Berita Regional

Pimpinan Dayah Bantah Santri Bakar Pondok Pesantren karena Korban Bully

Pimpinan Pondok Pesantren (Dayah) Babul Maghfirah di Gampong Lam Alue Cut, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, bantah santri bakar pondok karena bully

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
SerambiNews.com/Sara Masroni
SANTRI BAKAR PONPES - Polisi menggelar perkara santri bakar ponpes di Aceh. Aksi nekat itu dilakukan lantaran tak tahan kena bully. 

Maka dari itu, kalau alasannya dia bakar asrama itu supaya terbakar barang-barang kawan-kawannya karena dia sudah lelah dibully, maka patut dipertanyakan karena dia punya pilihan bukan menargetkan bangunan tersebut, dia punya pilihan,” katanya.

Di sisi lain, Masrul menyoroti kebiasaan pelaku bermain gim daring, khususnya Roblox. Ia menduga ada kemungkinan santri tersebut terpengaruh tantangan (challenge) di dalam gim, yang mana gim tersebut sering dimainkan di ruang komputer. 

"Jadi ada banyak persoalan yang melatarinya. Maka saya sebagai pimpinan pesantren ketika sudah positif bahwa dia yang melakukan pembakaran, saya punya dua dugaan. 

Enggak mungkin motif bully itu yang menjadi dugaan utamanya, enggak mungkin setelah sekian lama dia dibully dia melampiaskan itu ke pesantren, padahal yang melakukan kekerasan bukan unsur kepanitiaan pesantren, bukan ustadnya, bukan pengurus pesantren, tapi kawan-kawannya,” ungkapnya. 

Ia menilai penyidik Polresta terlalu cepat menarik kesimpulan tanpa mendalami latar belakang lain yang lebih kompleks. 

Ia berharap kepolisian dapat melakukan penyelidikan yang lebih menyeluruh dan tidak hanya berpatokan pada isu bullying.

Pasalnya, pihak pesantren selalu menanamkan nilai sopan santun, saling menghormati, dan menolak segala bentuk kekerasan di lingkungan dayah. 

“Kita mengajarkan anak-anak untuk berkomunikasi yang sopan, untuk hormat kepada kawan-kawan. 

Saya selalu menekankan kalimat-kalimat tersebut setiap kali berinteraksi dan setiap kali menyampaikan nasihat kepada mereka,” sebutnya. 

“Jadi dengan beberapa pertimbangan tadi sangat tidak logis dan saya menganggap bahwa kesimpulan dari penyidik kepolisian yang disampaikan oleh Kapolresta itu sangat-sangat prematur,” pungkasnya.

Sebagai informasi, pada tahun Juli 2024 lalu SMAS Babul Maghfirah telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Sekolah SMAS Babul Maghfirah Tahun Pelajaran 2024-2025. 

Tim tersebut beranggotakan tujuh orang, terdiri dari unsur tenaga pendidik di pesantren, komite sekolah, siswa, serta orang tua wali.

 

Baca juga: Ibu Biarkan Bayi Meninggal usai Persalinan dan Bohongi Suami Tunanetra karena Malu

Baca juga: Kamuflase Tahanan Rutan Demak jadi Tukang Galon di Sungai Bahar

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved