TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Kesatuan pengelolaan hutan produksi Limau unit Hulu VII Sarolangun beberapa tahun lalu mengembangkan potensi masyarakat desa.
Di mana sejatinya sejak dahulu telah memanfaatkan hasil hutan bukan kayu secara turun menurun.
Hasil hutan bukan kayu, buah kepayang telah dimanfaatkan masyarakat Batang Asai maupun Limun Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Jambi sejak orang tua terdahulu.
Buah ini sangat ramah lingkungan dan mendukung upaya pelestarian alam di wilayah.
Warga Sungai Bemban Kecamatan Batang Asai tak hanya memandang lagi pohon kepayang sebagai penghasil minyak pribadi saja.
Namun kini, buah kepayang menjadi potensi ekonomi dan kelestarian hutan mereka.
Baca juga: WIKIJAMBI Pohon Kepayang di Sarolangun Idola Turuntemurun, Biji Diolah Jadi Minyak Goreng Kemasan
"Selama ini cuma tanaman gaharu dan karet. Panen gaharu agak lama, kondisi harga karet sudah anjlok, kita berpikir sebagai kelompok tani kita harus manfaatkan buah kepayang untuk kita olah sebagai minyak. Berdasarkan dorongan dari KPHP Limau," cerita Jamel ketua Kelompok Tani Hutan, dalam arsip KPHP Limau.
Menelisik sejarah pemanfaatan kepayang oleh masyarakat hulu Sarolangun. Sejak zaman Belanda, sebelum masyarakat mengenal minyak kepala sawit.
Masyarakat hulu Sarolangun memanfaatkan buah kepayang dan mengolah buah kepayang menjadi minyak goreng.
Minyak kepayang diolah oleh masyarakat setempat sebagai minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
KPHP Limau mencoba menelusuri sejarah dari sejak kapan masyarakat hulu Sarolangun memanfaatkan kepayang, Namun tak menemukan.
Baca juga: KPHP Limau Pamerkan Hasil Hutan Bukan Kayu, Ada Garam Gunung, Minyak Kepayang, Dll
Baca juga: Diam-diam Minyak Kepayang Sarolangun sudah Sampai Belanda dan Jepang, Jajaki London dan Spanyol
Baca juga: Sederet Manfaat Buah Kepayang atau Kluek yang Tak Diketahui Orang, Olahan Produk Turunan
Dalam seloko adat, pohon kepayang dipercayai oleh masyarakat telah diamanahkan oleh leluhur untuk dijaga dan dilestarikan.
Hal tersebut tentunya terbukti dalam catatan dalam seloko adat setempat.
"Nutuh kepayang nubo tepian"
Diartikan, masyarakat harus melestarikan pohon kepayang tak boleh ditebang.
Kemudian tak boleh meracuni ikan dengan Tubo, harus melindungi ikan. Itulah pesan dari seloko adat, yang hingga kini masih dipegang masyarakat.
Dalam artian, masyarakat hulu Sarolangun, baik Batang Asai maupun hulu kecamatan Limun sejak nenek moyang telah memanfaatkan pohon kepayang, terutama buah kepayang sebagai minyak.
Misriadi, kepala KPHP Limau unit Hulu VII Sarolangun beberapa tahun ini bersama sektor lainnya.
Melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.
Pihaknya melakukan uji laboratorium mendapatkan hasil uji laboratorium. Yakni, kepayang mengandung beberapa zat kimia yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan.
Daun dan biji mengandung asam sianida, senyawa anti oksidan antara lain vitamin C, ion besi, karoten, saponin dan polifenol.
Daging biji kepayang mengandung saponin, flavonoid dan polifenol. Senyawa antioksidan dan golongan flavonoid.
Senyawa antioksidan bekerja anti kanker dalam biji antara lain berupa vitamin C, ion besi dan betakarotin
Dari penelitian diketahui 100 gram kepayang mengandung 273 kalori, 10 gram protein, 13,5 gram protein, 24 gram lemak nabati, 40 mg kalsium, 100 mg fosfor dan 2 mg besi. Minyak kepayang juga mengandung 0,10 IU Vit.A, 0,15 mg Vit.B dan 30 mg Vit.C.
Keunggulan minyak goreng kepayang
Minyak goreng nonkolestrol, mengandung Omega 3 tinggi alami, tidak mengandung pestisida, bisa obat sakit gigi, makanan menjadi lebih lezat gurih dan semakin nikmat.
Beberapa tahun ini, masyarakat bersama KPHP Limau berhasil membuat produk turunan dari minyak kepayang.
