Nasib 2 Jenderal Mantan Bareskrim yang Dulu Paling Berani Obok-obok KPK, Petani dan Cuci Mobil

Dua sosok yang pernah menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dikenal kontroversial. Pertama, Susno Duadji

Editor: Suci Rahayu PK

TRIBUNJAMBI.COM - Dua sosok yang pernah menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dikenal kontroversial.

Pertama, Susno Duadji yang menjabat Oktober 2008 hingga November 2009.

Kedua, Budi Waseso yang menjabat Januari 2015 hingga 7 September 2015.

Semasa menjabat, berbagai kebijakan kontroversial keduanya dibuat.

Bareskrim Polri menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, pengawasan dan pengendalian penyidikan, penyelenggaraan identifikasi, laboratorium forensik dalam rangka penegakan hukum serta pengelolaan informasi kriminal nasional.

SUSNO DUADJI

Susno sempat dikenal akibat ucapan cicak versus buaya saat Polri berseteru dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bermula saat Susno merasa teleponnya disadap KPK pada tahun 2009.

Saat itu, Susno diduga menerima uang Rp 10 M terkait penanganan kasus Bank Century.

Namun hal itu sudah dibantah berkali-kali oleh Susno.

"Cicak kok mau melawan buaya," kata Susno saat itu.

Kasus Cicak vs Buaya semakin heboh ketika Polri 'membalas' dengan menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK saat itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.

Mereka diduga menerima uang dari Anggodo Widjojo, adik buron kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu.

Namun, dugaan ini tidak pernah dibuktikan, karena kasus ini berujung pada deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum.

Akibat pernyataan tersebut, masyarakat mendukung KPK dan mengolok-olok polri.

November 2009, Susno Duadji menyatakan mundur dari jabatan sebagai Kabareskrim Mabes Polri.

Susno Semasa menjabat Kabareskrim
Susno Semasa menjabat Kabareskrim ()

Purnawirawan jenderal bintang tiga itu juga pernah merasakan kehidupan di balik jeruji penjara.

Susno dituduh menggelapkan dana pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008 dan kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari.

Ia sempat dijemput paksa oleh Kejaksaan Agung dan dimasukkan ke Lembaga Permasyarakatan Cibinong pada Mei 2013 lalu.

Baca: Umat Hindu di Jambi Lakukan Melasti dan Taur Pesango, Menyambut Hari Raya Nyepi

Baca: Astaga, Ariansyah Benarkan Temukan Tabung Gas Subsidi Belum Uji Ulang

BUDI WASESO

Selama 7 bulan menjabat Kabareskrim Porli, langkah penegakan hukum yang dilakukan kepolisian beberapa kali mengundang pro dan kontra dan dianggap menimbulkan kegaduhan.

Namun, benarkah Budi yang bikin gaduh?

Pengkhianat di Polri

Pada 19 Januari 2015, Budi Waseso yang masih berpangkat irjen dilantik menjadi Kabareskrim menggantikan Komjen Suhardi Alius yang dimutasi ke Lemhanas.

Budi mendapatkan kenaikan pangkat menjadi komjen pada hari yang sama.

Pergantian itu sempat diwarnai pernyataan kontroversial Budi.

Beberapa jam sebelum dilantik, Budi mengatakan, tidak menutup kemungkinan ada pengkhianat pada internal Bareskrim.

"Ya, bisa saja, kalau pengkhianat internal itu, nanti yang urus internal. Nanti kami bahas lagi," kata dia.

Meski tidak ada pejabat tinggi Polri yang bersedia menjelaskan, pernyataan Budi dianggap sindiran kepada Komjen Suhardi Alius yang disebut-sebut memberikan data soal kasus Komjen Budi Gunawan kepada KPK.

"Dicap" kontra pemberantasan korupsi Pada 23 Januari 2015, anak buah Budi, Kombes Daniel Bolly Tifaona dan Kombes Victor Edison Simanjuntak menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atas tuduhan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu pada sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010.

Baca: Mengaku Masih Belum Siap Anggaran untuk UNBK, Cek Endra Bilang Sekolah Terkendala Pakai Manual

Bambang ditangkap seusai mengantarkan anak bungsunya ke sekolah.

Penangkapan Bambang adalah awal munculnya isu KPK versus Polri jilid III.

Pihak Bambang melaporkan penangkapan itu ke Komnas HAM yang berujung pada pemeriksaan Budi.

Budi juga dianggap sebagai aktor yang ingin melemahkan KPK dengan menjerat satu per satu komisionernya.

Selain Bambang, Polri juga menyidik Ketua KPK saat itu, Abraham Samad dan salah satu penyidik KPK Novel Baswedan.

Samad dituduh memalsukan dokumen dan kasusnya ditangani Polda Sulselbar.

