Virus Corona

Bedah Jasad Pasien Covid-19, Peneliti Kaget dan Sebut Pengobatan Ala WHO Tak Boleh Digunakan Rutin

Editor: Andreas Eko Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNJAMBI.COM - Wabah virus corona diprediksi tidak akan semata-mata bisa hilang tahun ini.

Meski begitu masih banyak peneliti yang berusaha menemukan titik terang.

Seperti kotak Pandora, peneliti di seluruh dunia sedang berusaha menemukan vaksin corona.

Bantu Warga Saat Pandemi Corona, Yayasan Setara Jambi Bagikan Bibit Tanaman

Update Covid-19 Sabtu 16 Mei 2020, ODP Corona Tambah 6.530, PDP 709 Orang

Pilkada Serentak Ditengah Pandemi Corona, KPU Siapkan Langkah Adaptasi

Selain itu mereka juga melakukan berbagai upaya untuk mengetahui bagaimana corona diciptakan sehingga bisa mengantisipasi wabah lain kedepannya.

Karena setiap wabah pasti ada sebab muasalnya.

Wabah ini dianggap mirip dengan SARS danm MERS menurut peneliti China dalam studi terbarunya, yang hingga kini masih terus diteliti.

Kebohongan China Kembali Diungkap, Data Ini Buktikan Ada Setengah Juta Kasus Covid-19 di Tiongkok

Jokowi Panen Rapor Merah Gegara Covid-19 di Periode Kedua Pemerintahannya, Jadi Sorotan Media Asing

Promo JSM Alfamart 15 - 17 Mei 2020, Mulai Biskuit Susu hingga Minyak Goreng, Promo Sampai Besok

Menurut peneliti China, mereka telah melakukan otopsi untuk mengetahui organ dalam tubuh korban yang meninggal akibat virus corona.

Hasilnya pun mengejutkan, ilmuwan temukan hal-hal yang selama ini belum pernah kita ketahui.

Laporan yang diterbitkan oleh jurnal media Inggris, The Lancet ini berdasarkan otopsi yang dilakukan para ahli dari Pusat Medis Kelima Rumah Sakit Umum, Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing.

Pilkada Serentak Ditengah Pandemi Corona, KPU Siapkan Langkah Adaptasi

Dampak Sosial yang Timbul dari Tren Beli Baju Baru Ditengah Pandemi Covid-19, Begini Penjelasannya

Mereka memperoleh sampel biopsi dan otopsi, dari seorang pria berusia 50 tahun yang meninggal akhir Januari lalu akibat virus corona.

Hasilnya ilmuwan temukan situasi yang mirip dengan wabah SARS, penyakit yang pernah menyerang China Selatan tahun 2002-2003.

Pada saat itu SARS menewaskan lebih dari 800 orang dan lebih dari dua lusin negara saat itu juga merasakan dampak dari wabah tersebut.

Mantan Menteri Jokowi Ini Kini Fokus Kembangkan Obat Covid-19, Rudiantara: Kita Upayakan Segera

Update Covid-19 Sabtu 16 Mei 2020, ODP Corona Tambah 6.530, PDP 709 Orang

Sementara itu wabah MERS mewabah tahun 2012, pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi menyebabkan 860 kematian secara global.

Pria yang diotopsi di Beijing itu memiliki gejala awal pada 14 Januari kemudian meninggal dua mingggu kemudian.

Setelah itu dia mendonasikan tubuhnya untuk bahan penelitian jika dirinya meninggal, namun akhirnya dia benar-benar tewas.

SIMAK Kisah Terakhir Drakor The World of The Married, Episode 16 Jadi Cerita Terakhir di Malam Ini

Intip Katalog Promo JSM Indomaret 15-17 Mei 2020, Ada Promo Heboh hingga Super Hemat 13-19 Mei 2020

Kemudian setelah ilmuwan melakukan penelitin dengan otopsi temukan pada alveoli di kedua paru-parunya mengalami kerusakan.

Juga ditemukan cedera pada hatinya yang kemungkinan disebabkan oleh virus corona.

Ada kerusakan yang kurang substansial pada jaringan jantung, menunjukkan bahwa infeksi "mungkin tidak secara langsung merusak jantung."

SIMAK Kisah Terakhir Drakor The World of The Married, Episode 16 Jadi Cerita Terakhir di Malam Ini

Intip Katalog Promo JSM Indomaret 15-17 Mei 2020, Ada Promo Heboh hingga Super Hemat 13-19 Mei 2020

Peneliti mengatakan, bahwa pengobatan antiinflamasi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak boleh secara rutin digunakan di luar uji klinis.

Wa Fu-sheng dan Zhao Jingmin dua rekan penulis itu tidak mampu menghadapi komentar lebih lanjut.

Tapi mereka mencatat dalam penelitian ini bahwa tidak ada patologi yang ditemukan, sebelum kasus virus corona.

Tim Gugus Covid-19 Tanjabbar Tunggu Hasil Swab 10 ODP, Andi: Mungkin Besok Keluar

Wabah ini telah menyebabkan sekitar 74.000 orang terinfeksi dan lebih dari 2.000 orang meninggal, sementara yang disembuhkan sekitar 16.000 orang.

Lebih dari 25 negara telah melaporkan infeksi virus corona, dan memicu kekhawatiran bahwa wabah tersebut oleh WHO digolongkan sebagai darurat global.

Sebuah studi terpisah yang diterbitkan dalam The Lancet oleh para spesialis dari University of Edinburgh pada 7 Februari berpendapat bahwa, tentang penggunaan kortikosteroid.

Mengenal Kurniati Ulfa, Penyanyi Lagu Islami yang Berbagi Cerita Soal Anak Muda Menjadi Enterprenuer

Suatu kelas hormon steroid banyak digunakan selama wabah SARS dan MERS dan telah dicoba pada pasien virus corona baru.

Studi pengamatan menyarankan penggunaannya untuk mengurangi peradangan dapat menyebabkan komplikasi termasuk diabetes, kematian jaringan tulang dan penundaan pengangkatan virus.

Lima ilmuwan China yang dipimpin oleh Lianhan Shang dari Universitas Pengobatan China Beijing, menerbitkan tanggapan terhadap penelitian yang mendorong penggunaaan kortikosteroid dalam kasus tertentu.

Umat Muslim Wajib Tahu! Ini Poin Lengkap Fatwa MUI tentang Shalat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19

Tanggapan ini mengakui risiko penggunaan kortiskosteroid dosis tinggi pada pasien virus corona, termasuk potensi infeksi lainnya.

Tapi mungkin dibenarkan untuk pasien yang sakit kritis dengan peradangan yang signifiasinnya terletak di paru-paru mereka.

Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Jenazah Korban Corona Dibongkar, Peneliti China Terkejut Temukan Kerusakan di Mana Pengobatan dari WHO Tak Boleh Digunakan Rutin.

(*)

Artikel Ini Juga Telah Tayang di GridHot.ID

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

Berita Terkini