TRIBUNJAMBI.COM - Udara merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Udara dengan kualitas bersih menjadi kebutuhan disetiap tempat.
Namun, ada beberapa tempat justru polusi udaranya yang parah dan polusi di negara tersebut menjadi salah satu penyebab kematian warganya.
Sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh LSM internasional yang berbasis di Washington DC, yaitu OpenAQ menyampaikan laporan penelitian yang terbit pada Kamis (9/7/2020) dengan judul Open Air Quality Data: The Global State of Play.
Ilmuwan atmosfer sekaligus pendiri OpenAQ, Dr Christa Hasenkopf menjelaskan dalam keterangan tertulisnya mengatakan penelitian itu dilakukan dengan menguji 212 negara.
• Virus Corona Ternyata Bisa Menyebar lewat Udara, Jangan Sepele Ini yang Harus Kita Waspadai!
• Lebih Besar dari Krisis 2008, Pengangguran di Indonesia Diperkirakan Bertambah 9 Juta Jiwa Tahun Ini
Dari penelitian tersebut, ditemukan 109 negara atau mencapai 51 persen pemerintahan tidak mengeluarkan data kualitas udara dari setiap polutan berbahaya.
"Akses dasar ke data kualitas udara adalah langkah pertama untuk meningkatkan kualitas udara yang kita hirup," kata Hasenkopf.
Penelitian yang dilakukan ini juga mendapatkan dukungan dari para ilmuwan di NASA dengan mengggunakan sistem OpenAQ.
Dengan melakukan penggabungan data satelit NASA dari polusi udara dengan sistem OpenAQ membuat semua orang di seluruh dunia bisa mendapatkan informasi tentang kualitas udara.
• Dendam, Begini Pengakuan Mantan Murid yang Bunuh Gurunya dalam Ember di Banyuasin, Sumatera Selatan
• Begini Kronologi Kejadian Ditemukannya Editor Metro TV Tewas, Ada Luka Tusuk Dibagian Ini
Negara yang kualitas udaranya yang buruk
Berdasarkan laporan penelitian itu juga, OpenAQ mengungkapkan 13 negara dengan populasi terpadat, di mana pemerintah nasionalnya tidak memiliki program pemantauan jangka panjang untuk kualitas udara ambien.
Bahkan pada 2017 yang lalu, negara-negara ini tercatat oleh Global Burden of Disease sebagai negara yang polusi udaranya meyebabkan kematian dan kecacatan. Antara lain:
1. Pakistan, 221 juta penduduk dengan peringkat ke lima
2. Nigeria, 206 juta penduduk, peringkat ke tiga
3. Ethiopia, 115 juta penduduk, peringkat ke empat
4. Congon, 90 juta penduduk, peringkat ke tujuh
5. Tanzania, 60 juta penduduk, peringkat ke tiga
6. Kenya, 54 juta penduduk, peringkat ke lima
7. Uganda, 46 juta penduduk, peringkat ke empat
8. Algeria, 44 juta penduduk, peringkat ke delapan
9. Sudan, 44 juta penduduk, peringkat ke enam
10. Irak, 40 juta penduduk, peringkat ke tujuh
11. Afghanistan, 39 juta penduduk, peringkat ke dua
12. Uzbekistan, 33 juta penduduk, peringkat ke delapan
13. Angola, 33 juta penduduk, peringkat ke empat
• Tekad Bersama Tangani Corona, Kakak Beradik Dokter di Semarang Meninggal Karena Tertular Covid-19
• Tak Pilih Jadi Terkenal Seperti Orangtuanya, Anak-anak Artis Ini Pilih Jadi Abdi Negara dan Kopassus
Negara-negara tersebut juga dianggap sebagai negara terburuk dalam hal penanganan polusi udara luar ruang yang menyebabkan 4,2 juta kematian setiap tahunnya.
Ironisnya, 90 persen kematian yang disebabkan oleh bahaya polutan udara terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah.
Kualitas udara buruk berdampak terhadap kesehatan Persoalan kualitas udara atau polutan berbahaya juga sudah disebut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai masalah lingkungan terbesar terhadap kesehatan.
Para peneliti menilai, kekosongan informasi tentang kualitas udara ini menghalangi tindakan pencegahan yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah lingkungan.
• Mobil Karimun Putih Ini Terpakir 3 Bulan di Rumah Sakit, Ternyata Alasan Pemilik Takut Begini
• VIDEO Viral Seorang Ibu Kandung Marah Besar di Pernikahan Anaknya, Ternyata Begini Fakta Sebenarnya
Ilmuwan atmosfer di NASA Dr Bryan Duncan mengatakan data terbuka dan membuat data polusi udara mudah diakses adalah hal yang sangat penting.
"Untuk memerangi pencemaran udara, kita perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak buruknya terhadap kesehatan," ujar Duncan.
Seperti diketahui, masalah lingkungan selalu menjadi sumber utama yang dampaknya begitu besar terhadap kesehatan.
Polusi udara luar ruang diperkirakan telah menyebabkan 4,2 juta kematian setiap tahunnya.
Angka tersebut melebihi jumlah kematian dari gabungan pandemi Ebola, HIV/AIDS, Tuberkulosis (TB), dan malaria yang mencapai angka 2,7 juta kasus.
"Langit biru dan udara bersih adalah barometer tata kelola yang baik," kata Abid Omar, Pendiri Inisiatif Kualitas Udara Pakistan (PAQI).
Omar juga mengungkapkan bahwa dana internasional harus dikaitkan dengan target untuk meningkatkan kualitas udara; terutama di daerah seperti Lahore yang menghadapi hilangnya harapan hidup hingga lima tahun karena polusi udara yang berbahaya.
Begitu juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Clean Air Fund, Jane Burston bahwa udara bersih sebenarnya adalah hak asasi manusia.
• Prabowo Disarankan Jokowi Untuk Beli Mesin Perang Buatan Dalam Negeri Pakai Uang Tunai Tanpa Kredit
• Negeri di Atas Awan Sarolangun Masuk Nominasi API Awards 2020, Kategori Dataran Tinggi Terfavorit
Namun, polusi udara menyebabkan satu dari setiap delapan kematian di seluruh planet ini.
Jane menegaskan secara jelas bahwa pemerintah setiap negara perlu segera memprioritaskan tindakan penanganan pencemaran dan menyediakan data terbuka adalah langkah pertama yang penting.
"Teknologi untuk memantau polusi udara sudah tersedia, tetapi laporan ini menjelaskan masih banyak pemerintah yang harus berbuat lebih banyak lagi untuk mendapatkan data dan membuat data tersebut mudah diakses oleh warga negara mereka," ujar dia.
Sumber : Kompas.com