Tur Promosi KCBN Muarajambi

Tur Candi Muaro Jambi Seri V, Arca Prajna Paramita Tanpa Kepala

Tersimpan cerita tentang arca Prajna Paramita dan teori Ekspedisi Pamalayu di kompleks Candi Gumpung.

Penulis: Yoso Muliawan | Editor: Yoso Muliawan
Tribunjambi.com/Yoso Muliawan
Cetiyaghara Candi Gumpung - Pemandangan Cetiyaghara atau bangunan induk Candi Gumpung di kompleks Candi Muaro Jambi. 

TRIBUNJAMBI.COM, MUARO JAMBI - Candi Gedong I dan II rampung, peserta Tur Promosi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi hari kedua, Senin (19/5/2025), bergeser ke Candi Gumpung.

Kompleks Candi Gumpung menyimpan cerita tentang arca Prajna Paramita.

Sigit Ario Nugroho dan Rhis Eka Wibawa masih telaten membersamai peserta tur dari media nasional dan lokal, serta Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan Kementerian Kebudayaan.

Menjelang siang, dua pegawai Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) V Wilayah Jambi ini menemani peserta tur mengeksplorasi Candi Gumpung.

Sebuah kompleks candi berpagar keliling sekitar 150 x 150 meter persegi, dengan Cetiyaghara atau candi induk yang menjadi salah satu ikon termasyhur kawasan Candi Muaro Jambi.

“Penamaan dari warga sekitar dulu, gumpung atau tidak beratap, karena tidak ada atapnya. Saat pemugaran, tidak ketemu struktur atap,” kata Sigit setiba di Candi Gumpung.

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri I, Candi Kedaton Tempatnya Ibadah dan Belajar

Meski tanpa atap, tapi jejak permukiman ada di Candi Gumpung yang pemugarannya berlangsung pada 1982-1988 itu. Terbukti dengan temuan perkakas rumah tangga berupa wadah dari keramik, kaca, dan tembikar.

Melihat kompleks Candi Gumpung, mata langsung tertuju ke sebuah bangunan candi paling besar menghadap timur. Itu adalah Cetiyaghara, candi induk yang tersusun dari bata-bata merah.

Cetiyaghara di Candi Gumpung berukuran sekitar 18 x 18 meter persegi. Tinggi bangunan candi tak beratap ini sekira tiga meter.

Di muka terdapat tangga dengan tiga anak tangga menuju semacam teras. Gapura kecil menjadi batas antara bagian depan dan dalam Cetiyaghara.

Cetiyaghara Gumpung
Cetiyaghara Candi Gumpung - Pemandangan dari samping Cetiyaghara atau bangunan induk Candi Gumpung di kompleks Candi Muaro Jambi.

Sebuah makara terdapat di sisi anak tangga Cetiyaghara sebelah kanan. Tak ada makara di sisi anak tangga sebelah kiri. Berbeda dengan Candi Kedaton yang terdapat dua pasang makara di gapura utama.

Merujuk laman kemdikbud.go.id, semasa kolonial Belanda, satu makara lain di Cetiyaghara Candi Gumpung pernah dibawa ke Palembang.

Saat ini, makara tersebut telah disimpan di Museum KCBN Muarajambi.

Makara berasal dari bahasa Sansekerta. Artinya, naga laut atau monster air.

Dalam mitologi, makara merupakan gabungan dua hewan: bagian depan biasanya berwujud gajah atau rusa, bagian belakang berupa hewan air seperti ikan atau ular.

Rupa ukiran-ukiran Makara Cetiyaghara Candi Gumpung terbilang rumit. Berbentuk seperti kepala hewan, sekilas mirip kepala gajah yang tidak terlalu besar. 

Sisi kanan dan kirinya seperti belalai gajah yang ujungnya membentuk lingkaran kecil atau spiral. Ada pula ukiran seperti bola mata.

Makara Candi Gumpung
Makara Candi Gumpung - Bentuk makara di sisi kanan anak tangga Cetiyaghara atau bangunan induk Candi Gumpung.

Penempatan makara di bagian depan Cetiyaghara bermakna semacam kekuatan untuk menolak bala atau energi negatif.

Ia seolah melindungi ketenangan dan kesucian Cetiyaghara yang menjadi tempat beribadah, ritual, dan meditasi.

Arca Prajna Paramita

Di Cetiyaghara, candi induk Gumpung, ada temuan arca sebagai petunjuk berkembangnya tradisi kebijaksanaan Budha Mahayana pada masanya.

Arca itu adalah Prajna Paramita.

Sama seperti arca Gadjahsingha dan Dwarapala dari Candi Gedong II, arca Prajna Paramita dari Candi Gumpung sekarang tersimpan di storage atau tempat penyimpanan di Museum KCBN Muarajambi.

Wujud arca Prajna Paramita berupa dewi yang duduk dengan kaki bersila di atas alas berukir.

Posisi kedua pergelangan tangan layaknya sedang bermeditasi. 

Arca Prajna Paramita memakai seperti kain, dengan kalung melingkar di leher.

Sayangnya, bagian kepala dan lengannya sudah tidak ada.

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri II, Koto Mahligai: Pohon Sialang dan Akar Menembus Candi

Sigit Ario Nugroho, pemandu tur, menjelaskan, saat penemuan pertama kali, arca Prajna Paramita terletak di dalam Cetiyaghara.

“Tidak ada di candi lain (di kawasan Candi Muaro Jambi). Mirip dengan arca Prajna Paramita di Candi Singosari di Jawa Timur (peninggalan Kerajaan Singosari),” ujarnya. 

Ia lantas menyampaikan dugaan adanya hubungan antara arca Prajna Paramita di Candi Muaro Jambi dengan di Candi Singosari melalui “teori” ekspedisi Pamalayu.

Ini ekspedisi Kerajaan Singosari di bawah kepemimpinan Raja Kertanegara ke Svarnadwipa alias Sumatra pada rentang 1275-1286. 

“Ekspedisi Pamalayu, di mana Kerajaan Singosari ingin membangun kerja sama dengan Kerajaan Melayu pada abad 12 dan 13. Salah satu tujuannya untuk menahan serangan dari luar,” jelasnya.

“Ekspedisi Pamalayu dari Kerajaan Singosari menunjukkan dugaan adanya koneksi antara arca Prajna Paramita di sini dengan di Candi Singosari.”

Entah mana yang lebih dulu dibikin. Arca Prajna Paramita di Candi Gumpung kawasan Candi Muaro Jambi, atau di Candi Singosari. 

Namun, Sigit menduga yang lebih dulu adalah arca Prajna Paramita di Candi Gumpung

“Informasi ini juga berdasarkan pendapat dari para ahli. Arca Prajna Paramita yang orisinal adalah arca yang di Candi Gumpung. Pertama dibuat di Muaro Jambi,” katanya.

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri III, Stupa-stupa Candi Parit Duku

Temuan lain saat pemugaran Candi Gumpung adalah mantra-mantra Budha Mahayana yang terukir di lempengan-lempengan. Sebagian merupakan lempengan emas, sebagian lain lempengan perak. 

“Mantra-mantra di lempengan itu beraksara Pallawa,” ujar Sigit.

Ada juga peripih, semacam biji-bijian yang terletak di tempat semacam kotak di dalam candi.

“Keberadaan peripih bertujuan untuk ‘menghidupkan’ candi,” imbuh Sigit.

Tak Cukup 1-2 Hari

Setelah di Candi Gumpung, pemandu membebaskan peserta tur mengeksplorasi candi-candi lain.

Masih ada beberapa candi lain yang bisa menjadi destinasi. Candi Tinggi, Tinggi 1, Kembar Batu, Astano, juga situs Kolam Telago Rajo.

Jalur berupa jalan yang terbuat dari teknologi grass paper turut memandu peserta tur mengambil arah tujuan.

Di kawasan Candi Muaro Jambi, pengunjung cukup terbantu dengan adanya jalur yang berbatu-batu kecil itu.

Beberapa literatur menyebut jalan dengan teknologi grass paper ini ramah lingkungan.

Ia buah inovasi arsitek beken bernama Yori Antar yang memiliki keahlian dalam revitalisasi rumah adat dan tradisional di Indonesia.

Selain jalur tersebut, papan informasi juga menjadi teman baik. Arah setiap situs terpampang cukup jelas.

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri IV: Cetiyaghara, Koin Cina, dan Arca-arca

Di dekat jalur antara Candi Gumpung dan candi-candi lainnya, terdapat semacam jembatan buatan berukuran kecil.

Jembatan itu memanjang hingga menuju arah situs Kolam Telago Rajo.

Jembatan mini ini jadi favorit pengunjung untuk berfoto-foto. 

Lokasi lain yang juga laris menjadi objek foto-foto adalah stupa-stupa berbentuk mirip lonceng besar. 

Begitu luasnya kawasan Candi Muaro Jambi, dengan banyak kompleks candi di dalamnya, membuat tur atau kunjungan, entah untuk wisata, riset, atau tujuan lainnya, tidak akan cukup bila hanya 1-2 hari.

Eksplorasi di satu dua kompleks candi saja bisa makan hampir setengah hari.

Tak ada pesta yang tak usai, begitu juga tak ada tur yang tak usai.

Peserta harus kembali ke Museum KCBN Muarajambi untuk rehat siang sekaligus penutupan acara. (Yoso Muliawan)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved