Berita Politik
Perang Kata PDIP vs PSI: Tudingan 'Manfaatkan Jokowi' Dibalas Sentilan Sejarah dan Isu Kasus Korupsi
Ahmad Ali, melontarkan kritik keras yang menuding 'partai lama' Jokowi atau PDIP hanya memanfaatkan dan tidak menghargai jasa Presiden ke-7.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Hubungan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kian memanas.
Situasi itu setelah Ketua Harian DPP PSI, Ahmad Ali, melontarkan kritik keras yang menuding 'partai lama' Joko Widodo atau Jokowi hanya memanfaatkan dan tidak menghargai jasa Presiden ke-7 itu.
Tudingan ini sontak memicu respons pedas dari kubu PDI Perjuangan, yang membalasnya dengan sentilan tentang minimnya pemahaman sejarah hingga dugaan motif politik untuk 'mengamankan' diri dari kasus hukum.
Tuduhan PSI: Jokowi Dimanfaatkan, Jabatan Diperas untuk Menebalkan Kantong
Dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) DPW PSI Sulawesi Tenggara di Kendari, Jumat (21/11/2025), Ahmad Ali meminta kader PSI menjadikan Presiden Jokowi sebagai patron politik.
Ali memuji perjalanan politik Jokowi yang dimulai dari desa, menjunjung adab, dan didorong oleh rakyat untuk menjadi wali kota hingga presiden.
Namun, Ali menuding di partai lamanya, yang merujuk pada PDIP, Jokowi justru tidak pernah dihargai.
"Beliau (Jokowi) kemudian di partainya yang dulu diklaim sebagai partainya, tapi tidak pernah dihargai di sana. Hanya dimanfaatkan di tempat di partainya, digunakan jabatannya untuk kepentingan partainya... Dan diperas, dimanfaatkan, dijadikan jabatannya dia untuk membesarkan dan menebalkan kantong mereka," ujar Ahmad Ali.
Baca juga: Tetap Santai Dihina, Kaesang Pangarep Samakan PSI dengan Gajah: Kita Ini Kuat!
Baca juga: Kronologi Pedagang di Cisarua Tewas Mengenaskan: Ditikam Wali Murid Usai Tagih Uang Tabungan Umrah
Baca juga: Istri Sah AKBP Basuki Akhirnya Muncul, Kini Tengah Diperiksa Terkait Kematian Dosen Untag di Kostel
Ali menegaskan pencalonan Jokowi sebagai pejabat publik, dari gubernur hingga presiden, adalah buah dari paksaan rakyat kepada partai tersebut.
Tudingan ini, menurut Ali, didasari oleh sikap "partai lama" yang menuduh Jokowi macam-macam pasca-Pilpres 2024.
Ali juga menyinggung soal posisi putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, sebagai Ketua Umum PSI.
Ahmad Ali berpendapat, sah-sah saja seorang ayah memikirkan dan "menitipkan" putranya di politik, terutama karena Jokowi sendiri tidak pernah dihargai di partai lamanya.
Balasan PDIP: Sentilan Sejarah dan Isu Cari Panggung
PDI Perjuangan tak tinggal diam.
Dua politikus senior partai banteng itu langsung menyuarakan keberatan.
Andreas Hugo Pareira: Tidak Tahu Sejarah & Cari Panggung
Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira, menilai pernyataan Ahmad Ali menunjukkan kurangnya pemahaman Ali terhadap sejarah hubungan Jokowi dan PDI Perjuangan.
"Ya itu artinya dia tidak tahu sejarah. Di republik ini sebagian besar orang tahu sejarah Jokowi dan PDI Perjuangan," kata Andreas Hugo Pareira, menyentil Ali untuk belajar sejarah politik tersebut.
Andreas Hugo Pareira juga menuding bahwa pernyataan Ali hanya upaya "cari muka" dan "cari panggung" yang dinilainya terlalu dangkal.
Baca juga: Serangan Balik Politisi PDIP Usai Dilaporkan Atas Ucapannya Tentang Soeharto: Silakan Adu Data-Fakta
Baca juga: TPNPB Yahukimo Akui Tembak Rantis Militer di Dekai, Tantang Adu Senjata di Markas
"Kalau hanya mau cari muka, cari panggung dengan statement seperti ini, terlalu cetek. Merendahkan bobot dialog publik," tegasnya.
Guntur Romli: Diduga Terima Order Serang Partai
Respons yang lebih tajam datang dari politikus PDIP lainnya, Mohammad Guntur Romli.
Ia melontarkan dugaan adanya motif tersembunyi di balik serangan Ali terhadap PDIP.
Guntur Romli menduga Ali sedang menerima "order" untuk menyerang partai tersebut agar aman dari jeratan kasus korupsi.
Dugaan ini dikaitkan Guntur dengan penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ahmad Ali yang terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
"Sepertinya Ahmad Ali sedang menerima order untuk menyerang partai lama Jokowi, yang memecat Jokowi, agar dia aman dari kasus di KPK," ungkap Guntur Romli.
Guntur menyebut KPK pernah menyita uang tunai Rp3,49 miliar, dokumen, dan sejumlah barang mewah dari kediaman Ali pada Februari 2025 lalu.
Penggeledahan itu merupakan bagian dari penyelidikan KPK mengenai aliran dana dari pemberian izin tambang batu bara yang dilakukan Rita Widyasari.
Meski Ali sempat dipanggil KPK pada Februari dan Maret 2025, perkembangan status hukumnya hingga kini belum diketahui publik.
Baca juga: Bongkar Orang Besar di Kasus Ijazah Jokowi: Joman Tuding Tokoh Demokrat, Amankan 700 Bukti
Baca juga: Transformasi Drastis Lisa Mariana: Bariatrik Bawa Berkah, Tapi Juga Godaan Besar Pria Beristri
Perseteruan ini menggarisbawahi semakin terbukanya keretakan politik antara PDIP, yang selama ini dikenal sebagai kendaraan politik utama Jokowi, dengan PSI yang kini diketuai oleh putra bungsu Jokowi.
Tudingan pemanfaatan dan sentilan sejarah kini telah bercampur dengan isu kasus hukum, menjadikan drama politik pasca-Pilpres 2024 semakin memanas.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Kalender 2026 - Daftar Tanggal Merah Libur Nasional Long Weekend Januari s/d Desember
Baca juga: Kronologi Pedagang di Cisarua Tewas Mengenaskan: Ditikam Wali Murid Usai Tagih Uang Tabungan Umrah
Baca juga: Kisah Pemuda Ngarit Bisa 8 Karung Sehari, di Jambi Banyak Rumput Liar untuk Pakan
Baca juga: Istri Sah AKBP Basuki Akhirnya Muncul, Kini Tengah Diperiksa Terkait Kematian Dosen Untag di Kostel
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ahmad Ali Singgung Partai Lama Jokowi: Mereka Hanya Memanfaatkan Tidak Menghargai
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kata PDIP usai Ahmad Ali Sebut Partai Lama Jokowi Cuma Manfaatkan dan Tak Hargai Eks Presiden
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/20251123-Jokowi-Politisi-PDIP-dan-Politisi-PSI.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.