKAD ini akan melakukan misi sabotase terhadap kedudukan Belanda di Hollandia serta Lanud Sentani.
Baca: Kenapa Disebut Bulan Muharram? Ini Keutamaan dan Doa Untuk Menyambut 1 Muharram 1440 H
Baca: Pasukan Kopassus yang Kenyang Penugasan di Berbagai Medan Laga, Benny di Paksa Nikah Oleh Soekarno
Baca: Roy Suryo Badingkan Prestasi Indonesia di Asian Games 2018 dan 2 Ajang Ini, Netizen Sebut Beda Jauh
Dari Halmahera RI Trisula melaju ke arah timur.
Rute tersebut dipilih untuk menghindari deteksi pesawat anti kapal selam Belanda yang bersarang di Biak.
Perjalanan saat pemberangkatan masih lancar-lancar saja.
Sesampainya di utara Hollandia sekitar 3 mil dari bibir pantai waktu senja, RI Trisula mulai muncul ke permukaan.
Para prajurit RPKAD mulai merasakan ketegangan, karena sebentar lagi mereka akan mendarat dan pastinya akan beradu tembak dengan tentara Belanda.
Pintu kedap air bagian haluan cepat-cepat dibuka, lalu dua perahu karet dikeluarkan serta dipompa dan meluncurlah tim pasukan komando RPKAD untuk menuju bibir pantai.
Sampai saat itu tak ada pasukan Belanda di sana dan tim berhasil mencapai daratan dengan selamat.
Namun, tiba-tiba di kejauhan langit ada kelip cahaya datang mendekat.
Hati para kru RI Trisula kecut, itu adalah pesawat intai maritim Belanda, dua buah pesawat Neptune menyatroni mereka.
Komandan Trisula, Asikin, memerintahkan pasukan RPKAD yang sudah menjejakkan kaki di darat, disuruh segera kembali ke kapal selam.
Tak hanya itu saja, kru RI Trisula juga dikagetkan dengan kedatangan kapal destroyer milik AL Belanda.
Secepat mungkin metode menyelam cepat (Dive Crash) segera dilaksanakan.
Baca: Polres Sarolangun Cover Lagu Meraih Bintang, Ada yang Goyang Dayung Presiden Jokowi
Baca: Elang Bondol Momo Maskot Asian Para Games 2018, Jakarta 6-13 Oktober 2018
Baca: 1963, Pertempuran di Kampung Pareh, Linud 328 Tewaskan 25 Pasukan SAS Inggris
RI Trisula langsung meluncur masuk kedalam air untuk menghindari ancaman dari musuh.
RI Trisula bahkan menyelam sampai kedalaman 180 meter dibawah permukaan laut.
Dua jam lamanya kapal destroyer Belanda berputar-putar di atas posisi Trisula berada dan berusaha mendeteksi keberadaan kapal selam ALRI tersebut
Untung, RI Trisula berhasil menyelinap pergi dari sana dan kembali ke pangkalan semula.
Namun, para kru kapal dan tim dalam operasi tersebut agak kecewa karena ada perintah gencatan senjata sesaat setelah merapat di pelabuhan.
Itu berarti pasukan komando RPKAD tak jadi 'adu bedil' dengan tentara Belanda di Hollandia dan Sentani
Selain itu, Operasi Trikora juga melibatkan Pasukan Katak (Paska) TNI Angkatan Laut yang baru saja dibentuk (31 Maret 1962) dan dikomandani oleh Letkol OP Koesno
Di masa sekarang, Paska TNI AL dikenal sebagai Komando Pasukan Katak/Kopaska
Sesuai dengan kemampuan Kopaska, tugas mereka adalah menyusup ke wilayah lawan untuk melancarkan serangan sabotase atau menyingkirkan penghalang bagi pendaratan pasukan amfibi.
Ketika Operasi Trikora digelar, pasukan Kopaska yang berpangkalan di Teluk Peleng, Sulawesi, sedang dalam kondisi siap siaga.
Seperti dikutip dari buku Kopaska Spesialis Pertempuran Laut Khusus TNI AL 2012.

Berada di Teluk Peleng sambil menunggu perintah sesungguhnya merupakan kegiatan yang cukup membosankan bagi anggota Pasukan Katak saat itu, meskipun sejumlah latihan tempur tetap dilakukan.
Pasukan Kopaska yang dipimpin oleh Mayor Urip Santosa sempat mendapat kesibukan baru.
Hal ini lantaran turun perintah untuk menyiapkan kurang lebih 2 peleton sukarelawan sipil beserta 5 human torpedo (torpedo manusia) untuk misi bunuh diri.
Selama Perang Dunia II, torpedo manusia yang oleh AL Jepang disebut 'Kaiten' ini sebenarnya pernah dioperasikan, dan pilotnya mendapat penghargaan khusus serta hadiah uang.
Sebelum dioperasikan di lapangan, dalam progam latihan Kaiten telah menyebabkan korban jiwa sebanyak 15 orang pilot.
Mayor Urip masih merasa asing dengan senjata 'torpedo manusia' itu, karena belum pernah mendapat briefing khususnya peta operasi dan pendaratan sasaran yang akan dituju.

Berkaitan dengan torpedo manusia itu, Mayor Urip hanya pernah mendengar tentang adanya Proyek Y, yakni torpedo biasa yang diisi dengan 100 kg TNT.
Untuk pemicu ledakannya digunakan mekanisme detonasi yang secara otomatis akan meledak waktu bertabrakan dengan dinding kapal.
Dari mekanisme kerjanya, torpedo dibawa menggunakan sebuah speedboat kecil yang digerakan motor tempel 100TK.
Speedboat itu sendiri dikemudikan oleh seorang pilot yang akan mengarahkan dan membenturkan torpedo pada kapal musuh.
Sesaat sebelum torpedo membentur kapal musuh, pilot harus melompat menggunakan kursi pelontar yang sistemnya mirip kursi lontar jet tempur
Mayor Urip yang belum pernah dilibatkan dalam operasi torpedo manusia dan juga tak pernah diberi petunjuk pemakaiannya atau cara operasinya, jelas tak bisa menolak perintah karena sedang berada di front terdepan.
Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, diam-diam Mayor Urip melakukan uji coba pada sukarelawan dan speedboatnya.
Ternyata mesin tempel yang terpasang bukan 100 TK melainkan 50 TK.
Baca: Setelah Asian Games 2018, 4 Pesta Olahraga Ini Dibidik Indonesia untuk Jadi Tuan Rumah
Baca: Agustus 2018, Inflasi di Kota Jambi karena Kenaikan Indeks Harga 6 Kelompok Pengeluaran
Kursi lontar yang katanya terpasang ternyata tidak ada sehingga pilot harus melompat sendiri sebelum torpedo meledak.
Tanpa kursi lontar, pilot 'torpedo manusia' ini kemungkinan besar akan tewas akibat kedakan TNI seberat 100 kg.
Namun yang membuat Mayor Urip geleng-geleng adalah mekanisme detonasi yang tidak berfungsi sama sekali.
Hal ini terbukti ketika dilaksanakan tes dengan menerjangkan torpedo TNT 100 kg tanpa manusia dalam kecepatan 25 knot ke salah satu tebing karang yang lokasinya berada di teluk yang sunyi.
Ternyata torpedo yang diterjangkan sama sekali tidak meledak.
Tapi torpedo tersebut berhasil meledak setelah menggunakan keterampilan khusus dan perangkat demolisi.
Ketika Mayor Urip melaporkan hasil uji cobanya ke Panglima ATA-17, Komodor Sudomo ternyata tidak keluar komentar apa pun.
Yang pasti Mayor Urip lega, karena jika Operasi Jayawijaya jadi digelar dan torpedo-torpedo manusia itu digunakan, bisa dipastikan tidak ada satu pun sukarelawan yang selamat.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: