Wawancara Eksklusif
Analisis Jebakan Utang di Proyek Kereta Whoosh, Siapa yang Harus Bayar Utang ke Cina
Noorsy menegaskan pernyataan Luhut tentang "barang busuk" proyek Whoosh perlu dijelaskan secara transparan kepada publik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembicaraan tentang kereta cepat Whoosh semakin menghangat. Apalagi soal tinggalan utang Rp 116 triliun.
Berikut ini pandangan analisis ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, yang mendesak agar eks Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mempertanggungjawabkan pernyataannya yang menyebut "menerima barang busuk" dalam proyek kereta cepat Whoosh.
Desakan ini disampaikan Noorsy dalam konteks penyelidikan KPK yang telah dimulai terhadap proyek strategis nasional tersebut.
Noorsy menegaskan pernyataan Luhut tentang "barang busuk" proyek Whoosh perlu dijelaskan secara transparan kepada publik.
Hal itu disampaikan Ichsanuddin Noorsy saat sesi wawancara dengan Tribunnews.com dalam program On Focus pada Selasa (28/10/2025).
”Kita minta pertanggungjawaban Luhut Binsar Pandjaitan ketika dia bilang, ‘Saya sudah menerima barang busuknya proyek ini’,” tegas Noorsy.
Analis senior ini mengajukan tiga pertanyaan kritis yang harus dijawab Luhut, di antaranya:
"bagaimana Anda mendeskripsikan ini barang busuk?”, "kenapa Anda menerima barang busuk?” dan "bagaimana Anda kemudian mengkaji bahwa ini harus diteruskan atau tidak diteruskan?”
"Biar kemudian bisa diurut juga pernyataan-pernyataan dia sebelumnya. Menko ini enggak sekadar. Jadi biar jelas itu,” tambah Noorsy.
Noorsy mengungkapkan kecurigaannya adanya praktik tidak sehat dalam proyek Whoosh.
"Sebagaimana kajian saya di beberapa tempat, di balik kereta api Whoosh ada asimetrik informasi yang luar biasa,” ujarnya.
Dia menarik paralel dengan kasus tiang-tiang di Jalan Rasuna Said Kuningan yang tidak berdaya guna.
"Itu kan ada yang disebut dengan sangkutan. Dalam bisnis ada yang disebut dengan sangkutan. Pertanyaan menarik, ada nggak di Whoosh sangkutan?
Ada nggak pihak-pihak tertentu yang menegosiasikan kekuasaannya bergeser menjadi makna ekonomi?” tandas Noorsy.
Noorsy juga memetakan rantai pertanggungjawaban yang harus ditelusuri KPK.
"Dari Luhut bisa kita tahu bagaimana peranan Rini Soemarno. Dari Rini Soemarno kita bisa tahu bagaimana peranan Jonan. Jadi bisa kita telusuri dari Jonan, ke Rini, ke Luhut, lalu kemudian ke pernyataan Jokowi.”
"Paling tiga, empat nama itu bisa kita tanya, bisa kita bongkar, tanya saja baik-baik di situ.”
Noorsy juga mengkritik pernyataan Presiden ke 7 RI Jokowi yang membenarkan proyek Whoosh dengan alasan "social services”.
"Lalu kemudian Jokowi kemarin melakukan pembenaran, ‘Jangan dihitung angka-angka, tapi lihat social services-nya’.
Saya setuju, karena menghitungkan angka-angka nomor dua.
Pertanyaan besarnya menjadi, bagaimana Anda melihat social services? Ini bukan social services, Bos. Apa sih konsep social services Anda itu?”
Berikut petikan wawancara dengan analis ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy dengan Tribunnews:
Ada empat nama menurut Bapak, tapi tadi Bapak nyebutnya Luhut dulu, baru Jokowi. Jadi menurut Bapak Luhut dulu yang dipanggil ya Pak, baru Jokowi?
Karena Luhut yang pernyatakan secara terbuka, "Saya menerima barang busuk ini.”
Lalu kemudian Jokowi kemarin melakukan pembenaran, "Jangan dihitung angka-angka, tapi lihat social services-nya.”
Saya setuju, karena menghitungkan angka-angka nomor dua.
Pertanyaan besarnya menjadi, bagaimana Anda melihat social services?
Ini bukan social services, Bos. Apa sih konsep social services Anda itu?
Soal hitung-hitungan proyeksi pendapatan dari Whoosh ini (apakah) cukup pak untuk menutup biaya utang dan operasional Pak?
Nggak bisa. Asumsi saya yang pertama, ketika bergeser menjadi 3-4 persen itu dari asalnya 40 tahun (tenor), 10 tahun grace period, 30 tahun pembayaran cicilan pokok, saya hitung asal-muasalnya menjadi sekitar 60 tahun.
Tapi begitu naik sampai 7,2 (miliar USD), saya ngitungnya 108 tahun baru BEP.
108 tahun, Pak?
Eh sebentar, sebentar. Jangan kaget.
Lihat MRT, berapa tahun itu BEP.
Oke, ayo banding-bandingkan, lihat MRT itu berapa tahun BEP, berapa tahun dia akhirnya lunas.
Dari posisi selama dia tidak lunas, itu teknologinya gimana, tenaga kerjanya kayak apa, maintenance and operation cost-nya kayak apa, biaya uangnya kayak gimana, cost of fund-nya. Coba dihitung.
Menurut saya begini, saya nggak ngerti ya cara-cara berpikir di Kementerian Keuangan sama di Kementerian Perhubungan kalau sudah kayak gini kayak gimana.
Justru saya "nelangsa” betul gitu.
Sebagai ekonom yang mengerti bagaimana kebijakan publik, bagaimana bisa menghitung makronya, bagaimana bisa menghitung mikronya, itu penting, penting sekali.
Oh, ini mikronya begini, rangka berpikirnya begini, maka kita tahu internal rate of return-nya begini, BEP-nya sekian tahun.
Internal rate of return itu tingkat pengembalian internal, dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku, dibandingkan dengan inflasi.
Lalu kemudian kita ngitung berapa tahun BEP-nya.
Lalu dari segi itu bagaimana biaya operation and maintenance cost-nya, bagaimana keterjaminan tenaga kerjanya, ketergantungan teknologinya kayak apa, sampai seberapa jauh kita punya kedaulatan ekonomi di bidang transportasi darat ini.
Gitu dong mikirnya, struktural gitu lho.
Berarti tenor 40 tahun jadi 60 tahun yang statement-nya sih udah disetujui.100 tahun lebih. Jadi direstrukturisasi ini menurut bapak bukan solusi yang tepat ya?
Restrukturisasi cuma selesai menyelesaikan tanggung jawab keuangan. Itu yang disebut dengan debt trap, jebakan utang. Itu yang disebut dengan debt trap.
Andai kata kemudian terjadi sesuatu (secara) politik, bukankah Cina akan tetap menuntut pembayaran,
Dan ketika menuntut pembayaran ketika asas pada core services-nya, core product-nya tidak lagi mampu membayar, apa yang dilakukan?
Kan Cina tetap minta jaminan, karena sudah ada APBN. Tetap ada jaminan negara.
Itu yang disebut dengan debt trap, jebakan hutang.
Cina mungkin mengambil aset yang lain dalam rangka menjamin bahwa memang hutang ini pada akhirnya terbayar. (Tribun Network/ Yuda).
Baca juga: Mahfud MD Latih KPK Usut Dugaan Korupsi Whoosh Warisan Jokowi, Singgung Kontrak-Dokumen Rahasia
Baca juga: Daftar Tanggal Merah November Desember 2025, Libur Nasional Cuti Bersama
| Pengakuan Bonatua Silalahi Diancam Saat Cari Salinan Ijazah Jokowi |
|
|---|
| Wawancara Eksklusif: 'Jangan Diamputasi, Ma, Abang Mau jadi Pemain Sepak Bola' |
|
|---|
| Saksi Kata, Anggota HMI Dikeroyok di UIN STS Jambi hingga Kepala Bocor |
|
|---|
| Saksi Kata, Sesepuh Kenali Asam Atas Kota Jambi Siap Mati, Heran Zona Merah Pertamina |
|
|---|
| Saksi Kata, Pasien Somasi RSUD Kota Jambi, Pengacara: Anak 4 Tahun Meninggal |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.