Dalam persidangan di MK, BW selaku kuasa hukum calon bupati-wakil bupati Ujang Iskandar-Bambang Purwanto mampu memenangkan gugatan Pilkada Kotawaringin Barat 2010 di MK.
Dalam amar putusan MK, pasangan terpilih saat itu didiskualifikasi karena terbukti melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Pada Jumat (24/5/2019) malam, capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melalui tim hukumnya memasukkan permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 untuk Pilpres 2019 ke MK.
Pengajuan gugatan pilpres ke MK itu dipimpin Bambang Widjojanto selaku ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga.
Mereka menggugat hasil Pilpres 2019 yang telah ditetapkan oleh KPU pada 21 Mei 2019 lalu, karena menilai ada kecurangan dalam proses penyelenggaran pemilu.
Dari hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilpres 2019 yang telah ditetapkan oleh KPU, pasangan Jokowi-Ma'ruf memperoleh 85.607.362 atau 55,50 persen.
Sementara, pasangan Prabowo-Sandi memperoleh 68.650.239 atau 44,50 persen. Selisih suara kedua pasangan 16.957.123 atau 11 persen.
Janji tak Lobi Hakim MK
Ketua Tim Hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, selaku pihak terkait dalam sengketa pilpres ini menyatakan berjanji pihaknya akan bersikap jujur, adil, dan kesatria selama persidangan perselisihan hasil Pilpres 2019 di MK.
"Tidak akan ada lobi-lobi dari pihak kami kepada para hakim MK, apalagi suap-menyuap dalam perkara ini. Silakan semua pihak melakukan pengawasan," kata Yusril.
"Ini semua berkaitan dengan reputasi dan nama baik serta kehormatan kami sebagai advokat profesional dan sebagai penegak hukum sebagaimana disebutkan dalam UU Advokat," imbuhnya.
Yusril menegaskan, apa pun nanti putusan MK wajib dihormati dan diterima.
Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Tidak ada upaya hukum atas putusan MK.
Karena itu, kata Yusril, kalaupun nanti ada ketidakpuasan terhadap putusan MK, ketidakpuasan itu hendaknya diungkapkan dalam batas-batas kewajaran dengan menjunjung tinggi etika dan sopan-santun sebagai bangsa yang beradab dan berbudi luhur.
Ia meminta semua pihak dapat menerima dan memberikan kesempatan untuk memimpin Indonesia kepada siapapun yang memenangkan sengketa pilpres ini di MK nantinya.
Baca: Pengakuan Andri Bibir Penyuplai Batu Saat Aksi 22 Mei, Alasannya Karena Sakit Hati Kena Gas Air Mata
Baca: Penjelasan Mahfud MD hingga Hamdan Zoelva Soal Hasil Pilpres 2019 Bisa Berubah, Jokowi ke Prabowo
Baca: 5 Petunjuk dari Nabi SAW Tanda Malam Lailatul Qadar, Disampaikan Quraish Shihab dan UAS
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani mengatakan saat ini pihaknya tengah mempersiapkan diri mengkompilasi bukti-bukti kepemiluan, saksi hingga ahli untuk menghadapi sidang gugatan pilpres yang diajukan kubu Prabowo-Sandiaga.
Selain itu, pihaknya juga masih menunggu salinan dari permohonan gugatan PHPU yang diajukan kubu Prabowo-Sandiaga.
Disindir Mahkamah Kalkulator
Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW), langsung mengelarkan komentar tajam ke pihak MK begitu memasukkan gugatan sengketa Pilpres 2019 pada Jumat malam.
BW menginginkan para hakim MK dapat objektif dalam memeriksa adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2019.
Ia berharap MK tidak menjadi Mahkamah Kalkulator. Hal itu telah dilakukan pihak MK saat menangani sejumlah sengketa hasil pilkada.
"MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Kami coba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator, yang bersifat numerik," kata Bambang di Gedung MK Jakarta, Jumat malam.
Menurutnya, jika para hakim MK dapat memeriksa perkara sengketa pemilu ini dengan baik, maka mereka dapat melihat adanya kecurangan dasyat dalam Pilpres 2019.
Bahkan menurutnya, nantinya MK dapat melihat pemilu terburuk di Indonesia yang pernah terjadi sejak Indonesia merdeka.
Merespon sindiran yang disampaikan kubu Prabowo-Sandiaga itu, MK melalui juru bicaranya, Fajar Laksono, menegaskan MK selaku lembaga peradilan terakhhir menangani gugatan hasil Pilpres sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.
"Semua permohonan itu akan diperiksa. Fakta yang ada itu bagaimana, alat bukti, itu yang akan dipertimbangkan hakim dalam memutus," ujarnya.
Fajar mengatakan MK akan lebih dulu memeriksa permohonan gugatan hasil Pilpres yang diajukan Prabowo-Sandiaga.
Setiap dalil yang diajukan pihak pemohon akan dibuktikan. Ia meminta semua pihak untuk mengikuti setiap bagian persidangan sengketa pilpres ini nantinya.
Sementara itu, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate, menilai sudah sewajarnya MK menjadi mahkamah kalkulator untuk mendapatkan keputusan yang tepat dalam perkara pemilu.
Menurutnya, memang perlu penghitungan dalam arti selisih hasil pemilu antara pihak penggugat, tergugat maupun terkait sengketa pemilu ini.
Dan MK disebut punya kewenangan soal metode 'kalkulator' itu karena memang diatur oleh undang-undang.
Menurut Johnny, pihak Prabowo-Sandiaga dapat menggunakan istilah Mahkamah Kalkulator ini dari perspektif yang jauh lebih luas.
Di antaranya data valid dan autentik dalam pembuktian di persidangan MK.
"Kesemuanya akan didasari pada bukti yang valid dan autentik yang saat ini sangat sulit dipenuhi oleh paslon 02, selain narasi umum yang disampaikan pada publik," kata dia.
Istilah 'Mahkamah Kalkulator' kali pertama muncul pada Pemilu 2014.
Saat itu tim hukum pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta Rajasa, Maqdir Ismail, menyinggung MK sebagai kalkulator KPU.
"Banyak kecurangan yang terjadi di pilpres. Itu kan hanya typo error. MK bisa melihat lebih dari itu, jangan degradasi tugas MK hanya jadi kalkulator KPU," ucap Maqdir saat menjelaskan sejumlah hal yang janggal dalam berkas gugatan atas hasil Pilpres 2014 yang diajukan Tim Prabowo-Hatta ke MK, 27 juli 2014.
Sindiran terhadap MK sebagai kalkulator juga muncul dari Yusril Ihza Mahendra, yang saat itu menjadi saksi ahli tim Prabowo-Hatta.
Saat itu, Yusril mengkritik kewenangan MK dalam memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum.
"Kalau hanya ini kewenangan MK yang dirumuskan pada saat itu, maka mendekati kebenaran bahwa MK hanya akan menjadi lembaga kalkulator," ujar Yusril dalam kesaksian di Gedung MK, Jakarta, 15 Agustus 2014.
Sindiran 'mahkamah kalkulator' kembali muncul pada September 2014 dari politikus PKS Hidayat Nur Wahid.
Hal tersebut diucapkan Hidayat terkait uji materi Undang-undang Pilkada.
Selain itu, Istilah 'Mahkamah Kalkulator' juga pernah disampaikan oleh pengamat hukum tata negara Refly Harun. (tribun network/glery lazuardi/dtc/kcm/coz)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KPU dan TKN Waspadai Sepak Terjang Bambang Widjojanto di Persidangan Gugatan Hasil Pilpres 2019