Hari Pahlawan

Kompak Dukung Soeharto Pahlawan Nasional, Jokowi-Gibran Bersatu Bela Jasa Pembangunan

Nama Soeharto diusulkan bersama 39 tokoh lain tahun ini, termasuk Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah. 

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Ist/ Kolase Tribun Jambi
Soeharto, Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka 

TRIBUNJAMBI.COM - Menjelang peringatan Hari Pahlawan pada Senin, 10 November 2025, wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk mantan Presiden RI ke-2, Soeharto, kembali menjadi sorotan. 

Kali ini, sorotan tertuju pada kekompakan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo Atau Jokowi dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Sorotan itu lantaran bapak dan anak itu kompak menyuarakan dukungan terhadap usulan tersebut.

Nama Soeharto diusulkan bersama 39 tokoh lain tahun ini, termasuk Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah. 

Namun, berbeda dengan tokoh lain, usulan bagi Soeharto selalu diselimuti polemik dan pro-kontra yang kuat sejak pertama kali diajukan pada tahun 2010.

Jasa Besar vs Catatan HAM Berat

Pemberian gelar Pahlawan Nasional adalah bentuk penghormatan tertinggi negara atas jasa besar seorang warga. 

Dukungan terhadap Soeharto didasarkan pada kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan (seperti Serangan Umum 1 Maret 1949) dan pembangunan nasional, terutama keberhasilan swasembada pangan dan pengentasan kemiskinan yang disinggung oleh Gibran.

Namun, di sisi lain, usulan ini selalu dibayangi oleh catatan kelam selama era Orde Baru: pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, praktik korupsi, dan otoritarianisme.

Baca juga: Jokowi Dukung Gelar Pahlawan Soeharto, Padahal Dulu Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Era Orde Baru

Baca juga: DPO Curanmor Penembak Satpam Cakung Dibekuk di Cipayung, Polisi Amankan Pistol dan Kunci T

Baca juga: 5 Polisi Makassar Dihadiahi Penghargaan Usai Selamatkan Bilqis dari Jambi, Penculik Ditangkap

Jokowi dan Wapres Gibran Satu Suara

Meskipun menyadari adanya pro-kontra, baik Jokowi maupun Gibran memberikan sinyal dukungan yang jelas agar mantan mertua Presiden RI Prabowo Subianto itu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Gibran Rakabuming Raka fokus pada kontribusi pembangunan.

“Saya kira gelar untuk pahlawan ini sudah melalui proses dan tahapan yang panjang ya. Apalagi beliau-beliau ini memberikan sumbangsih dan kontribusi besar untuk negara,” kata Gibran, Jumat (7/11/2025).

Dia menambahkan, “Pak Harto, beliau berkontribusi dan berjasa besar untuk pembangunan, swasembada pangan, dan juga pengentasan kemiskinan.”

Sementara itu, Presiden Jokowi menyoroti pentingnya menghargai jasa setiap pemimpin, tanpa mengabaikan kekurangan yang ada.

“Setiap pemimpin baik itu Presiden Soeharto maupun Presiden Gus Dur pasti memiliki peran dan jasa terhadap negara. Kita semua harus menghargai itu dan kita sadar setiap pemimpin pasti ada kelebihan pasti ada kekurangan,” ujar Jokowi, di Solo, Kamis (6/11/2025).

Jokowi menambahkan bahwa pro-kontra adalah hal biasa dalam demokrasi, dan masyarakat harus menghormati pertimbangan tim pakar yang menilai usulan tersebut.

 Ia menutup pernyataannya dengan filosofi Jawa: "mikul dhuwur mendhem jero" (menjunjung tinggi kehormatan, serta menutup rapat-rapat segala aib dan kesalahan).

Dukungan kompak dari dua pemimpin tertinggi negara ini dipastikan akan memicu perdebatan sengit di ruang publik menjelang pengumuman resmi Keputusan Presiden terkait gelar Pahlawan Nasional.

