WAWANCARA EKSKLUSIF

TB Hasanuddin: Makin Banyak Cawe-cawe, Makin Bikin Pusing, Seri I

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), TB Hasanuddin, seusai sesi wawancara khusus di Studio Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Selasa (16/7).

Reses akan masuk pada tanggal 15 Agustus 2024. Dari 15 Agustus, kemudian setelah itu kan pada tanggal 16 Agustus kami akan mendengarkan pidato Bapak Presiden tentang RAPBN 2025. Dan tentu kami sibuk juga untuk berdiskusi soal anggaran ini.

Jadi waktunya akan tersita. Saya sih berharap, oke, kita selesaikan, tetapi mungkin periode nanti saja dengan anggota DPR yang baru. InsyaAllah lebih fresh.

Daripada dipaksakan untuk periode ini, ya?

Ya, karena waktunya mepet. Bayangkan ada undang-undang soal revisi undang-undang TNI, revisi undang-undang polisi, revisi soal DPA, kemudian soal imigrasi, soal kementerian, dan lain sebagainya harus selesai menjadi borongan hanya dalam waktu kurang dari dua bulan.

Tapi kan biasa begitu Pak TB, ketika masa-masa akhir pemerintah dalam ini konteksnya presiden ingin melakukan satu dorongan tertentu, dipaksain itu bisa saja?

Ya, kalau pendapat saya begini, kebiasaan-kebiasaan yang jelek jangan diterusin lah, malu kita.

Pak TB, sebagai seorang politisi senior meskipun belum melihat draftnya, tapi yang sudah beredar menyebutkan bahwa ada keinginan menempatkan Wantimpres menjadi lembaga tinggi negara setingkat Presiden DPR dan lembaga tinggi negara lain. Bagaimana itu?

Saya sudah diskusikan. Katanya, draftnya itu saya belum lihat, tetapi di dalamnya yang sangat prinsip tetapi juga krusial, itu adalah sebagai lembaga tinggi, kemudian juga sejajar dengan presiden. Sebagai lembaga mungkin nggak ada masalah, karena banyak lembaga-lembaga lain dan posisinya tidak sejajar dengan Presiden, karena kalau sejajar dengan presiden, presiden sejajar dengan DPR, maka nanti lembaga ini yang baru, yang konon akan bernama DPA itu sejajar dengan presiden dan sejajar dengan DPR.

Kalau ini padanannya, maka harus diatur bukan oleh undang-undang, tidak pas, harus diatur dengan undang-undang dasar.

Kenapa itu?

Ya, itu amanahnya begitu, dan DPA yang dulu sejajar dengan presiden.

Sebelum UUD 1945 diamendemen, ya?

Itu sekarang istilah DPA sudah tidak ada. Karena amanahnya dihilangkan, jadi kalau ada dihidupkan, ya, tidak bisa.

Saya bukan alih hukum, tetapi teori dasarnya begini, undang-undang dasar tidak bisa dikoreksi dengan undang-undang.

Undang-undang tidak bisa dikoreksi oleh perpres dan keppres. Ya, itu hirarkinya seperti itu.

Halaman
1234

Berita Terkini