Sementara itu, kasus Samad di Bareskrim ialah penyalahgunaan wewenang lantaran dituduh bertemu dengan orang yang memiliki perkara.

Adapun kasus yang menjerat Novel merupakan kasus lama yang sempat mencuat tahun 2012.

Baca: Memprihatinkan, Juli Bertahun-tahun Tahan Sakit, Kepala Membengkak Tak Berobat, Tak Ada Uang

Baca: mintak uang ke kami satu juta, KPU Kerinci Proses Dugaan Pungli PPK Terhadap PPS

Ia dituduh menganiaya hingga mengakibatkan seorang tersangka meninggal dunia.

Saat peristiwa terjadi, Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim pada Polda Bengkulu.

Di bawah kepemimpinan Budi, Bareskrim juga menangani kasus yang menjerat aktivis antikorupsi, antara lain Denny Indrayana dan dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo serta Emerson Yuntho.

Budi Waseso Vs Buya Syafii

Proses hukum dua pimpinan KPK di Bareskrim Polri sempat diwarnai adu pendapat antara Budi dan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, yang biasa disapa Buya Syafii.

Buya menuding Budi telah melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.

Oleh sebab itu, ia layak dicopot.

Harapan agar Budi dicopot tak hanya sekali dilontarkan Buya.

Ia kembali mengungkapkannya saat Bareskrim Polri menetapkan dua komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri dan Suparman Marzuki ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik hakim Sarpin Rizaldi.

Menanggapi pernyataan Buya, Budi mengatakan, "Beliau (Syafii) kan bukan orang bodoh. Dia pasti mengerti mana penegakan hukum yang benar. Apa kapasitasnya beliau? Enggak usahlah berkomentar dan mencampuri penegakan hukum kalau dia tidak mengerti penegakan hukum itu sendiri," ujar dia.

Baca: Cek Endra Bakal Intervensi Angaran untuk Antisipasi Narkoba, Ini Langkah-langkahnya

Baca: Ayah Kandung Bejat, Merudapaksa Anak Sendiri dan Mengonsumsi Narkoba di Bungo

Kasus Kondensat Hingga Sapi

Beberapa kasus yang diusut Bareskrim di bawah kepemimpinan Budi di antaranya dugaan korupsi penjualan kondensat, dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS), dugaan penimbunan sapi, dan dugaan korupsi mobile crane pada PT Pelindo II.

Kasus-kasus tersebut diduga melibatkan sejumlah nama besar sehingga Bareskrim Polri menjadi sorotan saat memanggil dan memeriksa mereka.

Namun, Bareskrim dikritik karena dari sejumlah kasus yang ditangani itu, belum ada yang masuk ke pengadilan alias P-21, kecuali kasus UPS.

Merespons kritik ini, Budi memastikan kasus-kasus itu tak ada yang mandek.

"Semua berjalan, tinggal menunggu saja. Jika ada kendala, bukan berarti berhenti semuanya kok. Yang penting kita berjalan apa adanya saja," ujar Budi.

LHKPN

Pernyataan kontroversial juga pernah dilontarkan Budi pada medio Mei 2015 saat laporan harta kekayaannya dipertanyakan.

Budi tak memenuhi kewajibannya sebagai pejabat negara dalam hal pengisian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada KPK.

Ia mengatakan, lebih baik KPK sendiri yang datang untuk menelusuri harta kekayaannya.

Menurut Budi, hal itu lebih obyektif dan jujur ketimbang sang pejabat negara yang mengisi formulir LHKPN sendiri.

"Saya tidak mau saya yang melaporkan. Suruh KPK sendirilah yang mengisi itu. Malah lebih obyektif dong kalau begitu. Kan dia punya tim sendiri, cek sendiri, dan sebagainya," kata Budi.

Capim KPK Jadi Tersangka

Terakhir, beberapa hari menjelang penyerahan delapan nama capim KPK dari Pansel KPK kepada Presiden Joko Widodo, Budi menyebut ada salah seorang calon pimpinan atau capim yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, ia tak mau menyebut siapa calon yang dimaksud dan meminta Pansel untuk tak meloloskan nama yang "distabilo merah" oleh Polri.

Sejumlah pihak menilai, pernyataan Budi sarat kepentingan dan "ancaman" kepada Pansel.

"Kalau tidak salah, ada yang dua hari lalu sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik saya," ujar Budi.

Pernyataan Budi juga dinilai sebagai upaya intervensi terhadap Pansel.

Setelah berulang kali menyatakan tak akan menyebut nama capim yang menjadi tersangka, pada Kamis (3/9/2015) kemarin, Budi akhirnya mengatakan bahwa Nina Nurlina Pramono telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Pertamina Foundation.

Mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation itu masuk dalam 19 besar capim KPK.

Ceplas-ceplos Terkait pernyataan-pernyataannya yang kerap menimbulkan kontroversi, Budi mengatakan, apa yang disampaikannya adalah hal yang biasa. "

Ya saya memang gitu, ceplas-ceplos," ujar Budi.

Namun, ia memastikan, pernyataan yang dilontarkannya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Jika digeser karena dianggap menimbulkan kegaduhan, Budi tak mempersoalkannya.

Ia menganggap jabatan adalah amanah yang suatu saat bisa datang, bisa pula pergi.

Lebih Gila dari Dueterte

Selesai menjabat Kabareskrim, Budi kemudian diangkat menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), September 2015 hingga Maret 2018.

Pada bulan ini, dia berhenti menjabat Kepala BNN seiring dirinya memasuki masa pensiun sebagai anggota Polri.

Selama menjabat Kepala BNN, Budi dianggap sangar dalam memerangi narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia.

Bahkan dia menyatakan dirinya lebih gila dari Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.

Budi mengatakan itu saat mengungkap kekecewaannya pada oknum di lembaga pemasyarakatan.

Menurutnya, BNN selama ini sudah bekerja keras meringkus jaringan pengedar narkotika, tetapi oknum Lapas malah bekerja sama dengan mereka.

Duterte memang dikenal dunia internasional sebagai presiden yang gencar memerangi narkotika.

Bahkan Duterte tak segan membunuh serta menghukum mati para pihak yang terlibat jaringan narkotika di Filipina.

Budi mengatakan pada 2017 BNN menangani sekitar 29 ribu kasus terkait peredaran narkotika.

Lebih dari 90 persen kasus melibatkan jaringan di dalam lapas.

Budi menyesal tak punya kewenangan pada ranah lapas selama menjabat Kepala BNN sejak 8 September 2015.

Kewenangan tersebut berada pada Kementerian Hukum dan HAM RI.

Ia hanya bisa mengajukan gagasan, seperti yang dilakukannya pada 2015 lalu.

Budi mengusulkan untuk membangun lapas di pulau-pulau terluar khusus bagi para terpidana jaringan narkotika.

Tak lupa, ia menyertakan buaya sebagai penjaga lapas menggantikan manusia yang menurutnya mudah diintervensi iming-iming materi.

Dia mengaku sudah mengajukan rencana itu secara detail ke Kemenkumham dan sudah diterima Presiden.

Namun, hingga ia menanggalkan jabatan pada 1 Maret 2018, belum juga ada realisasi.

SAAT MEREKA PENSIUN

Susno Jadi Petani

Setelah tidak lagi bertugas pada Polri, Susno mengaku tidak memiliki kegiatan khusus dalam kesehariannya.

Ia menuturkan dirinya saat ini hanya sibuk bercocok tanam atau bertani.

"Nggak ada kegiatan apa-apa, tani aja udah, hanya bertani aja," ujar Susno, kepada Tribunnews di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (2/9/2017).

Susno menyebut dirinya kini berbaur dengan masyarakat dan menjadi rakyat pada umumnya.

Ia banyak menghabiskan waktunya beristirahat.

Berbeda ketika dirinya masih bertugas di kepolisian.

"Saya istirahat aja, jadi rakyat jelata," jelas Susno.

.

Dikatakan dia setelah tidak lagi bertugas di kepolisian tentu tidak ada 'hal penting' yang bisa disampaikan kepada media.

"Saya kan sudah nggak aktif lagi (di Kepolisian RI), jadi nggak punya berita lagi," kata Susno lalu tertawa.

Lebih lanjut Susno mengingatkan, sebagai seorang petani biasa, dirinya merasa tidak ada informasi penting yang dapat ia berikan.

"Wong (pekerjaan saya sekarang) hanya petani aja kok," ujar Susno.

Perlu diketahui, setelah pensiun dari kepolisian, Susno memiliki kesibukan 'berbaur dengan masyarakat'.

Ia memilih untuk bertani mengelola kebun dan sawah warisan orangtuanya.

Buwas Cuci Mobil

Budi tampak sibuk mencuci jeep merek Land Rover hitam di depan rumahnya, komplek Perwira TNI AD, Jalan Bulakrantai, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (2/3/2018), sehari setelah memasuki masa pensiun.

Dengan teliti, jenderal polisi yang dikenal dengan sapaan Buwas itu menyemprotkan air dari selang, memberi air sabun dan mengelap setiap bagian luar mobil tersebut.

Ia bahkan, menyikat bersih bagian pijakan kaki (footstep) yang tampak kotor.

Setelah tampak kinclong, Buwas langsung memasuki mobil dengan sistem penggerek 4 roda (four-wheel drive) alias 4WD atau 4X4 tersebut.

Selamat menikmati masa pensiun, jenderal.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved