Nadia Murad Perempuan Yazidi Tuturkan Kisah Lari dari Budak Nafsu ISIS

Komandan itu lalu meludahi wajah Murad, mengeluarkan sebatang rokok, dan memadamkannya tepatdi bahu Murad.

Editor: Duanto AS

Duduk di tengah para laki-laki dengan senjata api di tangan, Murad berpikir untuk bunuh diri. Ia lalu membuat perjanjian dengan dua kakak perempuannya, Dimal dan Adke.

“Kami akan mengambil kesempatan untuk melarikan diri,” tulisnya.

Ketika seorang pria dengan betis “setebal batang pohon” memilih Murad sebagai budaknya, ia menjerit dan mencoba menolak tawaran itu.

“Matanya terbelalak di tengah wajahnya yang lebar … ia tak terlihat seperti pria—tapi seperti monster.”

Ketika ia melihat pria lain dengan betis yang lebih kecil, ia memintanya untuk membawanya, berharap ukuran tubuhnya yang kecil bisa menyelamatkannya.

“Ia milikku,” kata si kurus kepada si pria yang lebih besar betisnya. Dan begitulah yang akhirnya terjadi.

Murad lalu terdaftar sebagai budak—lengkap dengan foto identitas yang akan tersebar ke seluruh militan jika ia nekat melarikan diri. Ia dibawa ke rumah barunya milik seorang hakim ISIS bernama Hajji Salman.

“Kau adalah sabiyya keempatku,” katanya kepada Murad.

“Tiga lainnya sudah menjadi muslim sekarang. Aku melakukan ini untuk mereka. Yazidis adalah orang kafir—itulah sebabnya aku melakukan ini, untuk membantumu.”

Tak lama berselang, Salman menyuruhnya mandi, mengenakan gaun hanya sampai lutut. Ia juga disuruh menggunakan krim penghilang bulu di sekujur tubuhnya.

“Aku berdiri di depan cermin kamar mandi. Aku tahu jika tidak mengenakan make-up apa pun, akau akan dihukum. Aku lalu melihat sebuah tumpukan di samping. Biasanya, keponakanku dan aku sangat menyukai make-up baru. Kami akan berdiri di depan cermin, merias mata dengan warna-warna yang berbeda, lalu menutupi bintik-bintik dengan foundation. Di rumah Hajji Salman, aku hampir tidak kuat melihat diri di depan cermin. Aku memakai lipstik dan riasan mata merah muda—cukup, saya berharap, untuk menghindari pukulan.”
Si Salman ini tabiat suka pamer. Ketika memperkosa Murad, ia akan melenguh sekeras-kerasnya, seolah-olah ingin penjaga dan seluruh Mosul mendengar dan tahu bahwa ia berhasil memperkosa sabiyya.

“Sentuhannya dilebih-lebihkan, kuat, yang artinya sangat menyakitiku … aku seperti anak kecil, menangis karena ingat ibu,” tulis Murad lagi.

Sudah begitu, Murad tak pernah luput dari hukuman. Salman tidak senang dengan caranya membersihkan rumah. Salman juga akan sangat marah jika Murad menangis saat ia memperkosanya.

Lebih dari itu, Salman juga mengancam Murad jika berani melarikan diri. Dan itu benar-benar ia lakukan saat mengetahui Murad beberapa kali mencoba melarikan diri dengan cara mengenakan jubah yang biasa dikenakan perempuan muslim.

Seminggu kemudian, Murad dikirim ke enam laki-laki lainnya dan memperkosanya serta memukulinya, sebelum diserahkan kepada laki-laki lain yang berniat membawanya ke Suriah.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved