Menurut Budi, saat rekonstruksi Yuyun bersikeras bahwa korban tewas karena gantung diri.
Namun, visum dan keterangan ahli forensik menunjukkan bahwa korban meninggal akibat patah batang leher dan benturan benda keras di kepala. Bahkan, Yuyun mengakui bahwa ia membenturkan kepala korban.
Pada saat kejadian, lanjut Budi, kliennya tidak berada di lokasi. Faskal baru mengetahui insiden itu setelah ditelepon oleh Yuyun sekitar satu jam setelah meninggalkan Polsek.
Selain itu, menurut Faskal, saat terakhir melihat korban, korban tidak mengenakan ikat pinggang.
Padahal, ikat pinggang tersebut kemudian disebut sebagai alat yang digunakan untuk gantung diri.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai narasi gantung diri yang dibangun Yuyun.
"Kalau korban sudah meninggal akibat benturan, lalu digantung, siapa yang menggantung? Sulit secara logika jika Yuyun bisa melakukannya sendirian.
"Artinya, ada kemungkinan orang lain yang terlibat, namun tidak pernah diungkap atau dijadikan tersangka. Kami mencium ada pihak lain yang tidak tersentuh hukum dalam kasus ini," tegas Budi.
Ia juga menyayangkan bahwa vonis hakim mengesampingkan fakta-fakta penting di persidangan, termasuk posisi Faskal sebagai Bhabinkamtibmas yang tidak memiliki kewenangan penyidikan.
"Kita sangat keberatan dengan vonis tersebut dan jika memang Faskal bersalah, harus dibuktikan secara jelas. Tapi dalam fakta sidang, Faskal tidak melakukan apapun yang menyebabkan korban meninggal.
"Kami tidak membenarkan tindakan melawan hukum, tapi kami menuntut keadilan yang proporsional. Faskal tidak pantas disamakan dengan Yuyun yang jelas-jelas mengakui perbuatannya," pungkasnya.
Kejari Muaro Jambi Hormati Keputusan
Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Muaro Jambi menghormati keputusan kedua terdakwa dalam perkara ini—yakni Brigadir Faskal yang mengajukan banding dan Bripka Yuyun yang tidak.
"Kita menghormati dan menghargai keputusannya untuk melakukan banding," kata Kasi Intel Kejari Muaro Jambi, Angger.
Ia menjelaskan bahwa banding merupakan hak terdakwa sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.