WAWANCARA EKSKLUSIF

TB Hasanuddin: Makin Banyak Cawe-cawe, Makin Bikin Pusing, Seri I

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), TB Hasanuddin, seusai sesi wawancara khusus di Studio Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Selasa (16/7).

Menurut hemat saya, kita harus punya banyak kesadaran, ya. Saya selalu masih ingat pesan Bung Hatta, bahwa undang-undang, ada peraturan dan sebagainya, yang paling menentukan adalah para penyelenggara negara ini.

Jadi harus memiliki kesadaran yang baik, yang benar, untuk kepentingan rakyat, itu saja. Selama itu kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan golongan, kepentingan lain, bukan atas dasar kepentingan rakyat, maka kita akan terus saja begitu.

Begitu ada kesempatan gulirkan ini untuk ini. Begitu ada kesempatan gulirkan ini untuk ini, dan sebagainya. Saya mohon, setop lah. Mari kita kembalilah ke jati diri kita. Sudah banyak diberi contoh oleh para pendahului bangsa.

Kalau hanya PDI perjuangan yang menolak, yang lain kompak, jebol ini, jadi ini barang?

Saya mau tanya, kapan sih di Indonesia, kita melaksanakan sila keempat, ya, Pancasila, musyawarah untuk mufakat, kapan? Saya tanya balik. Nggak pernah. Ujung-ujungnya, voting saja.

Begitu dilihat, kalau voting menang, oke, lanjutkan. Oh, kalau voting kalah, ya sudah gabung. Ya, begitu saja. Artinya, suasana pengambilan keputusan poting itu, itu selalu menghantui. Nah, saya masih ingat, para senior saya dulu, musyawarah itu kalau tidak cukup satu jam, satu hari.

Sampai musyawarah mufakat. Tidak pernah, dan kalian jangan kemudian melemahkan minoritas, atau merasa kalian itu mayoritas, sudah, masuk saja ke voting. Wah, begitu.

Tirani mayoritas namanya?

Ya, begitu. Tidak boleh. Jadi harus terus diskusi-diskusi. Kalau tidak cukup sehari, dua hari. Tidak cukup dua hari, tiga hari.

Seminggu, kalau perlu sebulan musyawarah. Sehingga semua hasil musyawarah itu menghasilkan sesuatu yang diterima oleh semua kelompok. Nah, itu harus mulai diajarkan oleh saya.

Jadi nanti, kalau ini akan dibahas di dalam Baleg, pasti Pak TB Hasanuddin akan menolak rencana ini, ya? Kan gitu kan? Kalau saya ambil kesimpulannya, apa namanya partai menolak rencana untuk memaksakan revisi undang-undang?

Ya, saya belum berdiskusi dengan fraksi dulu.

Oh, belum?

Belum. Karena kan saya belum, baru dapat surat. Tetapi ide-ide saya, dan, ya, fatsun aturan. Saya akan sampaikan ini lho, yang sesungguhnya aturan kalau mau dipakai. Tapi kalau misalnya mau yang lain, ya saya mungkin nggak ikutan.

Jadi nanti kalau partai ikut menyetujui, Pak TB nggak ikut-ikutan lah, kira-kira gitu?

Dalam hati mungkin, ya. Tapi kan kita harus berprinsip. Saya akan berbicara kepada siapa pun, oke, apapun itu kebaikan, kita laksanakan sesuai prosedur.

Termasuk kepada partai nantinya, ya, untuk menyampaikan pandangan Pak TB bahwa ini nggak bisa hanya lewat undang-undang. Karena prinsipnya, prinsip ketahanan negaraannya. Begitu kan?

Ya, begitu.

Nah, Pak TB, kalau melihat situasi semacam ini, di waktu kita yang pendek. Lebih baik dilakukan oleh DPR periode berikutnya yang punya waktu lebih panjang, dan lebih fresh. Apakah Wantimpres itu sendiri perlu nggak sih direvisi?

Nah, kalau pertanyaan itu, jauh-jauh hari, tidak ada urgensinya. Masih banyak merevisi pelaksanaan undang-undang. Lebih baik yang kita revisi mengapa kita membeli beras tidak dari petani tetapi malah impor beras dari Vietnam.

Jadi ini, menurut Pak TB, sebenarnya nggak ada urgensinya. Nggak terlalu penting?

Kalau ini tidak diubah pun negara tidak akan bubar. Jadi untuk siapa? Kecuali kalau ini tidak diganti menjadi DPA, kita akan stagna republik ini. Enggak lah, jangan hanya untuk kepentingan satu, dua orang.

Tapi ini bukan karena Pak TB sekarang menggunakan modul oposisi, enggak, ya?

Saya enggak pernah mengenal oposisi. Sistem kita, sistem presidensial, ya. Ya, mungkin berbeda pendapat, tapi dari dulu selalu saya bahwa mengkritisi, ya, ini undang-undangnya begini.

Artinya bukan berarti yang mengkritisi itu oposisi, gitu?

Enggak lah, saya siapa pun yang kurang pas, ya, saya kritisi. Itu kewajiban konstitusi saya sebagai anggota DPR. (tribun network/reynas abdila)

Baca juga: Peta Politik Pilkada Tanjab Timur 2024, Zumi Laza dan M Aris vs Dilla Hich dan Muslimin Tanja

Baca juga: Peta Politik Terbaru Jelang Pilwako Jambi 2024, Maulana vs HAR vs Budi Setiawan

Berita Terkini