News

SAKIT HATI Ayah Aura Cinta Usai Bertemu Dedi Mulyadi, Anaknya Dibully: Menyesal Sekali

Nama Aura Cinta, seorang lulusan SMAN 1 Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, mendadak jadi perbincangan publik usai videonya berdebat dengan Dedi Mulyadi

Editor: Nurlailis
Ist
AYAH AURA CINTA - Nama Aura Cinta, seorang lulusan SMAN 1 Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, mendadak jadi perbincangan publik usai videonya berdebat dengan tokoh politik Dedi Mulyadi tersebar luas di media sosial. 

Sang ibu mengaku sebagai ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya hanya pedagang botol-botol bekas untuk bensin eceran. 

Meski begitu, mereka tetap rela mengeluarkan uang demi kebahagiaan anak.

“Ibu lebih setuju mana? Perpisahan tapi bayar, atau dilarang tanpa keluar uang?” tanya Dedi.

“Kalau buat mental anak, saya setuju yang bayar,” jawab ibunda Aura.

“Ibu rumah aja nggak punya, tapi mau bayar perpisahan?” sindir Dedi.

“Iya, demi anak saya,” ujar sang ibu.

Pernyataan tersebut disambut dengan sindiran tajam dari Dedi yang menilai bahwa prioritas keluarga seperti ini perlu dikoreksi.

“Demi anak jangan tinggal di bantaran sungai. Ibu tinggal aja masih di sana, kenapa gaya hidup begini?” katanya, sambil mengangkat tangan ke atas sebagai simbol gaya hidup yang tinggi.

Psikolog: Ruang Aman untuk Remaja Masih Lemah

Pakar psikologi anak dan remaja, Dr. Rini Saraswati, menilai kasus ini menunjukkan bahwa ruang publik di Indonesia masih minim empati terhadap suara anak muda, terutama mereka yang berani bersikap kritis.

“Aura menyampaikan pendapatnya. Terlepas dari setuju atau tidak, bullying bukanlah respons yang layak. Kita harus mulai menciptakan ekosistem diskusi yang sehat untuk generasi muda,” ujarnya kepada Tribun.

Dr. Rini juga menambahkan bahwa tindakan perundungan terhadap Aura bisa berdampak serius pada kesehatan mental remaja, mulai dari kecemasan, rasa tidak percaya diri, hingga trauma sosial.

Polemik Kebijakan Wisuda

Kebijakan pelarangan acara wisuda dan perpisahan sekolah yang digagas oleh Dedi Mulyadi sebenarnya bermaksud untuk menghindari pemborosan dan utang pada orang tua siswa. 

Namun, kurangnya dialog publik yang inklusif membuat kebijakan ini mendapat banyak penolakan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved