Nadia Murad Perempuan Yazidi Tuturkan Kisah Lari dari Budak Nafsu ISIS

Komandan itu lalu meludahi wajah Murad, mengeluarkan sebatang rokok, dan memadamkannya tepatdi bahu Murad.

Editor: Duanto AS

Tapi pertama-tama, laki-laki itu harus membelikannya lebih banyak pakaian. Mau tidak mau, ia harus meninggalkannya dalam beberapa hari.

Dan kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh Murad untuk melarikan diri. Pertama-tama ia mencoba mendobrak pintu depan, gagal. Ia mencobanya lagi lebih keras, dan akhirnya berhasil.

Entah kenapa, si laki-laki yang hendak membawanya ke Suriah itu membiarkannya tidak terkunci di rumah sendirian.

Setelah berhasil mendobrak pintu, Murad terus berjalan dan tak mau berhenti. Ia mengenakan pakaian abaya, dengan wajah tertutup laiknya perempuan muslim pada umumnya, dan, bagaimanapun juga, ia tetap sangat ketakutan.

“Jika ada Sunni yang mau menolongku, pastinya adalah Sunni yang miskin,” ia beralasan.

Setelah jauh berjalan, ia melihat sebuah rumah yang bangunannya mirip dengan rumahnya di Kocho. Ia mengetuk pintu rumah itu.

“Aku mohon, bantu aku,” katanya, tidak tahu apakah akan diselamatkan malah justru akan dihancurkan.

Salah seorang laki-laki yang ada di rumah itu kemudian menariknya. “Lebih aman di sini,” kata laki-laki itu.

Keluarga tersebut, yang membenci ISIS, membiarkannya tinggal bersama mereka selama beberapa hari sembari menyiapkan sebuah rencana: salah satu anak laki-laki di rumah, Nasser namanya, akan mengantarnya keluar dari wilayah ISIS.

BACA JUGA Ini Tiga Nama yang Santer Dikabarkan Bakal Jadi Plt Wali Kota Jambi, Bakal Ramai

Jika ada yang bertanya, ia akan berpura-pura menjadi suaminya. Dan rencana itu berhasil dengan sangat baik.

Dengan menggunakan kartu identitas palsu serta sebuah alasan baru saja mengunjungi keluarga di Irak yang dikuasai Kurdi, Murad dan Nasser berhasil melewati banyak pos pemeriksaan ISIS sampai ia bertemu kembali dengan dua saudara laki-lakinya di sebuah kamp pengungsian.

Tapi perjuangan Murad belum berhenti sampai di situ.

Saat dilakukan filter terhadap para pengungsi baru, Murad akhirnya tahu apa yang telah terjadi dengan orang-orang terkasihnya.

Ibunya telah ditembak dan dikubur di sebuah kuburan dangkal bersama dengan 85 perempuan Yazidi lainnya. Lima saudara laki-lakinya dieksekusi. Keponakannya diculik ISIS dan akan dicucui otaknya. Dan dua saudara perempuannya, masih di dalam tahanan.

Untungnya, salah satu saudara laki-lakinya berhasil ditemukan di rumah sakit terdekat. Murad menolak bercerita kepada saudara laki-lakinya yang masih hidup tentang apa saja yang telah ia alami.

Ia tahu, cerita tersebut justru akan menyakiti keluarganya.

Meski begitu, Murad menceritakan beberapa penggal kisahnya kepada beberapa reporter berita. Ketika Murad Ismael, direktur eksekutif Yazda, sebuah kelompok advokasi Yazidi, sedang mencari orang yang mau bercerita kepadanya untuk dibawa ke Dewa Keamanan PBB, Murad bersedia bercerita.

Lebih dari setahun kemudian, Murad diterbangkan melintasi Samudra Atlantik untuk pertama kalinya. Tujuannya adalah New York, di mana ia harus berpidato di depan PBB.

Dengan tenang, ia bilang: “Kalian adalah yang menentukan apakah gadis-gadis lain, di belahan dunia lain, akan menjalani kehidupan yang sederhana atau dipaksa hidup dalam penderitaan dan perbudakan—seperti aku.”

Pidato itu kemudian menjadi titik balik.

“Aku percaya pidato Nadia meningkatkan kesadaran tentang tirani ISIS, yang sekarang telah mengalami kemunduran,” ujar Ismael kepada The Post.

Agustus tahun ini, Dewan Keamanan mengeluarkan sebuah resolusi untuk menunjuk penyelidik independen untuk mengumpulkan bukti kejahatan ISIS, sebuah langkah awal untuk meminta pertanggung jawaban mereka atas eksekusi massalnya.

The Post melaporkan, lebih dari 3.000 perempuan dan anak-anak masih diperbudak ISIS dan 300 ribu orang Yazidi masih mengungsi.

Murad sekarang tinggal di sebuah kota di dekat Stuttgart, Jerman, melalui sebuah program yang melibatkan 1.100 pengungsi Yazidi pada 2015 lalu.

Pada September 2016, UN Office on Drugs and Crime menunjuknya sebagai duta korban perdagangan manusia yang selamat. Ia juga dinominasikan untuk mendapatkan Nobel Perdamaian.

Oleh Time, ia juga disebut sebagai perempuan paling berpengaruh pada 2016 lalu.

Tak lama berselang, dua saudara perempuannya juga dibebaskan dari perbudakan ISIS. Dimal (33) sekarang tinggal di Jerman bersama Murad, sementara Adke (30) berada di sebuah kamp pengungsian di Kurdistan.

Saat ini Murad hanya berharap bukunya bisa menjangkau khalayak yang lebih luas. Sebagian dari hasil penjualan buku itu, katanya, akan digunakan untuk mendukung korban-korban selamat dan membawa ISIS ke pengadilan.

Artikel ini telah ditayangkan pada Intisari Online dengan judul: Perempuan Yazidi Ini Bercerita tentang Dirinya yang Menjadi Budak Seks ISIS dan Bagaimana Ia Berhasil Melarikan Diri

BACA JUGA Baru, Penumpang Bisa Pakai Aplikasi Indonesia Airport untuk Permudah Layanan di Bandara

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved