Kasus Ijazah Palsu

Roy Suryo Cs Tolak Mediasi Penal Kasus Ijazah Jokowi, PH: Tak Jawab Inti Persoalan Perkara

Pihak Roy Suryo Cs secara tegas menutup pintu restorative justice atau mediasi penal yang sempat diwacanakan soal kasus ijazah palsu Jokowi.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kompas.com
Jokowi, Roy Suryo dan dugaan ijazah palsu 

TRIBUNJAMBI.COM - Babak baru sengketa hukum terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kian memanas. 

Pihak Roy Suryo dan rekan-rekannya (Roy Suryo Cs) secara tegas menutup pintu restorative justice atau mediasi penal yang sempat diwacanakan.

Kuasa hukum para tersangka menegaskan perdamaian bukanlah tujuan akhir. 

Sebaliknya, mereka memilih jalur persidangan terbuka sebagai satu-satunya cara untuk membedah "kotak pandora" kebenaran validitas dokumen negara tersebut.

Menolak Jalan Tengah Demi "Kebenaran Mutlak"

Kuasa hukum Roy Suryo, Abdul Gafur Sangadji, menjelaskan alasan mendasar mengapa kliennya menolak opsi mediasi penal.

Mediasi Penal adalah sebuah mekanisme penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan. 

Menurutnya, langkah kompromi justru akan mengaburkan substansi perkara.

Baca juga: Kasus Ijazah Palsu: Rocky Gerung Sebut Jokowi Kejam, Tim Bon Jovi Bilang Psikopat

Baca juga: Kecelakaan Bongkar Peredaran Narkoba: TNI Temukan 75.000 Ekstasi dalam Tas, Lencana Polri di Kursi

Baca juga: Detik-detik Mencekam Evakuasi Korban Kebakaran di Bagan Pete Kota Jambi, Begini Kondisinya

"Kenapa kami menolak adanya mediasi atau perdamaian? Karena mediasi kalau ditempuh itu tidak akan menjawab inti persoalan dari perkara ini." — Abdul Gafur Sangadji (Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, 20/11/2025).

Gafur menekankan inti dari kasus ini adalah pembuktian ilmiah. 

Tuduhan yang dilayangkan oleh Roy Suryo dan Rismon Sianipar didasarkan pada penelitian yang menyimpulkan bahwa ijazah yang digunakan Joko Widodo untuk meraih jabatan publik adalah palsu. 

Oleh karena itu, hanya palu hakim di pengadilan yang bisa memberikan legitimasi hukum apakah tuduhan tersebut benar atau fitnah.

Ia juga menyoroti bahwa dalam hukum pidana, fokus utamanya adalah pembuktian materiil, berbeda dengan hukum perdata yang lazim menggunakan mediasi.

"Kalau kita bicara dalam konteks pidana, meskipun ada jalan untuk mediasi, tetapi mediasi itu juga tidak akan menyelesaikan pokok perkara hukum," tambahnya.

Status Hukum dan Pencekalan: "Maju Terus ke Pengadilan"

Penolakan mediasi ini juga didasari oleh status hukum yang sudah berjalan jauh. 

Dengan adanya penetapan tersangka dan upaya paksa berupa pencekalan ke luar negeri oleh Polda Metro Jaya, kubu Roy Suryo merasa proses hukum harus dituntaskan hingga vonis, bukan dihentikan di tengah jalan.

Baca juga: Dokter Tifa: Kasus Ijazah Jokowi Capai Terminal Akademik, Minta Proses Hukum Dihentikan

Baca juga: KPK Beberkan  Daftar Calon Tersangka Korupsi Google Cloud: Ada Nadiem Makarim dan Eks Stafsus 

Langkah ini diambil agar tidak ada lagi keraguan publik di masa depan. "Langkah yang terbaik yang ingin kami tempuh... adalah menempuh mekanisme peradilan untuk memberikan titik terang supaya ijazah ini ke depan tidak lagi dipersoalkan," tegas Gafur.

"Tidak Ada Kompromi Antara Al-Haq dan Al-Batil"

Senada dengan Gafur, anggota tim kuasa hukum lainnya, Ahmad Khozinudin, memberikan pandangan yang lebih ideologis. 

Ia mengkritik keras usulan mediasi penal yang sempat diamini oleh Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie.

Khozinudin menegaskan bahwa kasus ini adalah pertarungan antara kebenaran dan kebohongan yang tidak memiliki area abu-abu untuk didamaikan.

"Tidak ada perdamaian dengan kepalsuan, tidak ada perdamaian dengan kebohongan... Tidak ada kompromi antara al-haq dan al-batil," ujar Khozinudin dengan lantang.

Ia juga mengungkit rekam jejak Joko Widodo dalam kasus perdata sebelumnya, di mana mantan presiden tersebut diklaim tidak pernah hadir dalam sesi mediasi

Kini, saat kasus bergulir ke ranah pidana di mana Jokowi menjadi pihak pelapor, Khozinudin menantang agar Jokowi hadir langsung di muka persidangan.

Kritik Menohok untuk Komisi Reformasi Polri

Selain menolak mediasi, pihak Roy Suryo juga melayangkan kritik tajam kepada Komisi Reformasi Polri. Khozinudin meminta lembaga tersebut fokus pada tugas utamanya membenahi internal kepolisian ketimbang "sibuk" mengurusi kasus ijazah.

Ia menyoroti isu kriminalisasi yang dianggapnya sebagai penyakit institusi yang harus segera diobati.

"Salah satu legacy institusi Polri yang perlu dikoreksi adalah gemar melakukan kriminalisasi, dan karena kriminalisasi itulah hari ini klien kami, Pak Roy Suryo dan kawan-kawan, statusnya menjadi tersangka," pungkasnya.

Sebagaiman diketahui, sebanyak delapan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam rilis terkait tudingan ijazah palsu Jokowi yang digelar di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025).

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri menjelaskan penetapan tersangka dibagi dalam dua klaster.

"Berdasarkan hasil penyidikan, kami menetapkan 8 orang sebagai tersangka yang kami bagi dalam dua klaster," ungkapnya.

Ada lima tersangka dalam klaster pertama adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

Dalam klaster kedua ditetapkan tiga tersangka Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianpiar, dan Tifauzia Tyassuma.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Penjelasan Ending Dear X Weebtoon Kejatuhan Baek AhJin Tak Pernah Benar-Benar Usai

Baca juga: Kecelakaan Bongkar Peredaran Narkoba: TNI Temukan 75.000 Ekstasi dalam Tas, Lencana Polri di Kursi

Baca juga: Modus Bantuan Ternak Rp210 Juta, Kelompok Tani di Tebo Jambi Jadi Korban Penipuan

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tolak Mediasi soal Kasus Ijazah Jokowi, Kuasa Hukum Roy Suryo Cs: Tak Jawab Inti Persoalan Perkara

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved