Tahun Depan, Harga Rokok Bakal Naik, Ternyata Ini yang Jadi Alasannya, Berapa Naiknya?
TRIBUNJAMBI.COM - Tahun depan, harga rokok diprediksi akan mengalami kenaikan. Ini terjadi jika pemerintah merealisasikan tarif cukai hasil tembakau pada 2020.
Di tahun 2020, pemerintah memproyeksikan penerimaan cukai hasil tembakau bakal memberikan kontribusi 95,9 % atau setara dengan Rp 171,9 triliun dari total proyeksi penerimaan cukai keseluruhan, yakni Rp 179,3%.
Angka tersebut naik 8,18% dibanding outlook penerimaan tahun 2019 sebanyak Rp 158,9 triliun.
Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasruddin Joko Suryono sebagaimana dilansir KONTAN menegaskan hal yang menyebabkan naiknya target pendapatan cukai antara lain adanya penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan dilanjutkannya program penertiban cukai berisiko tinggi.
Baca: Download Lagu MP3 Dangdut Koplo 3 Jam Nonstop, Ada Nella Kharisma dan Via Vallen Video Full Album
Baca: TERBARU Iuran BPJS Kesehatan akan Naik 50 %, sedang Ajukan Usul ke DPR, Ini Daftar Dosa
Meksipun begitu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan belum menentukan persentase tarif cukai hasil tembakau.
Alasannya skema penerimaan cukai tembakau dan cukai lainnya masih dalam pembahasan internal. Namun tidak menuntut kemungkinan akan ada pelebaran lahan penerimaan cukai.
Lantas bagaimana respon pengusaha mengenai rencana kenaikan tarif cukai tembakau ini?
PT Gudang Garam Tbk menegaskan bahwa pihaknya akan mengikuti aturan pemerintah. Hal ini disampaikan Direktur GGRM Heru Budiman.
Menurut dia, produsen rokok sudah beberapa kali mengalami kenaikan tarif cukai hasil tembakau, yakni sebanyak 10%, 11%, hingga 15%.
Meskipun begitu, ia tidak memungkiri bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau ini akan meningkatkan beban perusahaan. "Kalau kami tidak adjust harga, maka akan menggerus keuntungan,” kata dia di Jakarta, Selasa (27/8).
Oleh karena itu, jika sudah ada keputusan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau, GGRM akan menaikkan harga jual rokok tapi secara bertahap.
Pasalnya, GGRM juga akan melihat perkembangan daya beli masyarakat terlebih dahulu.
“Kalau daya beli tidak terjadi perkembangan yang hebat, kami juga tidak berharap menaikkan harga seenak-enaknya,” ucap Heru.
Menurut dia, GGRM akan lebih memperhatikan daya beli masyarakat di kalangan bawah. Alasannya, konsumen rokok dari kalangan atas tidak terlalu bermasalah dengan kenaikan harga rokok. (*)
Baca: NGERI! Kuyang Makhluk Mistis di Kalimantan Mendadak jadi Trending Topik di Twitter, Kok Bisa?
Baca: Korsupgah KPK Temui Pemprov Jambi, Ini Poin-poin yang Sudah Diatasi dan Perlu Ditingkatkan
Baca: Video Viral Jambi, Siswa SMA Minum Anggur Merah di Sekolah