Penolakan Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

MENOLAK LUPA; sejumlah organisasi masyarakat sipil telah terang-terangan menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.

Mereka menilai, Soeharto tidak layak menerima gelar tersebut karena rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM), praktik korupsi, dan pembungkaman kebebasan sipil selama rezim Orde Baru.

Penolakan ini disampaikan dalam jumpa pers yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), LBH Pers, dan SAFEnet, sebagai bagian dari Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas), di Jakarta Pusat, Jumat (7/11/2025).

Baca juga: Soeharto Tak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Aktivis 98: KKN Subur, Pelanggaran HAM Masif!

Baca juga: Geram Namanya Terus Disebut, Ayu Aulia Ancam Bongkar Fakta Kunci Kasus Ridwan Kamil Vs Lisa Mariana

Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardhana, menyebut dukungan DPR dan Menteri Kabinet terhadap gelar tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap akal sehat dan fakta sejarah.

“DPR buta dan tuli karena sama seperti menteri. Bukti-buktinya banyak. Ini mempermalukan dirinya sendiri,” kata Bayu.

Ia menegaskan bahwa secara moral dan historis, Soeharto tidak pantas dijadikan pahlawan nasional.

“Faktanya dia banyak kejahatannya. Kalau sebuah masa gelap tidak pernah diakui, maka akan terulang lagi,” ujarnya.

Bayu juga mengingatkan bahwa Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, termasuk tragedi 1965.

“Jokowi kan sudah mengakui ada 12 pelanggaran HAM dan itu termasuk 1965. Mau bukti apa lagi?” tukasnya.

Peneliti ELSAM, Octania Wynn, menyebut empat alasan utama mengapa Soeharto tidak layak diberi gelar pahlawan nasional.

1. Jejak pelanggaran HAM berat.

2. Pelanggaran prinsip demokrasi dan kebebasan sipil.

3. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

4. Tidak memenuhi syarat nilai kemanusiaan dan keteladanan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Octania juga menyoroti pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti pelanggaran HAM oleh Soeharto.

“Kami menilai itu bentuk tutup mata. Korban-korban HAM berat masa lalu masih bisa ditemui, misalnya di Aksi Kamisan,” ujarnya.

Baca juga: Terungkap Kedok di Balik 2 Anak Bareng Penculik Bilqis di CCTV: Senjata Agar Korban Tak Curiga

Baca juga: Harga Sawit di Petani Tebo Jambi Rp2.800 Per Kg, Di Pabrik Rp3.442, Berapa di Wilayahmu?

Sementara itu, Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, mendesak pemerintah untuk membuka proses peradilan HAM terhadap Soeharto.

“Bagaimana bisa terbukti kalau proses peradilannya enggak pernah dilakukan?” tegasnya.

Mustafa juga mengingatkan, TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 dan TAP MPR Nomor 4 Tahun 1999 secara eksplisit menyebut Soeharto sebagai subjek yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).

“TAP ini masih berlaku sampai sekarang. Jadi tidak bisa serta-merta Fadli Zon atau negara menganggap bahwa ini tidak ada bukti,” pungkasnya.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Naik Lagi, Emas Perhiasan di Jambi 10/11/2025 Dibanderol Rp 15,2 Juta per Suku, Emas Antam Melonjak

Baca juga: 5 Polisi Makassar Dihadiahi Penghargaan Usai Selamatkan Bilqis dari Jambi, Penculik Ditangkap

Baca juga: DPO Curanmor Penembak Satpam Cakung Dibekuk di Cipayung, Polisi Amankan Pistol dan Kunci T

Baca juga: Pelaku Penculikan Datang ke Sungai Penuh Jambi untuk Lihat Ramalan Kartu Tarot

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bapak-Anak Kompak: Jokowi dan Gibran Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Sama-sama Ungkit Jasa

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved