Berita Nasional

Analisis Politik Dejokowisasi dan Hubungan Prabowo-Jokowi Renggang Jelang Pemilu 2029

Menurut analisis politik, renggangnya hubungan Prabowo-Jokori berawal dari pertemuan Prabowo dan Jokowi pada 4 Oktober 2025 lalu. 

Editor: asto s
BPMI Setpres
Jokowi (Joko Widodo) dan Prabowo Subianto. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Hubungan Prabowo Subianto dan Joko Widodo akan berubah jelang Pemilu 2029

Semuanya berawal dari pertemuan Prabowo dan Jokowi pada 4 Oktober 2025 lalu. 

Paparan analisis politik oleh pakar tengah ramai dibicarakan di media luar negeri.

Media The Strait Times membeberkan hasil pernyataan para analisis tentang hubungan Presiden RI, Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mengapa hubungan Prabowo-Jokowi diprediksi bakal renggang?

Hubungan keduanya yang saat ini menyatakan diri sebagai sahabat itu diprediksi bakal renggang jelang Pemilu selanjutnya, yakni Pemilu 2029.

Media pemberitaan asal Singapura ini menyorot pertemuan Prabowo dan Jokowi pada 4 Oktober 2025 lalu sebagai sinyal politik ke depan.

Meski tidak ada pernyataan resmi yang merinci isi pembicaraan, pertemuan tersebut dinilai sarat muatan politik dan memperbarui perhatian terhadap dinamika hubungan mereka.

Pertemuan dua jam itu berlangsung di tengah isu reshuffle Kabinet dan tuduhan pemalsuan ijazah yang menimpa Jokowi dan putranya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Beberapa analis menilai pertemuan tersebut sebagai langkah Jokowi untuk mencari jaminan politik dari Prabowo agar posisinya tidak semakin terjepit.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai bahwa hubungan keduanya masih saling membutuhkan.

"Pak Prabowo akan tetap meminta nasihat dari Pak Jokowi demi menjaga stabilitas politik hingga setidaknya tahun 2028," ujarnya, diberitakan The Straits Times.

Di sisi lain, langkah Prabowo mengganti sejumlah pejabat yang dikenal sebagai loyalis Jokowi, seperti Budi Arie Setiadi dan Hasan Nasbi, memunculkan istilah “dejokowisasi” di media lokal.

Namun, analis politik Wasisto Raharjo menilai perombakan tersebut bukan bentuk balas dendam politik.

“Perombakan itu dilakukan secara profesional. Mereka yang dicopot adalah yang berkinerja buruk atau memiliki masalah hukum,” katanya.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved