“RWS ini perannya sebagai broker yang mengatur koneksi antara Dinas dan perusahaan. Dia mempertemukan pihak Dinas dengan WS, direktur PT Indotech,” kata Taufik, Kamis (7/8).
Namun, yang menarik, WS ternyata tidak menggunakan perusahaannya sendiri untuk mengikuti lelang.
Ia meminjam perusahaan milik ES yakni PT Tahta Djaga Internasional (PT TDI) dan menjadikannya direktur formal dalam dokumen tender.
“Perusahaan yang ikut lelang dan menang adalah TDI, yang secara resmi dipimpin oleh ES. Tapi sebenarnya semua dikendalikan oleh WS,” jelasnya.
Praktik pinjam perusahaan ini digunakan untuk menyiasati proses lelang dan membuka celah bagi korupsi.
Setelah perusahaan tersebut menang, proyek dijalankan tidak sesuai spesifikasi hingga menyebabkan kerugian negara.
“Proyek dimenangkan oleh perusahaan TDI senilai Rp11 miliar, namun kerugian keuangan negara yang ditimbulkan mencapai Rp6,8 miliar,” kata Taufik.
Dua tersangka saat ini ditahan dan dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai.
“Total uang yang berhasil kita amankan saat ini berjumlah Rp8,5 miliar lebih,” tambahnya.
Polda Jambi akan segera melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut. Kasus ini dipastikan akan terus dikembangkan, mengingat proyek tersebut menggunakan anggaran besar dari APBD Provinsi Jambi.
Satu Masih Buron
Tersangka berinisial WS yang juga Direktur PT Indotech hingga kini masih berstatus buronan polisi.
Adapun, RWS dan ES, telah ditahan di Rutan Polda Jambi sejak 18 Juli 2025.
“Terhadap tersangka WS, saat ini telah diterbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO),” ujar Kombes Pol Taufik Nurmandia, Kamis (7/8).