Berjuang dari jualan ayam
Rivan harus rela berkorban untuk mewujudkan cita-citanya. salah satunya dengan berjualan ayam untuk mencari ongkos bensin dirinya menuju tempat latihan di daerah Kabupaten Bangko, Provinsi Jambi.
Awalnya Rivan tidak terlalu berminat pada voli.
Namun, melihat tinggi badannya yang menjulang saat SMA.
pada tahun 2012 saat usianya sudah menginjak 17 tahun, Rivan akhirnya mulai coba-coba bermain voli.
Dan Rivan pun mulai tampil dalam berbagai turnamen di daerahnya Bangko, Jambi kala itu.
Dari turnamen ke turnamen dan pertandingan, penampilannya semakin berkembang. Saat itu Rivan hanya mengandalkan kekuatan pukulan dan tinggi badan, sedangkan teori dasar voli belum ia kuasai betul.
Sang ayah, Nasrin (53) yang tinggal di Pasar Bawah Bangko menceritakan, dulu saat ia ditunjuk ikut dalam tim Merangin untuk Pekan Olahraga Daerah (Porda) Provinsi Jambi, tak jarang menjual ayam untuk biaya beli bensin.
“Belum lama, beberapa tahun lalu lah, waktu itu dia masih SMA,” kata Nasrin. Dulunya, kalau mau pergi latihan ke Bangko, -salah satu daerah di Jambi- dia terpaksa jual ayam untuk biaya beli bensinnya,” ucap Nasrin.
Soal latihan, Rivan yang lahir tahun 1995 itu sama seperti remaja lain di kampung halamannya Desa Tanjung Benuang, Kecamatan Pamenang Selatan, mereka hanya latihan di lapangan kampung.
Hingga akhirnya saat Rivan bermain di ajang Kapolda Cup jambi, bakat Rivan terpantau oleh pemandu bakat dari klub Surabaya Samator.
Mereka tertarik mengajak bergabung Rivan karena melihat tinggi badannya yang ideal (194 cm) untuk pemain voli.
Nama besar Samator di olahraga voli nasional membuat Rivan tertarik untuk bergabung meskipun dia harus jauh dari orang tua.
Pindah ke Samator, pemain kelahiran 16 Juli 1995 tersebut harus hijrah ke Sidoarjo yang merupakan markas Samator. Letaknya sangat jauh dari daerah asalnya, Jambi.
Orangtua Rivan mendukung penuh keputusan anaknya untuk menerima tawaran Samator.
Baca: Kisah Rivan Nurmulki, Atlet Voli Jambi yang Keluar dari Timnas, Bermula Penjual Ayam dan Jadi Polisi