"Produk turunannya seperti minyak urut dari kepayang. Saat ini sedang didorong oleh KPHP Limau, bersama masyarakat."
"Kita tidak hanya menghasilkan produk minyak kepayang saja," kata Misriadi, Jum'at (17/9/2021).
Produk turunan dari hasil buah kepayang yang telah diproduksi oleh masyarakat bersama KPHP sabun kepayang, minyak urut.
Ketika masyarakat terluka, masyarakat biasa menyembuhkan luka dengan minyak hasil dari buah kepayang.
Dalam memproduksi minyak kepayang di Hulu Sarolangun, peran lelaki dalam memproduksi minyak hanyalah minoritas.
Lelaki di desa bertugas memanen buah kepayang dari hutan. Kemudian membawa buah kepayang ke rumahnya untuk diproduksi oleh perempuan.
Peran serta kelompok perempuan dalam memproduksi minyak kepayang di Hulu Sarolangun sangat kuat.
Proses produksi secara umum, buah kepayang diproduksi oleh 10 kelompok tani hutan di wilayah hulu Sarolangun masih menggunakan alat tradisional.
Prosesnya, biji atau buah kepayang diambil dari hutan, lalu direbus selama kurang lebih 2 jam, setelah direbus buah kepayang dicongkel, diambil daging buah, direndam di air mengalir selama 24 jam, dicincang, dijemur selama empat hingga enam jam.
Setelah buah kepayang dijemur, lalu ditumbuk dan dikukus dan di-press.
Proses pengolahan buah kepayang hingga menjadi minyak, tergantung oleh cuaca.
Jikalau cuaca cerah di kawasan hulu Sarolangun, pengolahan yang dilakukan masyarakat akan memakan waktu empat hari.
Dahulunya, para masyarakat yang memanfaatkan buah kepayang melakukan press dengan alat tradisional.
Mengunakan Kampo, Kampo tersebut ialah alat press berhan kayu yang dibuat sedemikian rupa, lalu buah yang telah menjalani proses dipukul di alat press tradisional Kampo dengan menggunakan tenaga dan waktu lumayan lama.
Setelah dilakukan pendampingan oleh KPHP Limau membantu alat press modern sekarang dapat digunakan masyarakat untuk meng-press buah hingga menjadi minyak kepayang.
Jika dibandingkan dengan minyak kepala sawit. KPHP Limau menilai, pohon kepayang adalah salah satu tanaman yang bernilai konservasi tinggi.
Berperan dalam mata air tanah, tajuk guna menahan air, perakaran yang kuat menahan tanah dari erosi, daun sersahnya bisa menjadi pupuk alami. Pohon kepayang juga pohon yang memang tumbuh sendiri di dalam hutan.
Di dua tahun terakhir, KPHP Limau mencatat dari 10 Kelompok Tani Hutan binaannya. Dari 10 KTH ada empat KTH yang memproduksi di tahun 2021.
Hal tersebut dikarenakan enam dari 10 kelompok gagal panen, disebabkan oleh cuaca tak menentu.
Kelompok tani hutan yang terdiri dari 10 KTH tersebut yakni, di desa Raden Anom, Muaro Cuban, Bukit Berantai, dan desa Napal Melintang, Meribung bukit bulan kecamatan Limun.
"Dari empat kelompok tani hutan ini kita dapatkan satu kelompok 50 kilogram minyak, hingga September ini."
"Mereka biasanya tidak untuk dijual semua kepada koperasi yang telah dibentuk, mereka biasanya 50/50 persen."
"Separuhnya untuk digunakan pribadi," kata misriadi, sambil menunjuk produk kepayang berbentuk sambun.
Di Indonesia, banyak memiliki pohon kepayang, hutan Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan di Jawa hampir semua memiliki pohon kepayang.
Minyak Kepayang, merupakan minyak satu- satunya yang ada di Indonesia. Sarolangun satu-satunya kabupaten yang memproduksi buah kepayang sebagai produk hasil hutan di Indonesia hingga menimbulkan rasa menjaga alam dan memiliki nilai ekonomi.
Ini tentunya, menjadi produk kebanggaan bagi masyarakat hulu kabupaten Sarolangun, Jambi.
(Tribun Jambi/rifani halim)
Baca juga: Kebakaran Lahan di Sarolangun, 1,2 Hektar Lahan Warga Ludes Dilalap Api
Baca juga: WIKIJAMBI Mengenal Syaikh Utsman Tungkal, Namanya Dicatut Menjadi Nama Masjid Megah di Tungkal
Baca juga: WIKI JAMBI Menyibak Sosok M Fadhil Arief, Sang Birokrat yang Berkhidmat untuk Batanghari