Wikijambi

Diam-diam Minyak Kepayang Sarolangun sudah 'Sampai' Belanda dan Jepang, Jajaki London dan Spanyol

"Produk lokal tentu banyak yang harus kita lengkapi agar bersaing dengan produk yang lain dan produk kompetitor," katanya

Penulis: Wahyu Herliyanto | Editor: Duanto AS
Tribun Jambi/Wahyu Herliyanto
Warga Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, menunjukkan bentuk buah kepayang atau kluek. 

TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Olahan dari buah kepayang atau kluek yang sudah memunculkan beberapa produk turunan di Sarolangun, siap bersaing dengan produk sejenis.

Produk lokal dan unggulan dari Bumi Sepucuk Adat Serumpun Pseko itu siap bersaing dengan kompetitor setelah melengkapi legalitas produk.

"Produk lokal tentu banyak yang harus kita lengkapi agar bersaing dengan produk yang lain dan produk kompetitor," katanya

Produk tersebut menjadi unggulan yang sudah dipasarkan, baik Indonesia bahkan internasional.

Minyak kepayang satu di antara jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan buahnya.
Minyak kepayang satu di antara jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan buahnya. (Tribun Jambi/Wahyu Herliyanto)

Sekitar 400 Kg lebih minyak sudah dipasarkan di Indonesia bahkan ada permintaan dari negara lain seperti Belanda.

Promo Indomaret 17-19 Januari 2020 - Susu Anak, Diapers, Cooking Corner, Snack & Candy Personal Care

Barongsai Orang Jambi Mayoritas Pemain Umat Muslim, Fakta di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah

WIKIJAMBI Pohon Kepayang di Sarolangun Idola Turuntemurun, Biji Diolah Jadi Minyak Goreng Kemasan

Minyak tersebut, dibanderol dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu per setengah liternya.

Katanya, sebelum memasarkan produk dilakukan, pihaknya terlebih dahulu melakukan legalitas kemudian mengenalkan barang.

Peluang yang cukup besar ini dimanfaatkan karena kepayang satu-satunya di dunia.

"Artinya harus lebih bagus minyak kepayang ini produk satu-satunya di dunia, peluang cukup besar," katanya.

Menurutnya, akumulasi dengan harga pada masyarakat umum dari Rp 25 ribu sampai Rp 50 ribu.

Jika diekspor, harga bisa dua kali lipat dari semula.

"Ini sangat menjanjikan dan akan mewujudkan konsep Masyarakat Sejahtera Hutan Lestari," ujarnya

Lanjutnya, pada 2018 lalu, masyarakat Kecamatan Batang Asai dan sekitarnya bisa memroduksi minyak kepayang mencapai 1,8 ton.

Sementara penjualan minyak kepayang masih fokus kepada pasar lokal, sebab belum bisa memenuhi permintaan pasar internasional yang sangat tinggi.

Petani di Batang Asai, Kabupaten Sarolangun,menunjukkan buah kepayang (Pangium Edule) satu di antara jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan buahnya.
Petani di Batang Asai, Kabupaten Sarolangun,menunjukkan buah kepayang (Pangium Edule) satu di antara jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan buahnya. (Tribun Jambi/Wahyu Herliyanto)

Ungkapnya, salah satu contoh permintaan pasar internasional di Eropa, untuk tahun 2019 permintaan minyak kepayang sekitar 1 ton, kemudian Jepang yang meminta 500 Kg.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved